Siapa yang tak kenal, sosok penyanyi legendaris Papua Barat, Arnold Clemens Ap, budayawan, antropolog dan musisi kelahiran 1 Juli 1945 di Pulau Numfor, Biak, Papua yang kemudian meninggal pada 26 April 1984, karena suaranya yang membuat ganas ‘orang berpakaian hiJau atau loreng’.
Tanggal 26 April 2020 tepat 36 tahun meninggalnya salah satu musisi Papua. 36 tahun berlalu, mungkin waktu yang tidak singkat, namun hingga saat ini Arnold C Ap masih bernyawa bersama dengan rakyat Papua di jalan sunyi, jalan perjuangan.
Ia berusaha mempertahankan budaya Papua, kekhasan Papua untuk tetap hidup dan ada di tengah arus perubahan yang lancar ini. Ia ingin agar budaya Papua tetap hidup dalam perjalanan Bangsa Indonesia. Perjuangan dan niat mulia itu di mata negara adalah sebuah ancaman dalam menjaga keutuhan negara. Perjuangan itu gagal dipahami oleh negara, sehingga Arnold diakhiri sebelum perjuangan berakhir.
Arnold Ap sapaan akrabnya, bersama beberapa rekannya mendirikan sebuah grup musik yang tak asing lagi di telinga rakyat Papua, yaitu grup Mambesak. Grup musik Mambesak didirikan pada 15 Agustus 1978 di Uncen Jayapura.
Nama Mambesak diambil dari bahasa Biak, yang dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai burung suci (Burung Cenderawasih). Nama Mambesak sendiri, bagi orang Papua adalah sebuah identitas atau jati diri yang telah melekat dalam diri orang Papua. Mambesak adalah bagian dari diri orang Papua.
Melalui grup Mambesak yang didirikan Arnold itu, dengan tiap bait, tiap lirik lagu yang dilantungkan, Arnold mengeluarkan segala keresahan dan menyuarakan suara masyarakat Papua yang semestinya disuarakan. Melalui grup itu, Arnold mempertahankan budaya dan jati diri sesungguhnya orang Papua.
Tahun 80-an dan 90-an lagu-lagu Mambesak tersebar dan populer pada masyarakat di seluruh pelosok tanah Papua. Populer pada tahunnya, hingga didengarkan di Papua Nugini (PNG) melalui siaran radio milik PNG (George Junus Aditjondro, 2000)
Arnold Ap, tak hanya bersuara melalui lagu-lagu, Arnold yang juga kurator Museum Universitas Cenderawasih ini, selalu aktif bersuara untuk budaya-budaya Papua melalui acara radio mingguan yang dihidupkannya. Melalui radio itu, wajah Papua terlihat melalui budaya yang dikenalkannya.
Vibra membara yang dikeluarkan Arnold melalui lagu-lagu, akhirnya diakhiri oleh Komando Pasukan Khusus Militer Indonesia dalam penangkapan pada November 1983. Kemudian Arnold ditahan pada 30 November 1983 di penjara Jayapura. Pada 26 April 1984 nyawanya berakhir dengan biji peluru yang menembus punggungnya di pantai Base-G Jayapura, Papua.
Motif pembunuhan Arnold Ap dengan alasan mengeluarkan dari tahanan. Namun, saat Arnold hendak melakukan perjalanan menyusuri pantai Jayapura dan ingin menyebrang atau melarikan diri ke negara tetangga, namun tak sempat, Arnold ditembak di punggung, darahnya menghiasi pantai Base-G Jayapura. Suara sirene berlantung di tengah Kota Port Numbay, tangis menyelimuti tanah papua. In Memoriam Arnold Clemens Ap.
Kematian Arnold Clemens Ap adalah duka mendalam seluruh orang Papua. Seluruh orang Papua dan alam Papua berkabung atas kepergian mutiara berharga ini. Tak diherankan, vibra untuk kemanusiaan selalu berakhir dengan moncong senjata. Jasad Arnold Ap disemayamkan di tempat pemakaman umum Abepura atau bekas rumahnya, jalan raya Abepura Padang Bulan. (Maxi)