Ferry Kombo: Hukuman Tidak Sepadan Dengan Fakta di Lapangan

PAPUA, diptapapua.com – Ferry Kombo adalah salah satu dari 7 tahanan politik (Tapol) Papua yang diputuskan 10 tahun penjara oleh pengadilan negeri Balikpapan, Provinsi Kalimantan Timur pada Jumat (5/06/2020) Karena membantu mengorganisir demonstrasi Anti Rasisme tahun lalu (Agustus 2019) di Jayapura.

Tapol Papua lainnya yang juga diberi sanksi karena terlibat dalam demonstrasi merespon peristiwa rasis terhadap mahasiswa Papua di Surabaya, seperti Buchtar Tabuni (17 tahun penjara), Agus Kossay (15 tahun), Stevanus Itlai (15 tahun), Alexander Gobay (10 tahun), Irwanus Uropmabin (5 tahun) dan Hengky Hilapok (5 tahun masa tahanan).

Dalam video berdurasi 1:08 menit yang diunggah di dinding twitter oleh akun @VeronicaKoman, Ferry Kombo meminta dukungan dari berbagai pihak agar mereka yang ditahan segera dibebaskan, karena menurutnya apa yang mereka lakukan atau fakta di lapangan tidak sepadan dengan hukuman yang diputuskan.

“Jika ini betul, apa yang  dituntut benar-benar terjadi yah kami terima, tetapi ini tidak sesuai dengan fakta yang terjadi di lapangan pada saat demo dan juga pada  persidangan. Sehingga Sekali lagi saya minta dukungan kepada semua orang dan terutama kepada teman-teman Mahasiswa, Masyarakat Papua untuk dukung kami dalam Doa dan juga solidaritas menyuarakan pembebasan kami,” tutur Kombo dalam video yang diunggah dengan tagar #PapuanLivesMatter. (5/06).

Ferry Kombo yang juga sebagai Presiden BEM Universitas Cenderawasih Jayapura itu membeberkan bahwa mereka adalah korban dari rasisme yang terjadi di Surabaya pada Agustus 2019 lalu, dan mereka tidak sepantasnya mendapatkan hukuman seberat itu.

“Kami sudah korban rasisme lalu di dalam persidangan pun kami sudah diperlakukan yang namanya diskriminasi terhadap kami orang papua karena itu tidak sesuai dengan fakta persidangan maupun fakta pada saat kami demo anti rasisme di Jayapura,” tegasnya.

Ferry menambahkan “Jadi sekali lagi kami minta dukungan dan doa dari semua pihak terima kasih”.

Video yang diunggah pada 5 Juni 2020 itu menuai berbagai komentar dari para netizen. Seperti yang dikutip dari akun @joy87043962 “Hukum di Indonesia sangat tidak jelas, tumpul ke atas tajam ke bawah” atau juga akun @helmuzzMayoon07 “Mereka bukan pelaku rasis tapi korban rasis”. (N/F: Maxi)

"Obor Untuk Papua"

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Latest Articles

Praktek ‘Apropriasi’ Budaya Papua oleh Warga Jember saat Karnaval Budaya

DIPTAPAPUA.com - Obor Untuk Papua - Kasus diskriminasi terhadap mahasiswa asal Papua kerap terjadi, termasuk di Kabupaten Jember. Salah satunya dialami oleh Kostantina (24),...

Saat Yudisium, Mahasiswa Papua Kampus Unram Dikriminalisasi Pihak Kampus

DIPTAPAPUA.com - Obor Untuk Papua - Pasca Gelar Yudisium Fakultas Hukum Universitas Mataram (Unram), Security kampus dan Intelijen Kriminalisasi dan Intimidasi Mahasiswa Papua di Universitas...

Misa Perdana Pater Kristian Sasior Diiringi Tarian Adat Suku Irires

DIPTAPAPUA.com - Obor Untuk Papua - Prosesi tarian adat Suku Irires mengiringi Misa Perdana Pater Kristian Sasior. OSA di Gereja Katolik Santa Maria Asiti,...

Alokasi Dana Pemilu Bermasalah, KPK Diminta Periksa KPU Tambrauw

DIPTAPAPUA.com - Obor Untuk Papua - Pengalokasian dana persiapan pemilihan umum (Pemilu) dikatakan bermasalah. Hal itu disampaikan oleh Yance Akmuri, selaku ketua Panitia Pemilihan...

IPMKR Sorong Luncurkan Website Berita: Demi Permudah Publikasi Informasi

DIPTAPAPUA.com - Obor Untuk Papua - Bertepatan saat Musyawarah Besar, Ikatan Pelajar dan Mahasiswa Kebar Raya (IPMKR) luncurkan Website berita resmi milik IPMKR. Situs berita...