DIPTAPAPUA.com – Obor Untuk Papua –
Oleh: Maksimus Syufi)*
Besi panas yang dikirim Presiden Jokowi dari Istana itu, menembus perut dan membunuh Nopelinus Sondegau, anak kecil umur dua tahun di Intan Jaya.
Mamanya sedang memeluk Nopelinus Sondegau yang sudah tak bernapas. Tali perutnya keluar, aroma darah, aroma penderitaan, aroma kematian menyengat di hutan Papua.
Di sana, Istana Presiden, orang-orang bersua dengan kaleng bir sembari membicarakan uang Otsus dan pemekaran Papua. Anak itu sudah mati!
Media hilang tentang dia, Komnas HAM bisu, apalagi Presiden? Ahk nanti minta maaf saja, tapi anak itu sudah mati. Mungkin nyawa Nopelinus Sondegau bisa diganti dengan jalan aspal, jembatan atau Uang Otsus, BIADAP!! Dia sudah mati.
Anak itu mati, Nopelinus Sondegau sudah mati. Dia mati untuk menghibur Presiden Jokowi di Istana. Malam ini, Presiden tidur nyenyak, karna anak itu sudah mati.
Sugapa, Intan Jaya sudah sunyi, rumah sakit tutup, gereja tutup, sekolah tutup, tidak ada nafas. Asap bom selimuti kampung, kilat peluru di mana-mana, bunyi tembakan ikut jejak Nopelinus Sondegau lari ke hutan. Dan dia mati!
Semua orang sibuk ucapkan hari Sumpah Pemuda Indonesia di hari-hari berkabung orang Papua. Tak ada satu orang pun yang berduka untuk Nopelinus Sondegau yang sudah mati di Intan Jaya. Dia mati sehari sebelum Sumpah Pemuda.
Nopelinus Sondegau itu mati di antara ribuan balita yang mengungsi. Dia mati untuk 60 Balita yang mengungsi di Maybrat. Dia mati untuk ribuan orang Papua yang sudah mati mendahuluinya. Nopelinus Sondegau adalah pahlawan Bangsa Papua.
Penulis adalah Mahasiswa Jalanan di Kota Rasis yang Selalu Mengemis Cinta dan Revolusi di Kiri Jalan)**