32 Tahun Menjadi Guru, Awalnya Hanya Memiliki Gaji Honorer Sebesar 25 Ribu Rupiah

Menjadi guru adalah tugas yang luhur dan mulai. Oleh karena itu, tak heran jika guru selalu dijuluki sebagai pahlawan tanpa jasa. Hal inilah yang dilalui oleh guru Sonny Richard Rumbiak yang menjadi guru selama 32 tahun di tiga sekolah yang berada di Kabupaten Tambrauw. Awal menjadi guru, Sonny Rumbiak hanya digaji sebesar 25 ribu rupiah. Seperti apa kisahnya menjadi seorang guru?

 Penulis: Roberthus Yewen

Dengan senyuman khas, berbaju putih bertuliskan BUMN Bakti Untuk negeri, bercelana pandek, memakai tas hitam disamping, berjalan dari samping rumahnya, sembari memberikan salam hormat dengan tangan kanannya.

Senyuman yang tulus pun dengan sendiri keluar dari wajahnya. Sebagian rambutnya telah putih, giginya merah habis mengunyang pinang. Dia adalah Sonny Richard Rumbiak (55), yang telah menghabiskan sebagian besar hidupnya untuk menjadi seorang guru.

Guru Sonny Rumbiak lahir di Kampung Yemburwo, Distrik Numfor Timur, Kab. Biak Numfor, 27 Maret 1965. Ayahnya seorang pensiunan guru bernama Daniel Rumbiak dan ibunya bernama Tabita Prawar (Alm).

Guru Sonny Rumbiak boleh dibilang hanya numpang lahir di kampung halamannya. Setelah itu, masa kecil hingga dewasanya dihabiskan di Kampung Samfarmun dan Kampung Imbuan, Distrik Amberbaken Barat, Kabupaten Tambrauw.

Hal ini lantaran ayahnya Daniel Rumbiak ditugaskan sebagai guru di Samfarmun dan Imbuan. Bahkan, ibunya dimakamkan di Imbuan. Tak heran, jika sosok keluarganya boleh dibilang sudah menjadi bagian dari keluarga besar di dua kampung ini.

Guru Sonny Rumbiak merupakan anak ke 7 dari 10 bersaudara. Sebagian kakaknya lahir di Ayamaru Kabupaten Maybrat. Hal ini lantaran ayahnya pertama kali bertugas sebagai seorang guru di sana.

Dari semua saudara-saudarinya, guru Sonny Rumbiak merupakan satu-satunya yang berhasil menggantikan ayahnya sebagai seorang guru. Pengabdian menjadi guru merupakan tugas yang luhur, sehingga tak heran jika profesi seorang guru adalah tugas yang mulia.

Guru Sonny Rumbiak mengawali karirnya sebagai guru, ketika menjadi guru honorer pada tahun 1989 di Sekolah Yayasan Pendidikan Kristen (YPK) Darurat Imanuel di Samfarmun, Distrik Amberbaken Barat, Kabupaten Tambrauw.

Saat menjadi guru honorer guru Sonny Rumbiak berusia sekitar 31 tahun. Sebagai guru honorer, pertama kali dirinya hanya menerima gaji perbulan sebesar 25 ribu rupiah. Saat itu, gaji sebesar ini dianggap cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarganya sehari-hari.

Sebelum adanya sekolah permanen, Sonny Rumbiak mengajari anak didiknya di Sekolah Darurat dengan meminjam rumah bapak Marthen Bondopi sebagai ruang kelas untuk mengajari anak-anak di  Samfarmun.

Setelah menjadi guru honorer selama 4 tahun, yaitu pada tahun 1989-1993, maka YPK dibawah naungan GKI di tanah Papua membuatkan Surat Keputusan (SK), memindahkan guru Sonny Rumbiak, untuk membuka SD YPK Fileal atau SD Kecil di Kampung Waru, Distrik Warokon, Kabupaten Tambrauw.

“Pada tahun 1996 saya ikut tes guru dan dinyatakan lulus sebagai pegawai negeri sipil (PNS) dan langsung ikut prajabatan di Rindam XVII/Cenderawasih di Ifar Gunung Sentani selama satu bulan,” kenang pria berusia 55 tahun ini.

Usai resmi menjadi PNS, guru Sonny Rumbiak kembali ke Waru untuk tetap mengajar di SD YPK Fileal selama 25 tahun. Menghabiskan sebagian besar hidupnya di Waru. Bahkan, kedua anaknya masing-masing bernama Natalia Warusina Rumbiak dan Soleman Rumbiak lahir di kampung tersebut.

Sebagai sekolah pertama, awalnya guru Sonny Rumbiak hanya membuka tiga kelas, yaitu kelas satu, dua dan kelas tiga. Setelah itu, barulah dibuka kelas satu sampai kelas enam.

Mengabdi sebagai guru di Waru merupakan yang terlama sepanjang karirnya. Meskipun demikian, suami dari Helena Kapaway ini selalu merasa nyaman dan mencintai pekerjaannya sebagai seorang guru di tempat tugasnya tersebut.

Kini pengabdiannya telah mencapai 32 tahun sebagai seorang guru, terutama di Samfarmun dan Waru. Bapak dari 5 orang ini telah berhasil mendidik para siswa-siswi yang kini telah berhasil dan menduduki jabatan-jabatan tertentu.

Misalnya, beberapa siswa angkatan pertama di sekolah Samfarmun, kini beberapa diantaranya telah menjadi pegawai negeri sipil (PNS) dan menduduki beberapa jabatan, salah satunya kini menjabat kepala distrik.

Sementara itu, untuk sekolah di Waru sendiri, beberapa para siswa didiknya kini ada yang menjadi guru dan kepala sekolah di Waru. Bahkan, ada sebagian besar yang kini sudah bekerja dan ada yang baru menyelesaikan pendidikan di perguruan tinggi.

“Anak-anak didik saya pertama di sekolah Samfarmun ada yang sudah jadi pegawai negeri, bahkan kini menduduki jabatan kepala distrik. Sedangkan, di sekolah  yang berada di Waru ada yang kini kembali jadi kepala sekolah di sana,” ungkap guru yang memiliki jiwa humoris ini.

Pada bulan Juni 2014, guru kelahiran Kampung Yemburwo, Distrik Numfor Timur, Kabupaten Biak Numfor tanggal 27 Maret 1965 ini resmi dipindahkan kembali mengajar di SD YPK Imanuel atau sekarang disebut sebagai SD Impres 53 Samfarmun.

Di SD Impres 53 Samfarmun ini, guru Sonny Rumbiak mengajar selama kurang lebih 7 tahun. Ini merupakan pengabdian keduanya di kampung yang dijuluki istana ini. Tak hanya itu, kampung ini merupakan salah satu tempat dirinya dibesarkan.

Pada bulan Oktober tahun 2020, guru Sonny Rumbiak resmi dipindahkan dari SD Impres 53 Samfarmun ke SD Impres 36 Kampung Wauw, Distrik Abun Kabupaten Tambrauw. Sekaligus, dipercayakan sebagai Kepala Sekolah (Kepsek) saat ini di sana.

Meskipun sudah mengabdi selama 31 tahun sebagai pahlawan tanpa jasa di tiga sekolah yang berbeda-beda. Bahkan, mengalami suka dan duka sebagai seorang guru, tetapi sampai saat ini belum memiliki sertifikasi guru.

Meskipun demikian, guru Sonny Rumbiak selalu bersyukur kepada Tuhan atas berkat yang diberikan setiap bulan menjadi seorang guru, untuk membiayai anak-anaknya dalam menempuh pendidikan. Bahkan, dari gajinya sebagai seorang guru mampu biayai pendidikan anaknya sampai di perguruan tinggi, hingga selesai dan wisuda.

“Kita selalu bersyukur kepada Tuhan dengan apa yang kita miliki saat ini, yang terpenting adalah anak-anak bisa sekolah dan berhasil,” ucapnya sambil tersenyum. (***).

"Obor Untuk Papua"

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Latest Articles

Praktek ‘Apropriasi’ Budaya Papua oleh Warga Jember saat Karnaval Budaya

DIPTAPAPUA.com - Obor Untuk Papua - Kasus diskriminasi terhadap mahasiswa asal Papua kerap terjadi, termasuk di Kabupaten Jember. Salah satunya dialami oleh Kostantina (24),...

Saat Yudisium, Mahasiswa Papua Kampus Unram Dikriminalisasi Pihak Kampus

DIPTAPAPUA.com - Obor Untuk Papua - Pasca Gelar Yudisium Fakultas Hukum Universitas Mataram (Unram), Security kampus dan Intelijen Kriminalisasi dan Intimidasi Mahasiswa Papua di Universitas...

Misa Perdana Pater Kristian Sasior Diiringi Tarian Adat Suku Irires

DIPTAPAPUA.com - Obor Untuk Papua - Prosesi tarian adat Suku Irires mengiringi Misa Perdana Pater Kristian Sasior. OSA di Gereja Katolik Santa Maria Asiti,...

Alokasi Dana Pemilu Bermasalah, KPK Diminta Periksa KPU Tambrauw

DIPTAPAPUA.com - Obor Untuk Papua - Pengalokasian dana persiapan pemilihan umum (Pemilu) dikatakan bermasalah. Hal itu disampaikan oleh Yance Akmuri, selaku ketua Panitia Pemilihan...

IPMKR Sorong Luncurkan Website Berita: Demi Permudah Publikasi Informasi

DIPTAPAPUA.com - Obor Untuk Papua - Bertepatan saat Musyawarah Besar, Ikatan Pelajar dan Mahasiswa Kebar Raya (IPMKR) luncurkan Website berita resmi milik IPMKR. Situs berita...