Isi Sambutan Majelis Rakyat Papua Pada Sidang Tahunan UPR UN Geneva 2022

DIPTAPAPUA.com – Obor Untuk Papua –

Selamat Pagi dan Salam Sejahtera (Greetings)

Hadirin sekalian yang terhormat, saya senang sekali dengan pertemuan ini dan berterima kasih buat kesempatan yang sangat baik ini.

Perkenankan, saya Timotius Murib, Ketua Majelis Rakyat Papua (MRP). Majelis Rakyat Papua adalah lembaga representasi kultural orang asli Papua, yang diamanatkan oleh Undang-undang (UU) No. 21/2001 Tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua, yang memiliki fokus utama untuk menyelamatkan Orang Asli Papua dan tanahnya.

Dalam kesempatan ini, perkenankan saya menyampaikan 2 pendapat kami tentang situasi Hak Asasi Manusia dan Pembangunan di Papua pada hari ini dalam perspektif kami sebagai Majelis Rakyat Papua.

  1. Situasi Hak Asasi Manusia

59 tahun lalu, 1 Mei 1963, Indonesia mengambil alih Papua dari PBB. Sebelum itu, orang Papua berharap dapat hidup dengan bermartabat. Tapi sejak tanggal itu, kehidupan orang Papua telah ditandai oleh kekerasan dan pelanggaran HAM, Marjinalisasi dan Diskriminasi. Akibatnya, orang Papua sangat kecewa dengan pemerintah Indonesia dan secara terus menerus menyuarakan ketidaksetujuan mereka. Namun, pemerintah sering menggunakan kekuatan berlebihan untuk membungkam protes-protes yang dibuat oleh orang Papua.

Kejatuhan Presiden Soeharto membuahkan Otonomi Khusus untuk Papua. Dalam 20 tahun implementasi Otonomi Khusus Papua, penduduk Papua masih banyak yang hidup dalam ketakutan dan teror yang konstan. Hampir ratusan orang telah ditangkap, diinterogasi, diteror, disiksa dan dibunuh oleh aparat keamanan negara di beberapa daerah di tanah Papua. Akhir-akhir ini kita mengetahui bersama situasi kemanusian dan pelanggaran HAM begitu meningkat khususnya di kabupaten Intan Jaya, kabupaten Puncak, kabupaten Pegunungan Bintang dan kabupaten Nduga.

Pengungsian internal warga. Sejak tahun 2018 hingga November 2022, Majelis Rakyat Papua mencatat telah terjadi pengungsian internal warga asal beberapa kabupaten yang sedang mengalami konflik bersenjata antara TNI/ Polri dengan TPNPB-OPM, seperti Distrik Kiwirok (Kabupaten Pegunungan Bintang), Kabupaten Nduga, kabupaten Intan Jaya, kabupaten Puncak, Kabupaten Yahukimo dan Kabupaten Maybrat).

Sangat terlihat jelas di sini bahwa budaya impunitas terpelihara dengan baik di tanah Papua. Situasi kekerasan Hak Asasi Manusia terus terjadi, terakhir beberapa bulan lalu terjadi mutilasi / pembunuhan terhadap 4 (empat) warga sipil oleh aparat keamanan Indonesia di Kabupaten Mimika Papua. Hal ini tidak memperlihatkan itikad baik oleh negara Indonesia dalam merespon pernyataan dari Kantor Komisioner HAM PBB tahun 2018/2019, yang mendesak Pemerintah Indonesia untuk menghentikan penyiksaan dan hukuman mati, untuk menyelidiki semua kejahatan yang dilakukan dan untuk memastikan akses orang Papua terhadap hak atas pendidikan, kesehatan dan makanan/memperoleh Gizi bagi orang Papua.

2. Otonomi Khusus dan Pemekaran di Papua

Dalam tahun-tahun terakhir, ada dua masalah serius terkait kegagalan penerapan Otonomi Khusus bagi Papua. Pertama, permasalahan yang terkait UU No. 2/2021 Tentang Perubahan Kedua UU No. 21/2001 Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua. Kedua, permasalahan yang terkait dengan rencana pemekaran Papua menjadi provinsi-provinsi atau Daerah Otonomi Baru (DOB).

Untuk yang pertama, kami menyesalkan proses perubahan UU yang tidak melalui usul dari rakyat Papua melalui MRP dan DPRP, sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 77 UU OTSUS. Substansinya pun banyak merugikan hak-hak orang asli Papua sehingga kami (MRP Provinsi Papua dan Papua Barat) telah mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi.

Pasal 77 sangat penting agar terjadi konsultasi dan partisipasi yang bermakna dari rakyat Papua, sesuai amanat Bapak Presiden dalam rapat terbatas kabinet pada tanggal 11 Maret 2020 yang mengajak semua pihak, termasuk orang asli Papua untuk mengevaluasi UU Otonomi Khusus.

Bahkan atas amanat Presiden itu, MRP lalu mengadakan kegiatan rapat dengar pendapat masyarakat di 28 kabupaten dan 1 kota yang tersebar di lima wilayah adat. Sayangnya, atas kecurigaan tertentu, upaya ini dihambat. Jajaran aparat keamanan di Papua di bawah instruksi Kapolda dan Kabinda Papua melarang kegiatan rapat dengar pendapat yang merupakan kegiatan resmi lembaga MRP. Aparat menghalangi warga, membubarkan rapat, hingga menangkap dan memborgol beberapa staff kami seperti di Merauke. Akibatnya, MRP tidak dapat melakukan tugas dan wewenang yang diberikan oleh Undang-Undang, yaitu menyerap dan menyalurkan aspirasi rakyat orang asli Papua.

Untuk masalah yang kedua, kami menyesalkan proses pembentukan DOB yang tidak melibatkan representasi rakyat Papua sesuai ketentuan Pasal 76 UU OTSUS. Sebelum perubahan kedua, pasal ini berbunyi:

“Pemekaran Papua menjadi provinsi-provinsi dilakukan atas persetujuan MRP dan DPRP.“ Ini artinya tanpa persetujuan dari MRP dan DPRP, tidak boleh ada provinsi baru di Papua.

Intinya, jika kebijakan pemekaran Papua menjadi provinsi-provinsi tidak lagi dilakukan atas persetujuan MRP, apakah itu selaras dengan spirit Otonomi Khusus? Pemerintah tentu dapat melakukan pemekaran provnisi, tetapi itu untuk wilayah-wilayah yang bukan berstatus otonomi khusus, melainkan otonomi daerah.

Dengan memperhatikan berbagai situasi obyektif itulah, maka kami mengajak siapa pun terutama kita semua yang ada di sini untuk menolong kami mendorong kondisi yang kondusif di Tanah Papua.

Demikianlah yang dapat kami sampaikan dalam forum yang terhormat ini, Sekali lagi, terima kasih.

Geneva, Swiss, 8 November 2022

Ketua Majelis Rakyat Papua (MRP)

(Timotius Murib)

"Obor Untuk Papua"

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Latest Articles

Dianggap Jadi Jembatan Bagi Perusahaan, Mahasiswa Intan Jaya Tolak Pembangunan Wisata Patung Tuhan Yesus di Bilogai

DIPTAPAPUA.com - Obor Untuk Papua - Dalam jumpa pers yang dilakukan oleh Gerakan Mahasiswa dan Pelajar se-Indonesia asal Intan Jaya di Kota Surabaya pada...

Melalui MUBES Ke XI, Yohanes Kogaa Pimpin IPMAPAPARA Malang Raya

DIPTAPAPUA.com - Obor Untuk Papua - Berdasarkan hasil Musyawarah Besar (MUBES) Ikatan Pelajar dan Mahasiswa Papua Paniai Raya (IPMAPAPARA Se-Malang Raya) ke-XI, Yohanes Kogaa terpilih...

Ormas Reaksioner Bubarkan Aksi Damai AMP dan FRI-WP Kota Kupang

DIPTAPAPUA.com - Obor Untuk Papua - Ormas Reaksioner Garuda binaan Polda Kupang bubarkan aksi damai Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) Komite Kota Kupang dan FRI-WP Wilayah...

KNPB Wilayah Kaimana: Roma Agreement Ilegal dan Rasis

DIPTAPAPUA.com - Obor Untuk Papua - 61 tahun bangsa Papua hidup dalam imajinasi kehidupan yang rumit sejak expansi Konglomerat dunia menggunakan kaki tangan negara Indonesia....

61 Tahun Perjanjian Roma Atas Status Papua: Berikut Tuntutan AMP Kk Malang

DIPTAPAPUA.com - Obor Untuk Papua - 61 Tahun Roma Agreement: Tidak Demokratis Dan Ilegal di West Papua Perjanjian Roma/Roma Agrement diadakan di Roma, Ibu Kota Italia...