DIPTAPAPUA.com – Obor Untuk Papua –
Oleh: Siorus Degei)
Legenda-legenda seperti Nyi Loro Kidul, Nyi Blorong, Ratu Pantai Selatan, Sangkuriang, Pulau Samosir, dan lainnya tidak asing lagi terdengar bagi kita, khalayak Nusantara. Legenda-legenda itu sudah terkenal hingga mancanegara dan sudah menjadi informasi dan pengetahuan yang mudah dijangkau publik. Pada kesempatan penulisan artikel ini penulis hendak mengangkat sebuah legenda khas Jawa yang hemat penulis mempunyai korelasi signifikan dalam konflik-konflik yang terjadi di Papua sejak integrasi hingga kini. Bahwa melalui sosok spritual yang terkandung dalam legenda tersebut, penguasa dan pengusaha melanggengkan praktek dekolonisasi dan depopulasi di Papua. Legenda tersebut ialah Nyi Blorong.
Siapa Itu Nyi Blorong?
Bagaimana asal-usul Nyi Blorong? Menurut referensi yang ada Nyi Blorong bernama Maheswari Sasandoro ing Gayatri. Ia adalah putri dari ratu Anginangin (ratu seluruh makhluk halus di Pulau Jawa yang memiliki kerajaan di Laut Selatan), dan menikah dengan Jaka Linglung, putra Aji Saka, ketika suaminya itu berhasil membunuh buaya putih yang adalah titisan dari Prabu Dewatacengkar dari Medan Kamulan. Sumber lain menyebutkan Nyi Blorong adalah sebutan untuk Nyimas Dewi Anggatri, Putri dari Nyimas Dewi Rangkita atau Ratu Galuh dan raja Carincing Kulung XI atau Prabu Cakra. Adalah panglima terkuat di laut selatan, dalam artian ia adalah tangan kanan dari Nyi Loro Kidul.
Karena rupawannya yang sama kebanyakan orang sering salah kaprah dalam menilai Nyi Loro Kidul dan Nyi Blorong. Banyak yang menilai Nyi Blorong adalah sebutan lain untuk Nyi Loro Kidul. Namun pandangan spiritual khas kejawen ini ditolak oleh kebanyakan sesepuh. Bahwa Nyi Blorong itu adalah sosok lain yang tidak sama dengan Nyi Loro Kidul. Nyi Blorong berwujud wanita cantik, bertubuh manusia dari pinggang ke atas, dan berwujud ular dari pinggang ke bawah. Menurut keyakinan kejawen yang berkembang di masyarakat Jawa setiap kali bulan purnama Nyi Blorong akan berubah menjadi seorang gadis yang cantik jelita dengan kesaktian yang tinggi, biasanya ini berlangsung selama 35 hari, setelah bulan redup atau mengecil tubuh Nyi Blorong akan kembali ke wujud aslinya, yakni seekor ular raksasa, (https://id.wikipedia.org/wiki/Nyi_Blorong, Senin, 25-07-2022, Pkl. 20:03 WIT).
Masyarakat Jawa meyakini Nyi Blorong adalah penguasa Laut Selatan yang memiliki paras cantik dan kesaktian yang tinggi. Ia adalah panglima perang dari kerajaan Pantai Selatan. Ia memimpin bangsa Jin dan makhluk halus lainnya di pantai selatan. Bahwa Nyi Blorong adalah Panglima Perang dari Nyi Loro Kidul di Keraton Pantai Selatan.
Konon katanya Nyi Blorong ditugaskan untuk menyelamatkan umat manusia dengan cara pesugihan. Ia akan memberikan harta yang melimpah ruah kepada manusia yang mengabdi kepadanya melalui ritual pesugihan. Namun dalam praktek Pesugihan ini Nyi Blorong akan meminta tumbal berupa nyawa manusia. Tumbal-tumbal ini akan ia jadikan budak, pelayan dan prajuritnya di alam gaib, juga sebagiannya akan ia jadikan sesajian untuk mempercantik dirinya. Tidak sedikit orang di pulau Jawa dan di luar pulau Jawa yang sudah akrab dengan praktek Pesugihan dengan Nyi Blorong ini. Biasanya Nyi Blorong akan meninggalkan keping-keping emas di tempat di mana ia datang, konon katanya itu adalah sisik-sisiknya yang terlepas saat bercumbu atau bersetubuh dengan orang yang mengabdi kepadanya. Untuk bisa lebih jauh dan dalam mengenal legenda Nyi Blorong, maka Film Perkawinan Nyi Blorong (1983) dapat menjadi rujukan yang baik, (https://www.kompas.com/stori/read/2021/12/23/090000779/legenda-nyi-blorong-panglima-ratu-kidul-tempat-mencari-pesugihan, Senin, 25-07-2022, Pkl. 20:04 WIT).
Memahami Praktek Pesugihan Nyi Blorong
Sudah sudah disinggung di atas bahwa yang khas dari tugas pokok Nyi Blorong adalah menyesatkan dan memperbudak manusia dalam praktek Pesugihan. Bukan hal baru lagi jika banyak orang yang sudah menjadi korban pesugihan Nyi Blorong ini. Ciri-ciri orang yang mengabdi kepada Nyi Blorong ini sangat jelas; 1). Pemalas, ia tidak pandai bekerja, ia suka bermalas-malasan dan menuntut yang instan, 2). Murtad, ia sangat anti dengan hal-hal yang bersifat religius atau keagamaan, ia menjadi sangat ateis dan hedonis-pragmatis; 3). Kaya Mendadak, ia akan menjadi kaya raya secara tiba-tiba tanpa ada upaya kerja yang jelas tapi mistis. Ia yang awalnya miskin itu sontak menjadi kaya raya dalam waktu yang singkat, membuat orang-orang disekitarnya bertanya-tanya dari mana gerangan semua harta kekayaan itu?; 4). Kematian Orang Dekat Yang Misterius (Dipatok Ular), walaupun kaya raya rupanya ia akan selalu dirundung rasa duka yang mendalam. Sebab sebagai tumbal atas pesugihan ia harus mengorbankan nyawa dari orang-orang terdekatnya sebagai tumbal kepada Nyi Blorong, jika tidak maka semua kekayaannya akan diambil kembali oleh Nyi Blorong beserta nyawanya. Biasanya korban tersebut meninggal secara misterius dan kebanyakan terdapat bekas patokan ular.; 6). Banyak Tumbal, Banyak Harta, semakin banyak tumbal yang dikorbankan semakin melimpah ruah pula harta kekayaan yang dimiliki. Ia akan semakin sukses, masa kepemimpinan dan kejayaannya akan selalu bertambah panjang;7). Baik Hati atau Pelit, ia akan baik hati suka beramal bakti kepada sesama yang membutuhkan, ini jika pesugihan itu dilandasi niat baik kepada Nyi Blorong, tetapi ia akan sangat pelit jika pesugihan itu dilandasi niat buruk, (https://bondowoso.jatimnetwork.com/khazanah/pr-1823679052/mengenal-lebih-dekat-pesugihan-nyi-blorong-bisa-bikin-kaya-tapi-ternyata-akhirnya, Senin, 25-07-2022, Pkl. 20:32 WIT).
Kurang lebih demikian beberapa ciri corak dari orang yang mengabdi kepada Nyi Blorong dalam praktek Pesugihan. Berikut penulis hendak melihat apakah praktek Pesugihan kepada Nyi Blorong ini dilakukan juga oleh para penguasa dan pengusaha yang menjalankan misi dekolonisasi dan depopulasi di Papua atau tidak?. Hemat penulis praktek pesugihan kepada Nyi Blorong ini sudah, sedang dan akan selalu dilakukan oleh para penguasa dan pengusaha baik tingkat lokal maupun nasional di Papua. Berikut beberapa pikiran yang hendak penulis kemukakan;
Pertama, tradisi pesugihan kepada Nyi Blorong selalu menjadi pilihan alternatif bagi para penguasa dan pengusaha yang ingin kaya tiba-tiba.
Kedua, kurang lebih tujuh ciri-corak yang telah dikemukakan di atas ada pada dan dalam kehidupan para penguasa dan pengusaha yang yang melakukan pesugihan kepada Nyi Blorong.
Ketiga, umur kepemimpinan dan kejayaannya akan pendek dan riwayat hidupnya akan berkahir berantakan. Bahkan Karma dari pesugihan itu akan melanda keturunannya jika tidak dilakukan sebuah rekonsiliasi terlebih kepada korban-korban jiwa yang sudah dikorbankan sebagai tumbal.
DOB dan Otsus: Sebuah Praktek Pesugihan Nyi Blorong?
Setelah cukup ringkas mengenal praktek pesugihan kepada Nyi Blorong di atas maka sontak terlintas sebuah pikiran apakah DOB dan Otsus yang dipaksakan ini adalah sebuah praktek pesugihan kepada Nyi Blorong? Pikiran ini muncul karena berdasarkan gambaran tentang ciri-ciri pesugihan Nyi Blorong hampir semua unsur yang dibutuhkan ada, yakni;
Pertama, Papua adalah sebuah wilayah yang sangat kaya raya akan sumber daya alam; Emas, Tembaga, Uranium, Torium, Titanium, Colbat, Batubara, Biji Besi, Nikel, Minyak Sawit, Gas Bumi dan lainnya sebagainya yang sudah sejak dulu diincar oleh para penguasa dan pengusaha atas nama negara dan kepentingan bangsa namun semuanya masuk di dompet pribadi dan kelompok mereka.
Kedua, untuk menguasai, mendominasi, memonopoli dan mengkapitalisasi sumber daya alam Papua yang kaya raya itu tidak sedikit para penguasa dan pengusaha yang melakukan pesugihan untuk mendapatkan kekuatan, pakatan dan atau bekal ilmu gaib untuk mengelabuhi manusia, alam dan leluhur bangsa Papua yang menjaga dan melindungi kekayaan-kekayaan alam itu.
Ketiga, sebagai tebusan atau bayaran kepada Nyi Blorong dan semua makhluk halus yang membantu para pencuri SDA di Papua itu maka harus banyak orang mati dan menjadi tumbal. Maka tidak heran jika ketika ada proyek eksploitasi di Papua selalu saja pendekatan represif-militeristik dikedepankan. Alhasil korban dari operasi militer dalam rangka sterilisasi daerah konsensi tambang itu selalu memakan korban jiwa di kalangan rakyat sipil yang jumlahnya cukup banyak. Kita sebut saja operasi militer di daerah Mimika Papua yang dilakukan oleh militer Indonesia untuk mengeksploitasi Tambang Emas di Gunung Nemangkawi, Freeport pada 1967.
Keempat, rupanya serupa poin ketiga, hingga dewasa ini praktek pesugihan itu masih dilakukan oleh beberapa penguasa dan pengusaha di negara ini di Papua. Konflik-konflik bersenjata di Papua, semisal di Ndugama, Intan Jaya, Kiwirok, Maybrat dan lainnya merupakan manifestasi dari praktek penagihan yang dilakukan oleh negara. Sebagai tumbalnya banyak rakyat sipil yang menjadi korban dalam semua operasi militer. Ironisnya, korban-korban yang menjadi “tumbal” itu adalah mereka yang tidak bersalah dan mereka dibunuh oleh oknum serta pihak yang seharusnya menjaga, melindungi dan mengayomi mereka (TNI-Polri).
Kelima, penulis melihat bahwa di balik Pemberlakuan kebijakan Daerah Otonomi Baru (DOB) dan Otonomi Khusus di Papua ada sebuah praktek pesugihan yang luar biasa. Mengapa walaupun mayoritas rakyat Papua sudah menolak DOB dan Otsus pemerintah pusat masih “kepala batu” memaksakan dua kebijakan itu? Untuk apa dan siapa DOB serta Otsus itu? Yang jelas DOB dan Otsus itu murni nasionalisme dan idealisme Jakarta berserta sekutunya baik di tingkat lokal maupun internasional demi kepentingan ekonomi-politik yang termaktub dalam praktek eksploitasi SDA Papua yang termuat dalam Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional tahun 2024 (RPJMN 2024).
Keenam, ketika DOB dan Otsus lolos maka pihak yang paling diuntungkan di sini adalah penguasa, pengusaha, dan kaum imigran, sedangkan pihak yang paling dirugikan adalah orang asli Papua. Apalagi melalui praktek pesugihan Nyi Blorong sudah pasti semua kekayaan alam Papua akan didominasi, dikuasai, dimonopoli dan dikapitalisasi oleh ketiga pihak yang diuntungkan DOB dan Otsus itu (penguasa, pengusaha dan imigran) baik lokal, nasional maupun internasional. Dan yang akan menjadi tumbal atas semua perlakuan ketidakadilan itu adalah manusia dan alam Papua, hingga di ambang Genosida (pemusnahan etnis Melanesia di Papua), Ekosida (pemusnahan ekologis di Papua), Etnosida (pemusnahan kebudayaan di Papua), dan Spritsida (pemusnahan metal, karakter, iman, dan akhlak bangsa Papua).
Doa-Puasa: Pembongkar Tabir Pesugihan Nyi Blorong di Papua
Dalam rapat paripurna DPR-RI dari sembilan fraksi, Komisi I DPD RI dan pemerintah menyepakati dan menetapkan tiga RUU. Ibu kota Provinsi Papua Tengah di Nabire, Ibu Kota Papua Pegunungan Tengah di Wamena dan Ibu Kota Papua Selatan di Kabupaten Merauke. Tiga Ibu Kota Baru ini akan menjadi lahan subur berbiaknya praktek pesugihan Nyi Blorong, Pesugihan Babi Ngepet, Pesugihan Tuyul, dan Pesugihan Genderuwo, Pesugihan Pocong, dan Pesugihan-pesugihan khas Nusantara lainnya. Sehingga memang hal ini merupakan suatu masalah mistis yang tidak kalah penting dan perlu mendapatkan banyak konsentrasi dan konsistensi dari semua orang Papua. Hemat penulis salah satu senjata pamungkas yang mampu menaklukkan semua praktek pesugihan, pedukunan, penyantetan dan praktek-praktek ilmu gelap gaib lainnya itu adalah dan hanyalah Doa-Puasa. Mengapa demikian?
Pertama, semua praktek gelap gaib seperti Pesugihan, Pedukunan, Penyantetan dan lainnya itu masuk dalam ranah spritual sehingga untuk mengalahkannya kita harus masuk ke dalam ranah spritual juga. Bahwa mereka adalah musuh rohani yang harus ditaklukkan dengan senjata rohani pula, teramat sangat kontras jika hal yang berbau mistis dan rohani itu dihadapi dengan senjata jasmani seperti kecerdasan, tombak, parang, anak panah dan lainnya. Musuh Rohani harus dihadapi secara rohani.
Kedua, senjata Rohani yang paling ampuh untuk mengalahkan semua kekuatan gelap gaib di balik praktek pesugihan, pedukunan dan penyantetan seperti Nyi Blorong dan Nyi Loro Kidul itu adalah dan hanyalah Doa-Puasa. Mengapa Doa-Puasa? Sebab hanya nama Tuhan Yesus, Allah Bapa, dan Allah Roh Kudus saja semua tirani kuasa gelap akan tumbang musnah. Bahwa tidak ada kuasa rohani di dunia maupun di akhirat (alam sadar maupun alam gaib) yang bisa menentang dan menaklukan kuasa Allah Bapa, Allah Putra dan Allah Roh Kudus. Semua Kuasa Gelap Gaib tunduk di bawah kuasa Allah Bapa, Yesus Kristus dan Roh Kudus. Sehingga jika bangsa Papua hendak memusnahkan lilitan pesugihan, pedukunan dan Penyantetan dari Nyi Blorong, Nyi Loro Kidul dan sekutu setannya itu Doa-Puasa harus menjadi Tombak dan Busur Anak Panah untuk melawan Kerajaan dan atau Keraton di Nyi Blorong di Pantai Selatan.
Ketiga, berkaitan dengan panduan Doa-Puasanya bangsa Papua selain menggunakan konsep dan mekanisme Doa-Puasa yang ada, bangsa Papua juga bisa melirik dan menggunakan skema Doa-Puasa yang sudah dirumuskan oleh Jaringan Doa Rekonsiliasi Untuk Pemulihan Papua (JDRP2), (https://suarapapua.com/2022/06/15/ini-ketentuan-doa-puasa-massal-bangsa-papua/, Senin, 25-07-2022, Pkl. 21:08 WIT).
Dengan demikian praktek Pesugihan Nyi Blorong, Pesugihan Babi Ngepet, Pesugihan Tuyul, Pesugihan Nyi Loro Kidul dan praktek ilmu gelap gaib lainnya khas kejawen itu sudah, sedang dan akan terus terjadi guna meloloskan dan memuluskan misi dekolonisasi dan depopulasi menuju Genosida, Ekosida, Etnosida dan Spritsida di Papua. Kesemuanya itu akan semakin mengkristal terjadi di Papua hingga berakibat fatal, radikal dan brutal pasca disahkannya DOB dan Otsus. Di hadapan keniscayaan itu orang Papua dipanggil untuk berdoa dan berpuasa, sebab yang jenis itu hanya bisa diusir dengan Doa-Puasa, di samping melayangkan sikap revolusioner di jalan-jalan dengan melakukan pergerakan sipil secara massif, terstruktur, sistematis dan kontinyu
Orang asli Papua harus tolak Pro-kontra Buku Pendeta Sokrates Sofian Yoman, Tolak DOB dan Otsus, Tolak Ibu Kota DOB di Merauke, Nabire dan Wamena, Tolak Imigran, Tolak Keluarga Berencana (KB), Stop Jual-beli-kontrak Tanah dan Ekologi, Stop Kawin Campur, Golput Pemilu 2024, beranak cucu dan bertambah banyak penuhi dan hiasi bumi cendrawasih. Singkatnya orang asli Papua harus Menolak segala sesuatu baik dari luar maupun dari dalam yang mengancam esensi, eksistensi dan substansi diri, alam, budaya, iman dan leluhur di Papua. Kembali Ke Honai dan Tungku Api.
)*Penulis Adalah Mahasiswa Sekolah Tinggi Teologi-Filsafat “Fajar Timur “ Abepura-Papua