Menguatkan Demokrasi di Raja Ampat dengan Menyinkronkan Adat Dan Politik

Penulis: Mario Wiran

Berbicara politik sebagai debat kebijakan, 
bukan kasak-kusuk elit berebut kekuasaan.
~Najwa Shihab~

Perhelatan Politik tahapan Pemilihan Kepala Daerah Tahun 2020 semakin menyita perhatian bagi mereka yang peduli. Salah satu isu pokok yang mengerutkan kening adalah geliat para politisi yang mendulang dukungan melalui jalur adat. Marak terjadi di Kabupaten Raja Ampat, Munculnya postingan pernyataan sikap dari berbagai komunitas adat di Raja Ampat yang memberikan dukungan kepada individu tertentu yang digadang bersaing dalam kontestasi Pilkada tahun 2020 di Kabupaten Raja Ampat, di media sosial Facebook menjadi menarik untuk didiskusikan. Banyak kalangan yang berkata dengan tegas bahwa jangan campurkan adat dengan politik. Ada benarnya juga namun alangkah baiknya coba kita buka khasana berpikir kita dan mencoba memahami dari sudut pandang yang berbeda.

Adat dan politik ibarat kepingan uang logam, masing-masing sisi memiliki bentuk yang berbeda, bersatu tapi tidak menempel. Dalam praktek hidup masyarakat adat, kehadiran politik selalu memberikan warna atau nuansa baru dalam kehidupan bersosial. Karena masyarakat adat tentu akan menjunjung tinggi tradisinya yang sakral dan mengikat, sehingga politik memanfaatkan ruang ini untuk memuluskan tujuannya. Tidak terkecuali masyarakat adat di Kepulauan Raja Ampat.

Masyarakat yang berada pada level kesadaran tinggi pasti akan menjadi pemilih yang rasional hal ini dapat terwujud hanya dengan pendidikan politik yang baik kepada masyarakat. Tetapi akan berbeda bagi pemilih yang lebih didominasi oleh pengaruh adat maka politik akan cenderung primordial. Memilih berdasarkan kampung, garis keturunan, hubungan darah, bahkan agama dan kelompok kepentingan, sulit untuh dihindari.

Setiap kampung di Kepulauan Raja Ampat masih menjunjung tinggi adat istiadat dan tradisi agar hidup selalu selaras dengan alam dengan keyakinan bahwa alam pun akan memberikan hasil bumi yang melimpah. Beragam tradisi tersebut umumnya digelar setiap tahun, tidak terlepas pada tahun politik menyambut pilkada tahun 2020 yang akan digelar pada tanggal 09 Desember 2020 yang akan datang.

Kepulauan Raja Ampat, ada satu tempat sakral yang disebut dengan Komplek Telur Raja. Tempat ini dipercaya merupakan pusat peradaban Raja Ampat, tempat yang secara khusus diperuntukan bagi setiap prosesi adat yang ada, Wilayah atau tempat yang dikenal dengan Telur Raja di Kali Raja ini menjadi pintu komunikasi antara orang Raja Ampat dan leluhurnya. Setiap sumpah dan janji yang telah dibuat secara adat di Area Telur Raja ini harus dipatuhi oleh semua penghuni atau warga masyarakat kampung, tanpa terkecuali bagi mereka atau pihak yang membuat sumpah dan janji. Apabila tidak ditepati maka orang yang melanggar akan mendapat pahala sebagai sangsi atas janji adat yang telah dilanggar, entah sakit, kecelakaan bahkan kematian akan menjemput.

Sebenarnya fungsi adat adalah juga mencegah konflik terjadi di dalam masyarakat. Adat dapat mengikat setiap individu agar tidak terprovokasi sehingga mengakibatkan konflik horizontal yang dapat terjadi. Adat juga dapat menjadi sarana untuk mengontrol perilaku dari politisi/pemimpin, mengapa? Pada setiap perhelatan pesta demokrasi, tak sedikit politisi yang berlomba-lomba untuk menarik dukungan dari masyarakat melalui jalan adat ini. Pergi ke suatu komunitas masyarakat dengan membawa persembahan untuk meminta dukungan tertentu dengan janji-janji politik yang dibuat. Bapak atau tetua adat kemudian mewakili komunitas masyarakat tersebut mempersembahkan sang politisi beserta janji-janjinya kepada leluhur untuk direstui perjalanan politiknya. Pada titik ini sumpah dan janji adat itu menjadi alat kontrol bagi si politisi agar tidak main-main dalam menjalankan tugas kepemimpinannya nanti.

Pada akhirnya semua dari kita mengharapkan adat kita untuk tetap lestari dan dijunjung tinggi, maka sudah sepantasnya memilih pemimpin yang paham akan adat tersebut. Bukan pemimpin yang hanya menjadikan adat untuk memuluskan kepentingan politiknya. Mereka yang tidak paham adat hanya akan memperparah degradasi adat istiadat yang sedang digoncang arus zaman.

Semoga pikiran kecil ini dapat menambah pengetahuan kita untuk mencari dan menemukan pemimpin yang tepat bagi Kabupaten Raja Ampat yang Lebih Baik. Secara pribadi, saya punya keyakinan untuk itu, maka dengan bangga dan sambil tersenyum berkata; “Di Atas Negeri Seribu Pulau Ini, Aku Berbahagia”.

Tuhan memberkati Raja Ampat, memberkati Indonesia!
 
*Penulis ialah pegiat HAM dan Demokrasi Papua Barat

"Obor Untuk Papua"

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Latest Articles

Mahasiswa Nduga dan Lanny Jaya Kota Malang Sikapi Konflik Horizontal antara Masyarakat Lanny Jaya dan Nduga

DIPTAPAPUA.com - Obor Untuk Papua - Konflik berawal dari kasus perselingkuhan yang berujung konflik saudara di kampung Hilekma, Distrik Napua, Kabupaten Jayawijaya, Provinsi Papua...

IPMK Kota Studi Jayapura Dukung Deklarasi Lembah Kebar Sebagai Tanah Injil dan Keadilan Ekologis

DIPTAPAPUA.com - Obor Untuk Papua - Ikatan Pelajar dan Mahasiswa/i Kebar (IPMK) Kota Studi Jayapura mendukung deklarasi Lembah Kebar sebagai Tanah Injil dan Keadilan Ekologis...

Pernyataan Sikap Mahasiswa dan Pelajar Asal Nduga Terkait Dana Pendidikan

DIPTAPAPUA.com - Obor Untuk Papua - Manusia Membutuhkan Pendidikan dalam kehidupannya. Pendidikan merupakan usaha agar Manusia dapat mengembangkan potensi dirinya melalui proses pembelajaran dan/atau cara...

Teror Terhadap Mahasiswa Papua: Tetap Tenang dan Berbahaya

DIPTAPAPUA.com - Obor Untuk Papua - Poster ini bukan untuk dikriminalisasi, maupun untuk mengganggu psikologis kawan-kawan. Barang kaya begini kita sudah alami dari lama sejak...

Kronologis dan Tuntutan Keluarga Korban Penembakan Thobias Silak

DIPTAPAPUA.com - Obor Untuk Papua - Kronologis dan tuntutan ini dikeluarkan oleh keluarga Thobias Silak, korban penembakan yang mati di Dekai, Yahukimo, Papua Pegunungan pada...