Oleh: Yordan Evan Sedik
Kisah Cinta Di Sebuah Desa di Bawah Kaki Gunung Sisos, Tambrauw, Bermula Saat Desember. Kisah Kali Ini, Sama Persis Dengan Kisah Cinta Sitor Situmorang Di Negara Italy.
Cerita di perkampungan di kala itu, pada sebuah kampung yang jauh dari kota, di tengah pedalaman di bawah kaki gunung Tambrauw. Saya hendak berlibur di sana dan seorang gadis remaja sebaya juga berlibur di sana. Pada suatu hari saat di mana, pertama kali saya bertemu dengan seorang gadis remaja itu.
Di saat sore yang indah, dihembusi angin dari pegunungan Tambrauw yang sangat sejuk dan ditemani oleh suara-suara jangkrik yang sangat merdu, menambah suasana sore hari di perkampungan yang sangat ramai dan ramah oleh anak-anak yang bermain kejar-kejaran.
Saat itu saya hendak pergi ke sebuah rumah. Rumah itu sedang ramai dengan kegiatan masyarakat kampung. Tiap momen natal pasti ada kegiatan masak-memasak (membuat pesta ) menyambut pesta natal. Di situ mereka kerja, ada yang masak, ada yang bersihkan sayur dan ada beberapa laki-laki yang sedang memotong daging. Saya datang dan menyempatkan diri untuk bergabung bersama tempat laki-laki memotong daging.
Selang beberapa menit saya kerja, datang seorang gadis remaja yang sebaya dengan saya. Beberapa menit kemudian tanpa menunggu lama, saya menyapa dia.
Maku ko pu nama saiapa ? dia membalas dengan senyuman yang menawan dan Tanya saya dibalas dengan memberi tahu namanya. Akhirnya saat itu kami saling mengenal.
Kata-kata pun mulai mencair dengan gurauan kami, tak terasa kami sudah mulai akrab. Seiring dengan keakraban kita, tak terduka perasaan ini mulai muncul, entah siapa yang memulai memberi kenyamanan dalam waktu yang sangat singkat di kampung itu.
Suatu saat, tepat dengan hadirnya senja di atas gunung Sisos yang sangat indah dengan suasana suara jangkrik yang merdu. Seorang gadis sebaya melangkahkan kakinya, tak lain lagi dia yang pernah kita bercakap. Ia menghampiri tempat saya tinggal, yang tak jauh dari rumahnya.
Ia tiba dan memanggil saya sambil bertanya dengan nama akraban saya ketika di kampung yaitu (Srii). “Hey Srii bikin apa.? Balas saya “duduk saja dengan teman-teman” memang saat itu saya bersama beberapa laki-laki kami sedang mengobrol. Dan Saya pun bertanya padanya!
“Maku tidak ada kerjaan hari ini? Kerjaanku sudah beresa, jawab dia dengan suara lembutnya. Lanjut saya “kenapa kau kesini?” Jawabnya singkat “mencari teman”.
Sambil bicara saya tunjuk ke arah jalan di mana, tadi ia datang, “di sana ada cewe-cewe”! Ia langsung menjawab “sudah tahu, tapi saya mau bercanda dengan ko. Ternyata saya tak sadar, bahwa ia meluangkan waktunya untuk berjumpa dengan saya di sela-sela kesibukan itu.
Tak disadari bahwa di situ permulaan kisah cerita tercipta. Kami melanjutkan perbincangan sambil menikmati suasana senja yang memukau. Keakraban yang kita jalani melahirkan suatu rasa yang sangat dalam, yang dikenal dengan namanya CINTA. Namun, tak satupun yang mengungkapkan secara langsung karena itu berat.
Kampung yang sangat ramai, dihiasi dengan suasana natal dan kebiasaan masyarakat yang berpesta dengan budaya dansa (tumbuk tanah). Kami pun selalu bersama, entah siapa yang memulai untuk kebersamaan yang singkat itu.
Ternyata dibalik itu semua, terjadi sesuatu yang tak pernah diduga. Selang beberapa hari kemudian, kami pun berpisah seketika, namun keakraban kami selalu terjaga. Berhubung degan jarak antar tempat dan waktu, kami pun tak lagi bersama, hanya sesering mungkin kami saling memberi kabar melalui media (Facebook).
Sering saya beri kabar dan ia pun membalas, namun ada pula yang hanya membaca (read). Saya berusaha untuk memberi kabar terus-menerus, berharap ada balasan. Kegelisahan selalu menghampiri. Dalam kegelisahan, saya selalu berusaha untuk memberi kabar berulang kali, namun saya sadar, perasaan itu hanyalah sebuah mimpi malam yang berlalu seketika.
Meski demikian, terkadang di dalam kesibukan, tiba-tiba muncul sosok itu dalam bayangan, teringat kembali kisah saat di kampung. Yang sangat menyedihkan, ketika terlintas kembali di benak kata-kata yang pernah ia ucapkan ada kata-kata harapan, motivasi yang ia ucapkan saat komunikasi lewat media. Ada pula kata-kata yang membuat rasa galau saya bertambah dan hampir putus asa.
Tetapi semua baik-baik saja, seiring dengan berjalannya waktu, entah kisah itu kembali terulang, pasti sudah tidak. Apalagi dengan kesibukannya yang padat, saya yakin bahwa dirinya pasti sudah melupakan itu.
Gunung Sisos dan kali Inet menjadi saksi bisu lukisan cerita saat berjumpa dan bercerita sepanjang jalan di perkampungan itu. Semua cerita itu, ibarat mengikuti senja di gunung sisos yang indah dan menghilang seketika ditelang oleh malam. (**)