DIPTAPAPUA.com – Ikatan Pelajar dan Mahasiswa Mare pada Rabu, 11 November 2020 pekan lalu, mengadakan seminar di Suswa, Distrik Mare, Kabupaten Maybrat, dengan mengangkat tema “Mare dan Mare Selatan: Prospek dan Kendala”. Seminar yang berlangsung sehari tersebut, dihadiri oleh Bupati Maybrat yang diwakili oleh Asisten II bidang pembangunan, Engelbertus Turot, Ketua DPRD Maybrat, Ferdinando Salossa serta mahasiswa, masyarakat dan partisipan lainnya.
Seminar tersebut diadakan dengan tujuan, agar menjadi media aspirasi masyarakat kepada pemerintah atau juga LSM seperti EcoNusa, KOPERNIC serta Yayasan OYO PAPUA bahwa Mare memiliki potensi alam yang berpeluang menjadi pariwisata dunia atau icon dunia di masa mendatang.
Lantaran, Mare memiliki air terjuan yang tak kalah indah, Kali Ontofat (kali ombak), Yahoo, Wrik Sayuo di Seni, air terjun Yae, Rufta Nao dan air terjun Tahan di Seya. Juga terdapat Air Masuk berukuran panjang, besar dan tinggi di Kuom dan Wakut (Sun, Waban). Mulai dari Seya, Waban hingga Suswa akan menawarkan Aouk enterence dan Aouk Exit yang disertai shanken dan thianken atau luapan dan reruntuhan serta lubang luapan dengan deru Air Sungai terkuat dan terbesar.
Selain Sungai TjianXce di Kamboja dan Sungai China, hal tersebut sudah diinisiatif oleh Yayasan OYO PAPUA yang dapat bekerjasama dengan ECHOLOS, suatu pusat Speleolog di Italia sejak tahun 2016, 2018, 2019 dan dapat mengekplorasi Haryin, Auf, Imafam dan Fassee di Seya, Kuom, Wakut, Kwek, dan Ebu di Waban dan Kombif.
Sebelum itu, Yayasan OYO PAPUA pernah bekerjasama dengan Studi Audio Visual Jogja yang telah mendokumentasikan Gua dan Tebing Kuom dan Wakut serta View Fanamu. Hasil dokumentasi tersebut disiarkan di Chanel Televisi Nasional di Indonesia pada Agustus tahun 2011, sehingga diikuti oleh para speleolog Italia, Prancis serta Inggris dan akhirnya dapat melakukan ekspedisi perdana serta mewawancarai Samuel Asse Bless pada tahun 2017 di Seya dan dipublikasikan pada website www.darknessbellow.or.uk serta majalah Italia dan dipamerkan di pusat studi gua dan tebing di Italia, London dan di Swedia pada Juli 2019 lalu.
Namun juga lama sebelumnya, ekspedisi awal pernah dilakukan oleh Komandan Odoardo Beccarri pada tahun 1873-1975 mulai dari Sungai Warsamsum hingga Kladuk untuk pendirian pos pemerintahan atau Onderavdeling di Saemkduk dan di Seni. “Hasil penelusuran yayasan OYO Papua itu membuktikan bahwa Mare sudah diekspedisi 280 tahun lalu,” kata Samuel Asse Bless, direktur Yayasan OYO Papua, peneliti dan juga kepala bidang di BAPPEDA Kabupaten Maybrat.
ketua Aliansi Masyrakat Adat Nusantara (AMAN) Sorong Raya, Vecky Mubalem menjelaskan bahwa di hutan adat Moi, Mare dan Madik sejak dahulu hutan sudah menyediakan ATM, Apotik dan Pasar yang berlimpah untuk memenuhi kebutuhan manusia.
“Jika kita sakit, cukup ambil daun, kulit kayu dan air yang ada di alam lalu ditambah ritual adat dan akhirnya penyakit disembuhkan. Hutan adat kita sudah ada sejak leluhur, menjadi potensi. Bayangkan bila butuh uang, maka masuk saja ke hutan, pilih buah-buahan, hewan buruan dan sayuran lalu ambil dan jual, menghasilkan uang,” bebernya. “Hutan kita adalah ATM bertransaksi tetapi tak ada habis-habisnya saldo hutan”.
Pihaknya mengatakan bahwa masyarakat adalah pemiliki hutan adat. Karena hal tersebut telah diatur dalam Konvensi dan Protokoler PBB di Jenewa, Kyoto, Jepang dan di Rio De Jeneiro yang menjamin perlindungan alam demi iklim dunia. “Di Indonesia pun telah diuji di MK dan Keputusan MK Nomor 63/ tahun 2016 yang memutuskan bahwa hak masyarakat adat Indonesia dijamin oleh Undang-Undang Dasar 1945 ,maka masyarakat dalam mengatur hutan adatnya adalah Sah,” tambah Vecky Mubalem.
Kemudian, ditambahkan juga oleh Agus Kambuaya, aktivis lingkungan yang kini menjabat sebagai DPR Provinsi Papua Barat jalur Otsus, menegaskan “Penting sekali untuk melestarikan alam dan kita cukup untuk mengelola pariwisata”.