Oleh: Ever Otniel Asentowi
Dalam lingkup dunia, kita sering kali mendengar istilah ‘membutuhkan proses untuk mencapai sasaran atau tujuan’. Kita sebagai anak terdidik harus mengetahui hal ini dalam diri kita dan jangan ada patokan alias fokus pada satu hal tetapi harus fokus pada berbagai hal mengenai perjalanan hidup kita di bumi Cenderawasih. Dalam lembaga pemerintahan, masyarakat, pendidikan, maupun kanak-kanak, semuanya mulai dari proses agar mencapai tujuan/ sasaran tersebut melalui aktivitas sehari-hari yang kita lalui. Harus siap melakukan sesuatu yang sulit demi mencapai sasaran.
Perjuangan Papua untuk referendum atau memberikan kebebasan kepada orang Papua sudah terpahat dalam diri kita, namun proses untuk melihat bahwa kita orang Papua, apakah benar-benar mengiginkan kebesaan? maka sepatutnya proses perjuangan itu jangan pernah terhalang oleh ‘godaan’. Perjuangkan akan lalui pengorbanan, darah tumpah basahi tanah Papua, air mata menetes membasahi rerumputan dan dedaunan, mengeluarkan pikiran, keringat banjir di badan, apakah kita orng Papua bersatu dari berbagai penjuru untuk melawan rasisme atau penindasan yang ada saat ini?. Apakah kita orang Papua benar-benar melindungi alam semesta serta ratu dan pangeran Cenderawasih yang sedang menari di hutan Papua?.
Kita selalu ingat bahwa kita sebagai rumpun Melanesia di timur Indonesia ini, telah menyatakan merdeka pada tahun 1961 , yang dipenuhi oleh Bangsa Belanda, maka yang kita tagih adalah hak kami menentekuan nasib sendiri atau memintah refrendum seperti kata Cisco pada diskusi Blacklivesmatter dan Papua melalui chanel youtube pada Minggu (31/05/2020) “Mereka harus mengetahui apa keinginan orang Papua”.
Yang pasti adalah referendum alias bebas dan menentukan nasib sendiri di tanah Papua. Trasmigran, trasportasi dan lain-lain, kita orang Papua merasa jauh dari kemakmuran, mengapa? karena pangan lokal, tempat berburu, dusun, gunung, air, hutan dan tempat burung menari akan hilang. Karena mereka akan datang kuasai dan hancurkan hutan dengan perusahaan besar tanpa memikirkan kehidupan orang Papua. Apakah perusahaan mampu menjawab kesejahteraan masyarakat Papua di negerinya sendiri ?.
Misalnya di daerah Moskona, Kabupaten Bintuni dan Aifat Timur, Kabupaten Maybrat, Provinsi Papua Barat, terdapat PT. Wanagalang yang mengakibatkan penebangan pohon secara besar-besaran (jumlah yang banyak) tanpa memikirkan keberlangsungan kehidupan masyarakat sekitar dengan hutan yang menjadi tempat interaksinya.
Sangat disayangkan dan harus dipahami secara jernih, karena merusak hutan untuk masyarakat dapat mengembangkan pangan lokal serta untuk mempertahankan hidup. Juga di daerah Kebar, Kabupaten Tambrauw, Papua Barat, dengan kehadiran PT. Bintuni Agro Prima Perkasa (BAPP) menggusur sekian hektar tanah adat orang Papua khususnya orang Kebar. Buktinya, tidak menjamin ekonomi atau kehidupan warga setempat.
Hal ini yang membuat kita orang Papua butuh proses dalam sebuah perjuangan, yaitu refrendum bagi Papua. Mengapa ? sasaran hidupnya adalah kebebasan menentukan nasibnya sendiri.
Dalam kehidupan, selalu ada pasangan yang menemani atau mendampingi, yaitu “kalau ada suami pasti ada istri”. Begitu pula, “penindasan ada pada kita orang Papua, pasti ada perjuangan yang tumbuh dalam diri kita”. Maka pasti ada proses yang mengahampiri diri kita orang Papua untuk mencapai sasaran dalam hidup dan akhir kata REFERENDUM. (**)