Oleh: Ever Otniel Asentowi
“Kalau sudah besar kamu mau jadi apa?” Pertanyaan itu sering saya dengar pada saat masa kanak-kanak. Ada kalanya dengan mudah saya menjawabnya. Tetapi ada kalanya juga susah untuk menjawab, sebab saya punya banyak cita-cita sehingga saya sendiri menjadi bingung.
Cita-cita timbul dari minat. Tiap orang perlu memiliki minat. Minat adalah sesuatu yang mendefinisikan diri kita. Minat menambahkan kegembiraan pada tiap kegiatan yang kita lakukan. Ibarat bumbu yang membuat makanan menjadi sedap, begitu pula minat membuat seluruh kegiatan menarik.
Minat merupakan sumber motivasi kita terhadap sesuatu, misalnya berupaya belajar untuk memperoleh kegembiraan dari apa yang kita minati. Pada semua tahap usia, minat memainkan peranan penting dalam kehidupan sehari-hari dan berdampak pada sikap.
Minat biasanya mulai tumbuh saat masa kanak-kanak, antara lain pada sekolah dan hingga nanti di pekerjaan. Minat ini mempengaruhi bentuk dan intensitas aspirasi kepada pemuda atau penerus negeri Papua. Sebagai hasilnya, muncullah cita-cita itu.
Minat itu berbeda dari kesenangan, sebab kesenangan itu mucul secara tiba-tiba atau mendadak dan bersifat sementara, misalnya pesta miras, narkoba serta kesenangan daging lainnya. Sedangkan, minat tumbuh dalam proses kehidupan dan bersifat permanen atau tetap. Minat juga berbeda dengan obsesi, yaitu gangguan pikiran yang merusak atau mempengaruhi jiwa.
Pemuda atau penerus tanah Papua tertutup minat dan cita-cita. Ia seakan tidak punya cita-cita dan para penidas, kapitalis menggunakan cara lain yang halus untuk menutupi minat dan cita-cita anak Papua.
Faktor-faktor yang turut memberikan atau membentuk minat dan cita-cita penerus negeri Papua ialah 0rang tua yang demokratis dan menghargai tunas atau penerus Papua, menyuburkan pertumbuhan minat anak, orang tua yang mengajarkan disiplin waktu dan ilmu pada anak. Bukan orang tua yang mengikuti permainan halus kapilitas untuk kasih punah cita-cita atau minat anak Papua. Minat itu tertuju pada profesi tertentu, misalnya guru, dokter, pilot, perawat dan yang lainnya.
Pada konsep ini, penerus negeri dan bangsa belum realistis atau berpegang pada prinsip. Misalnya, seorang anak yang tertarik menjadi Pilot karena seragam yang indah dan bagus. Ketika meranjak dewasa, kita mulai memperhitungkan kemampuan kita, apakah saya bisa atau tidak ?
Orang tua selalu hadir dalam perkembangan minat dan cita-cita untuk memberikan pertimbangan. Meskipun sebagian orang tua kita yang kurang memahami seluk beluknya kita dalam sebuah profesi tertentu, namun pertimbangan orang tua selalu berguna untuk penerus negeri Papua.
Hitam kulit dan rambut keriting itu hidup dengan cita-cita yang cerah tanpa tinta hitam adalah menghasikan dan sungguh asyik menjalankan hidup dengan sebuah visi dan misi di negeri dan bangsanya sendiri. Tetapi hidup pada lain pihak, istilahnya seorang anak yang menjadi anak tiri ayah atau ibu, hidup dengan cita-cita yang menggelisahakan dan bisa jadi hidup dengan cita-cita yang menjadi buram.
Minat dan cita-cita membuat penerus negeri Papua memasuki masa depan sambil mengharapkan untuk hidup dan jaya di gunung, air, dan lembah yang luas di negeri Papua. “Masa depan sungguh ada, dan pengharapan tidak pernah hilang dari jiwa atau diri kita”.
Sebuah minat dan cita-cita anak negeri papua bagaikan mimpi dalam tahun, bulan, hari-hari bergantian.
Papua membutuhkan perhatian dalam pendidikan, kesehatan, dan sumber daya manusia, bukan TNI/Polri. (**)