DIPTAPAPUA.com – Obor Untuk Papua –
Oleh: Boban Abdurazzaq Sanggei)
Pada tanggal 15 Maret 2022, di Dekai, Yahukimo kembali memanas, ribuan masyarakat turun ke jalan untuk menolak pemekaran di pulau Papua yang didorong oleh DPR RI ke pemerintah pusat. Dari aksi tersebut mengakibatkan 2 orang kehilangan nyawanya dan beberapa lainnya mendapat luka yang kritis. Hal ini tentunya menjadi perbincangan bagi masyarakat dan mahasiswa di luar Papua. Pembahasan kali ini tidak pada pelanggaran yang dilakukan oleh aparat keamanan tapi lebih ke memprediksi dampak yang nantinya akan fatal di tahun-tahun berikutnya setelah provinsi baru diresmikan dan tentunya hal ini bisa menjadi sebuah pertimbangan bagi pemerintah untuk memikirkan lagi soal pemekaran ini.
Daerah Otonomi Baru (DOB) di wilayah Papua merupakan program pemerintah yang sudah direncanakan dari tahun 2021, dilansir dari pernyataan kementerian politik hukum dan keamanan pemekaran ini bertujuan untuk mempertimbangkan kepentingan strategis nasional dalam rangka mengokohkan NKRI dan untuk mempercepat pembangunan kesejahteraan masyarakat serta mengangkat citra positif Indonesia di mata internasional. Hal ini juga didorong oleh DPR RI yang menginginkan pemekaran ini cepat untuk dilaksanakan. Dikarenakan dorongan dari DPR RI inilah yang menyebabkan turunnya masyarakat Papua ke jalan untuk menolak pemekaran ini dan ditambah lagi dengan tidak adanya keterlibatan Majelis Rakyat Papua(MRP) dan pemerintah daerah dalam keputusan pemekaran ini.
Namun hal ini tentunya bertolak belakang dengan keinginan yang dimiliki oleh masyarakat. dalam wawancara yang penulis lakukan dengan salah satu masyarakat ia mengatakan bahwa “tentang pemekaran provinsi, kabupaten atau kota di wilayah adat Lapago dan Mepago tentu ditolak secara tegas oleh masyarakat”, “kecuali masyarakat yang kontra itu pun mendapat suap dari Elit lokal Papua untuk mendukung pemekaran tersebut” lanjutnya. Dia juga menambahkan “belum ada sosialisasi atau pembicaraan ke masyarakat lokal, yang punya kepentingan ini hanya Elit-Elit politik sendiri yang memaksa pada kementerian dalam negeri untuk segera membentuk DOB”.
Dari wawancara di atas Bisa dipastikan rencana pemekaran ini hanyalah dorongan dari para Elit politik yang menggunakan kuasa mereka untuk mendapatkan kekayaan yang lebih, tidak semua orang asli Papua menginginkan pemekaran. Dan hal ini juga tentu akan menyebabkan berkurangnya populasi orang asli Papua (selanjutnya akan ditulis OAP), seperti yang ditulis dalam buku “ORANG ASLI PAPUA: Kondisi Sosial Demografi dan Perubahannya” di situ disebutkan bahwa jumlah penduduk asli Papua dan Papua barat pada tahun 2015 masing-masing hanya 1,23 persen dan 0,34 persen dari jumlah penduduk Indonesia. Tetapi laju pertumbuhan penduduk di dua provinsi ini masih tinggi. Tingginya laju pertumbuhan penduduk ini disebabkan oleh besarnya arus migrasi masuk ke provinsi Papua dan Papua barat yang dimulai dari tahun 1963 hingga saat ini.
Pemekaran ini akan menjadi suatu pijakan atau pintu masuk migrasi secara besar-besaran ke pulau Papua dan tidak bisa dipungkiri dengan rendahnya SDM yang dimiliki oleh orang Papua, mereka akan tersingkir dengan sendirinya, seperti yang disebutkan dalam buku “ROAD MAP PAPUA” bahwa salah satu kegagalan pembangunan di pulau Papua secara keseluruhan dalam bidang pendidikan dan kesehatan. Jika dilihat dari indeks pembangunan manusia (IPM) provinsi Papua barat masih berada di peringkat kedua terbawah setelah provinsi Papua. Dan dari pembacaan saya ke depan jika pemekaran ini dilakukan masyarakat Papua atau OAP akan kelaparan di tanahnya sendiri karena mereka masih belum memiliki siap untuk hidup di daerah yang ekonominya bergantung pada pasar.
Tentu dalam sebuah pemekaran pasti saja membutuhkan banyak lahan serta hutan yang harus digusur dan juga tanah adat milik OAP akan diambil entah itu melewati negosiasi atau memakai tindakan represif dari oknum-oknum tertentu. Dari beberapa kasus yang sudah berlalu banyak sekali kesepakatan-kesepakatan gelap yang dilakukan oleh pihak A dengan salah satu anggota suku yang membutuhkan uang. Dari kesepakatan-kesepakatan inilah banyak yang tanah yang diambil oleh pihak A untuk dijadikan ladang bisnis, mungkin lebih lengkapnya kalian bisa menonton film dokumenter Watchdoc dengan judul “MAHUZE’S” dan dokumenter yang dibuat The Gecko Project dengan judul “kesepakatan rahasia hancurkan surga Papua”. Karena bisa dipastikan masyarakat adat yang tanahnya akan dijadikan sebagai kabupaten dan provinsi baru akan menolak hal itu, bahkan negara membayar dengan harga yang sangat fantastis pun akan ditolak.
Dari data-data yang ada tentu topik ini sangat penting untuk dibahas serta di teliti lebih jauh mengapa para Elit-Elit politik ini menginginkan pemekaran secepatnya, jika alasannya untuk pembangunan dan menyejahterakan masyarakat mengapa tidak diberikan sosialisasi lebih dulu. Dan anehnya seperti pernyataan kementerian politik hukum dan keamanan tentang mengangkat citra positif Indonesia di mata internasional sebenarnya hanya sebuah pencitraan bagi pemerintah untuk meredam isu pelanggaran HAM di sana.
Pemerintah seharusnya lebih concern terhadap permasalahan manusianya terlebih dahulu seperti para pengungsi intan jaya yang masih menyebar di beberapa wilayah dan sampai saat ini belum ada kejelasan hidup dari mereka. Saya pribadi pun masih bingung dengan pergerakan pemerintah yang tidak bertumpu pada keinginan masyarakat, dan bisa di prediksi pemekaran ini hanya untuk mempermudah perizinan industri ekstraktif yang nantinya akan beroperasi di beberapa titik di pulau Papua, salah satunya intan jaya yang merupakan salah satu wilayah yang memiliki tambang emas blok wabu yang masih terkandung ratusan juta ton bijih emas. Inilah alasan mengapa terjadi konflik di intan jaya.
Balik ke pemekaran, masyarakat adat tentu menolak hal ini karena di satu sisi mereka sangat bergantung pada alam serta menghormatinya dan jika mereka dipaksakan untuk ikut atau masuk dalam dinamika ekonomi negara maka bisa dipastikan masyarakat akan sulit beradaptasi serta mereka akan hilang secara perlahan. Dan seperti pembahasan di atas pemekaran ini bukan hanya menjadi pintu masuk migrasi secara besar-besaran akan tetapi hal ini bisa menjadi ladang bisnis bagi pengusaha karena pulau papua masih sangat luas dan belum banyak terjamah oleh tangan manusia oleh karena itu pemekaran ini harus segera di hentikan.
Dari sini ada pertanyaan yang muncul dan saya khususkan kepada pemerintah serta para manusia yang tergila-gila dengan diksi kemajuan “apakah kalian tidak sadar, segala hal yang bersangkutan dengan diksi kemajuan itu didasari oleh keinginan para kapitalis atau koorporat?”. Kalian dengan polosnya menerima mereka dan dengan kejamnya mengusir masyarakat yang sudah bertahun-tahun tinggal di sana dengan dalih untuk negara, untuk kesejahteraan masyarakat, untuk pemasukan negara “tapi kalau boleh jujur negara ini memang dikuasai oleh pebisnis”. memangnya orang-orang ini bukan bagian dari negara atau sebetulnya pulau ini hanyalah jajahan yang kalian ambil sumber daya alamnya dan kalian bunuh manusianya lalu kalian tinggalkan saja mereka seperti itu.
Mungkin ketika membaca paragraf di atas pasti respon yang kalian keluarkan berupa kalimat yang cukup kasar dan tidak sepakat, saya masih memandang nilai tradisional dan adat istiadat masih memiliki nilai yang tinggi serta mungkin beberapa dari kalian berpendapat bahwa jika manusia ingin menuju pada perkembangan dan kemajuan peradaban maka dia harus meninggalkan setiap bentuk kepercayaan dan tata nilai tradisional namun hal ini tidak bisa diimplementasikan pada masyarakat papua karena tata nilai yang berada di masyarakat adat di Papua semuanya positif dan bisa berkembang dan maju dengan adanya pembaharuan tanpa meninggalkannya.
Jadi terkait dengan berbagai macam masalah yang telah terjadi di sana mulai dari ekonomi, HAM, sejarah dan lain-lain hanya ada satu solusi yang bisa meredakan itu semua, yaitu berikan hak mereka untuk menentukan nasib sendiri. Setelah itu baru kita lihat apa yang akan terjadi ke depan, jika pemerintah tidak memberikan hal itu maka asumsi saya terhadap keputusan mereka merupakan sebuah kesengajaan dan mereka hanya memerlukan sumber daya alam di pulau Papua.