DIPTAPAPUA.com – Obor Untuk Papua –
Oleh: Siorus Degei)
Beredar wacana Paus Fransiskus akan berkunjung ke Indonesia. Wacana ini mendapat respon hangat dari umat Katolik di Indonesia. Pasalnya mereka sangat merindukan kedatangan Duta Perdamaian itu dan mendapatkan berkatnya.
Melalui menteri agama, Yaqut Cholil Qoumas, Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo mengudang Paus pada Rabu, 8 Juni 2022 saat beliau beraudiensi dengan Paus,
“Saya ingin menyampaikan undangan Presiden Joko Widodo kepada Yang Mulia untuk datang berkunjung ke Indonesia,”
Sejatinya, pada September 2019 silam Paus sudah berkunjung ke Indonesia. Sebab rupanya bukan saja umat Katolik di Indonesia saja yang merindukannya, tetapi bapa suci juga punya kerinduan yang sama untuk berkunjung ke Indonesia. Namun karena pandemik Covid-19, maka semuanya tertunda, ((https://www.google.com/amp/s/amp.kompas.com/, 22/08/2022).
Berkekaitan dengan beredarnya kabar angin sepoi-sepoi seputar kedatangan Paus Fransiskus ke Indonesia dalam rangka mempererat tali toleransi dan solidaritas umat beragama serta memantapkan bangsa Indonesia dalam pesta pemilu raksasa pada 2014 mendatang.
Pada artikel ini penulis hendak menyampaikan pentingnya kunjungan Paus ke Papua. Sebab konflik Papua adalah bagian daripada tanggung jawab Gereja Katolik yang memfasilitasi Perundingan Roma atau Roma Agreement.
Perjanjian Roma/Roma Agrement diadakan di Roma, Ibu Kota Italia pada 30 September 1962 setelah Perjanjian New York/New York Agreement pada 15 Agustus 1962 tanpa delegasi atau representasi dari orang Papua.
Perjanjian ini terjadi atas dasar lobi-lobi seorang anggota CIA atau Badan Intelijen Pusat (bahasa Inggris: Central Intelligence Agency, CIA) milik Amerika Serikat yang saat itu semacam “menyamar” sebagai salah satu Uskup di Indonesia, khususnya di Ambon.
Sehingga Perjanjian Roma ini ilegal di Papua dan ditolak mentah-mentah oleh orang Papua, (https://jubi.co.id/, 22/08/2022). Dan sejatinya ini adalah “Dosa Politik” Gereja Katolik, terutama otoritasnya yang harus dipurifikasikan melalui Sakramen Rekonsiliasi.
Hemat penulis, Paus Fransiskus bisa menjadi manifestasi konkrit Santo Fransiskus Asisi yang Sejati, manakala Bapa Suci mau berkunjung dan bersolideritas bersama Orang Asli Papua.
Adalah sebuah ketakterlengkapan Misi Persatuan, Persaudaraan, Pembebasan, dan Perdamaian, jika Bapa Suci masih menutup mata dan hati atas potret fenomena penderitaan, penindasan dan penjajahan humanis dan ekologis di Papua selama kurang lebih dari 60-an tahun terintegrasi ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Mengenal Santo Fransiskus Asisi 1182-1226
Senin, 4 Oktober 2021 Gereja Katolik Universal memperingati hari raya Santo Fransiskus dari Asisi-Italia (1181-1226). Iahir dengan nama Giovanni Bernardone adalah berketurunan bangsawan, bapaknya Pietro seorang pedagang Kain tersohor di Kota Assisi-Italia. Sebagai seorang anak bangsawan masa kecil dan masa muda St. Fransiskus Asisi penuh dengan gegap-gempita hedonisme.
Habitus kehidupan St. Fransiskus berubah ketika ia mengalami desolasi batin akibat perang Salib pada 1201 di Perugia. Dari pengalaman pendekapan dalam penjara itulah yang membangkitkan solidaritas universal dalam diri Santo pelindung Hewan, Lingkungan Hidup, dan Pedagan itu.
Salah satu ciri khas Santo yang mengalami Stigmata pada 17 September 1224 di La Verna-Firensa-Italia itu adalah SOLIDARITAS HUMANIS dan EKOLOGIS.
Solidaritas Humanisme St. Fransiskus Asisi itu terlihat dari konsistensinya dalam menjunjung tinggi nilai-nilai humaniora dengan mendirikan ORDO FRATRUM MINORUM (OFM) atau SAUDARA-SAUDARA DINA yang akrab di sapa FRANSISKAN pada 24 Febuari 1209.
Tupoksi hakiki OFM yang substansial sebagai cita-cita St.Fransiskus Asisi ialah Persaudaraan Semesta dan Perdamaian Dunia, (https://id.wikipedia.org/, 22/08/2022).
Mengenal Sri Paus Fransiskus
Kita juga berbangga bawah sesuai konteks Kaosatik Global dewasa ini hadir Oase atau Angin Sejuk Santo Fransiskus Asisi Baru atau Alter Saint France Of Asisi di tengah dunia, yakni Paus Fransiskus I pada 13 Maret 2013 pada hari kedua Konklaf Kepausan 2013.
Sangat harus disyukuri karena Visi dan Misi kenabian Santo Fransiskus Asisi itu pasalnya hendak diaplikasikan dan diimplementasikan oleh Paus Fransiskus, (https://id.wikipedia.org/wiki/, 22/08/2022).
Hal ini ditandai dengan lahir dan hadir di tengah-tengah dunia beberapa Dokumen Resmi Gereja Katolik Roma yang sangat berpihak pada Dialog Humanis dan Rekonsiliasi Ekologis dalam rangka mengehentikan Genosida dan Ekosida Global melalui Global Warming, Perang Nuklir dan Atom, Eksploitasi Ekologi, Dialog Kemanusiaan, Rekonsiliasi Ekologis, dan Solidaritas Universal, antara lain;
Pertama, Ensiglik LAUDATO SI ( 18 Juni 2015), Isi ringkasnya berupa keprihatinan Gereja Katolik Universal terhadap fenomena krisis ekologis yang sudah mulai merosot absolut, (https://id.wikipedia.org/wiki/Laudato_si, 22/08/2022).
Di dalamnya terdapat tawaran-tawaran pendekatan ekologis yang lebih ramah, harmonis dan persuasif sehingga BUMI MENJADI RUMAH TERINDAH dan TERNYAMAN.
Kedua, Dokumen Abu Dhabi (3-5 Febuari 2019), Berbicara tentang PERSAUDARAAN MANUSIA UNTUK PERDAMAIAN DUNIA DAN HIDUP BERAGAMA, (https://id.wikipedia.org/wiki/, 22/08/2022).
Ketiga, DOKUMEN QUERIDA AMAZONIA (Amazon Tercinta), terbit pada 14 Febuari 2020. Berbicara tentang Wilayah Amazon, Paru-paru Dunia Yang Terpanggang Akibat Kebakaran, (https://www.hidupkatolik.com/2020/02/23/46651/, 22/08/2022).
Keempat, Pengakuan Vatikan Terhadap Negara Palestina (14 Mei 2015), Berisi Pengakuan Vatikan Atas Kedaulatan Palestina Sebagai Negara Merdeka dari Israel, (https://kolom.tempo.co/read/1002437/, 22/08/2022).
Empat dokumen Paus Fransiskus di atas sedikit banyaknya mampu menjadi Oase atau Angin Sejuk bagi warga semesta untuk memantik Solidaritas Humanis dan Ekologis melalui semangat dialog dan rekonsiliasi damai.
Dalam konteks potret Krisis Humanis dan Ekologis di Papua rasanya semua instansi pekerja kemanusiaan dan keutuhan lingkungan hidup bisa melirik dan menilik dokumen-dokumen Paus Fransiskus itu sebagai sumber atau pijakan referensi perjuangan tanpa ada sentimen Agama.
Selain itu bila kita kritis empat dokumen di atas secara gamblang kita akan melihat sebuah semangat Persatuan, Persaudaraan, Pembebasan, dan Perdamaian Universal.
Paus kita saat ini merupakan Alter Saint Francis And Face Of God atau Santo Fransiskus Lainnya dan Wajah Tuhan. Sebab Kepekaan, kepedulian dan keprihatinannya memanifestasikan Passion Santo Fransiskus Asisi dan Cinta Kasih Tuhan.
Paus Fransiskus seperti memiliki penciuman pelanggaran HAM dan kehancuran ALAM yang tajam, sehingga di mana ada masalah HAM dan Alam di sana pasti ada Bapa Suci, seperti di Amazon, Palestina, Abu Dhabi, Filipina, Uganda, Ukraina, Russia dan lainnya.
Kenapa Papua Butuh Kunjungan Paus?
Pada dewasa yang penuh dengan praktek-praktek pelanggaran HAM dan kehancuran ALAM, sudah saatnya Orang Asli Papua khususnya umat Katolik, agar belajar mencintai sesama dan alam berdasarkan inspirasi St. Fransiskus Asisi dan Paus Fransiskus di wajah tulisan ini.
Selain itu cita-cita, impian dan harapan seluruh bangsa Papua, khususnya orang asli Papua yang beragama Katholik adalah kunjungi Sri Paus di Papua untuk melihat, memahami , menghayati, mendalami, dan mengalami secara langsung apa yang dialami oleh bangsa Papua.
Dari sinilah muncul sebuah pertanyaan reflektif, yakni Kenapa Papua Butuh Kunjungan Sri Paus?
Pertama, perlu dipahami secara tegas bahwa penderitaan, penindasan dan penjajahan yang terjadi di Papua selama 60-an tahun terintegrasi secara cacat dalam pangkuan NKRI ini adalah bagian daripada “Dosa Politik-Ekonomi Vatikan”.
Dalam hal ini Paus yang memfasilitasi Pertemuan yang menghasilkan Dokumen yang kini dikenal dengan istilah Roma Agreement itu mesti “mengaku dosa” kepada rakyat Papua dengan dan dalam semangat Sakramen Rekonsiliasi dan Kitab Hukum Kanonik (KHK). Bisakah otoritas Gereja Katolik mengadili dirinya sendiri atas konflik berkepanjangan Papua?
Kedua, baru-baru ini Paus secara cepat menanggapi konflik yang terjadi antara Ukraina dan Rusia yang saling merebut dua wilayah kaya raya (Luhenks dan Doneks) dengan jalan menfasilitasi dialog damai, (https://www.cnnindonesia.com/internasional/, 22/08/2022).
Motif konflik dua negara yang sempat menegangkan ini jika ditelisik dengan baik, maka kurang lebih sama juga yang terjadi antara Papua dan Jakarta. Sehingga sesuai respons Paus yang hendak memfasilitasi dialog damai Ukraina-Rusia. Sekiranya Paus juga mau menjadi memfasilitasi dialog damai antara Jakarta dan Papua.
Ketiga, Vatikan (Kepausan) tidak bisa dipungkiri bahwa punya relasi intim yang spesial dengan pemerintah Indonesia. Ada satu hal yang perekat relasi ini, yakni sumbangsih Vatikan sebagai salah satu negara yang pertama-tama mengakui kedaulatan dan kemerdekaan bangsa Indonesia atas penjajahan Belanda pada 6 Juli 1947. Hal ini tidak terlepas dari lobi-lobi mediang Mgr. Albertus Soegijopranoto dan Paus Pius XII, (https://www.kompas.com, 22/08/2022).
Hingga saat ini baru satu Paus yang pernah berkunjung ke Indonesia, yakni Paus Yohanes Paulus II pada 9 sampai 14 Oktober 1989 yang berkunjung ke Indonesia dengan membawa misi perdamaian seperti biasanya, (https://kompaspedia.kompas.id, 22/08/2022).
Belakangan muncul wacana kedatangan Paus di Indonesia, sehingga penulis merasa sudah saatnya Paus juga secara khusus berkunjung ke Papua. Karena otoritas Vatikan mesti sadar bahwa Ia adalah salah satu aktor kunci dalam konflik Jakarta-Papua sejak 1960-an hingga detik ini selain Amerika, Belanda, PBB dan NKRI.
Sekali lagi Paus Fransiskus hanya bisa menjadi manifestasi Santo Fransiskus Asisi Yang Nyata di dunia jika beliau mau berkunjung dan bersolideritas bersama bangsa Papua.
Selama Paus Belum Sebut Nama Papua dan memberkatinya, maka adalah sebuah ketakterlengkapan Misi Persaudaraan dan Perdamaian yang sedang diperjuangkan oleh Paus Fransiskus di dunia.
Harapannya di hari penuh rahmat bagi seluruh umat Katolik, khususnya Bapa Fransiskus yang memakai nama Fransiskus Sebagai Nama Kepausan di berih kesehatan yang baik, kelancaran dan kesuksesan dalam tugas kenabian Gereja, dan mengalami pencapaian pelayanan Panggilan yang tinggi. Semoga Bapa Suci semakin peka dan mampu tampil sebagai DUTA DAMAI bagi bangsa-bangsa yang belum Damai. Jika itu benar pasti suatu saat dalam waktu yang tidak lama ini Engkau akan hadir di tengah Penderitaan dan Penindasan orang asli Papua.
)* Penulis Adalah Mahasiswa Sekolah Tinggi Teologi-Filsafat “Fajar Timur” Abepura-Papua.