Oleh: Kam
Perempuan Kebar mix Aifat, kelahiran Sorong, namanya Maku. Ia harus ke Kebar untuk ketemu pasangan hidupnya. Maku selalu suka dengar bahasa daerah bapaknya secara umumn, seperti; Miyah, Irires dan Mpur. Ia selalu meminta ibunya untuk pergi ke Senopi, kampung kecil yang letaknya di Lembah Kebar, Tambrauw, Papua Barat.
Setiap saat Ia membuka foto-foto tentang panorama dan estetik alam Tambrauw. Sakin tertariknya terhadap alam Tambrauw, Maku berteman dengan Yance, hanya dia orang asli Tambrauw di angkatan mereka yang Sekolah Menengah Atas (SMA) dua (2) Aimas. Yance anak asli Tambrauw, berasal dari Kampung Senopi. Yance orangnya humoris.
Dalam perjumpaan itu, dengan sendirinya kedua pandangan memikat dan terkoneksi ke hati. Akhirnya, saling jatuh cinta. Yance dan Maku pun mulai menyulam benang asmara. Saking mesranya, sampai-sampai Yance dan Maku anggap dunia ini milik mereka. Tidak hanya itu, pandangan dan cintanya, Maku pun ikut tenggelam dan hanyut terbawa rayuan maut dari Yance seperti deras sungai kamundan.
Perjalanan yang cukup panjang dengan suka-duka; bahagia, marah, cemburu dan jenuh tetap Yance dan Maku jalani bersama-sama. Harapan Yance dan Maku, setelah tamat SMA orang tuanya Yance masuk ijin kepada orang tuanya Maku untuk kasih ikatan atau tunangan.
Pagi hari, pukul 09:15 WIT (waktu Sorong), pesan WhatsApp masuk di HP-nya Maku, begini ceritanya:
“Selamat pagi, ibu negara”, sapaan manja dari Yance.
“Ya, selamat pagi juga, bagaimana Yance?”, balas maku dengan tanya.
“Ibu negara, bagaimana kalau tong dua tamat SMA, bilang orang tua dong kasih ikatan sudah, bagaimana ko mau k tidak?”, tanya Yance lagi.
“Oh, itu sudah pasti itu, tapi saya bilang sama orang tua dulu”, balas Maku dengan bangga.
“Ok, saya tunggu info balik, jangan lama-lama e”, balas Yance.
Sayangnya, Tuhan berkehendak lain. Harapan Yance dan Maku sirna, Orang tuanya Maku tidak setuju dengan hubungan ini. Keputusan orang tua membuat hati Maku terpukul dan rasa sedih campur marah. Hati hancur lebur, setiap hari Ia menangis dan menangis, tanpa ada balasan apa-apa. Ia selalu mengingat kenangan manis dan pahit yang pernah mereka lalui, yang tidak pernah hilang dan selalu melekat di dalam sanubari. Hati terus hancur ketika selalu membayangkan itu.
Minggu ke dua sebelum Yance pulang kampung setelah Ujian Nasional SMA, tepat jam 16:00 pesan WhatsApp masuk:
“Yance, ko dimana? Kita ketem dulu, saya mau bicara barang penting!”, minta Maku kepada Yance.
“Oh, siap bos”, balas Yance dengan senang.
Pertemuan terakhir dengan suasana yang sangat berbeda dengan yang biasanya. Yance pun bingung, kenapa Maku ekspresi wajah berbeda sekali.
“We, ibu negara ko kenapa menangis?”, tanya Yance dengan ragu.
Maku tetap diam dan menangis, Ia sudah tidak sanggup mau bicara apa.
“Bah, ada yang pukul ko k? Atau ko punya Mama ada marah?”, tanya Yance lagi dengan rasa bingung.
Sembari mengusap air mata dan tarik nafas baik-baik, lima menit kemudian, Ia berkata:
“Yance, sepertinya tong dua hubungan sampai disini saja” jelas Maku dengan lara yang membara.
“Bah, ko gila k? Memang saya ada salah apa dengan ko?”, tanya Yance dengan marah.
“Sa pu Mam dong tidak suka ko”, jelasnya dengan air mata yang tidak sanggup dibendung lagi.
Semua mulai jelas di sini. Maku menceritakan semuanya. Alun-alun Aimas di Kota Minyak jadi saksi atas perpisahan ini. Di saat itu tidak ada yang mampu bicara, Yance dan Maku berpelukan dan hanya mencucurkan air mata, dengan mengingatkan semua kisah cinta yang sudah lama tanam dan dipupuk tumbuh dengan subur, tetapi kenapa akhirnya terjadi begini.
Minggu ke-dua, di mana tepat waktu untuk Yance pulang kampung halamannya. Sejak itu, hubungan komunikasi Yance dan Maku sepi. Semuanya berpisah dengan memikul beban yang berat, Yance dan Maku belum ikhlas untuk harus berpisah.
Empat (4) bulan Yance dan Maku, berpisah tanpa ada kabar. Semua perkara tersimpan di dalam hati.
Awal bulan Agustus, tepat jam 16:30 waktu Kebar Senopi, telepon masuk dengan nomor baru.
“Tidak apa-apa jarang untuk kasih kabar, tapi berapa lama lagi saya harus sabar”, ucap Maku sebelum akhiri panggilan.
Hari itu, sore yang cerah dan menawan. Di mana warga-warga mulai nampakkan wajah satu-persatu sesuai waktu pulang dari kebun. Di bagian tengah kampung banyak suara teriakan dan hura-hura tanpa ada huru-hara:
“ayoo.! sepak, sepak terus”, lantang suara supporter!
“Sepertinya, di sana ada pertandingan yang seru”, gumamnya dalam hati. Keadaan yang ramai begitu pasti asik, dan rugi kalau tidak nonton. Akhirnya, Yance pun bergegas menuju lapangan. Ayunan Langkah-langkah menelusuri jalan panjang dengan hamparan pasir dan kerikil, sambil hindari tai sapi yang berserakan di jalan. Tiga meter sebelum menyeberangi jembatan menuju lapangan, terdengar suara dering.
“klo Lo Lo Lo, klu lu lu lu”, bunyi HP tanda tellephon masuk!
Suara HP yang terus-menerus bersuara, ibarat rentetan suara anjing ketika menggonggong babi di hutan.
“Halo! Abang, Kaka Maku ada minum bayclin, sekarang Kita ada cari susu dan kelapa untuk kasih minum. Bagaimana ini? Tolong dulu”, jelasnya dengan suara khawatir campur panik dari keponakan.
“Terus, sekarang dia keadaan bagaimana?” tanya Yance dengan panik.
“Abang, dia belum sadar diri juga. Kaka Maku keadaan kritis sekali”, jelas keponakan sambil akhiri telepon.
Dengar kabar seperti begitu, Yance memutuskan untuk kembali ke rumah, walaupun di sana ada pertandingan yang sengit. Yance pulang dengan rasa panik lapis sayang.
“Ini tidak maugkin saja, Tuhan. Saya tidak percaya ini, karena baru saja tadi dia telfon saya”, ucap Yance dalam hati!
Karena kabar yang memilukan hati membuat Yance pikiran berantakan. Apa yang harus Ia lakukan? Sudah tidak ada gairah, Yance pikiran tambah buntut, kacau, rusak. Sudah tidak ada yang Ia lakukan, hanya pasrah kepada sang khalik.
Malam pukul 22:00 waktu setempat, pesan WhatsApp masuk:
“Abang, Kaka Maku sudah tidak dengan Kitong lagi, dia baru saja lepas napas”, ucap keponakan dengan rasa duka yang mendalam.
Ketika mendengar informasi itu, Yance hanya bisa baca pesan, Ia sudah tidak ada daya lagi untuk ketik rangkai kata-kata yang baik untuk membalas. Ia sungguh rapuh dan letih. Perjalanan menuju kamar, Yance seperti terhuyung-huyung dan lamban langkahnya. Dengan keadaan begitu, Yance hanya panjatkan doa kehadirat Allah, walaupun Ia sedih dan belum ikhlaskan kepergian sang jantung hatinya.
Esoknya setelah pemakaman, keponakan menelfon Yance untuk menceritakan tentang kejadian itu.
“Halo Abang, semenjak perpisahan dengan Abang dan Abang pulang ke kampung, Kaka Maku selalu bentrok dengan dengan dia pu Mama. Rumah itu selalu tidak tenang. Dia pu Mama itu selalu maki-maki Kaka Maku, angkat kaka Maku pu pakaian buang-buang. Jadi, semua ini sudah tertumpuk. Kaka Maku sudah tidak tahan atas semua ini, makanya kemarin beli bayclin minum”, jelas keponakan kepada Yance.
Sekian !
Catatan:
Untuk pasangan kekasih yang ada sekarang dan yang baca tulisan ini, penulis harap supaya sampaikan kepada orang tua kalian agar bisa menghargai hak seorang anak. Ia juga berhak mendapatkan apa yang seperti kamu dapatkan, dan Ibu harus berikan kebebasan terhadap anak. Orang tua tidak bisa paksakan kehendak anak untuk ikut kemauan Orang tua, karena ketika anak terjebak seperti cerita peristiwa di atas, nanti siapa yang menyesal?