Penulis: Kaleb Wabia
Setiap manusia yang dilahirkan ke dunia ini, memiliki jalan dan karakter hidup yang berbeda, seperti: Seorang bayi yang dilahirkan ada yang melalui rahim Ibunya dan ada pula yang dilahirkan dengan cara operasi. Juga pada saat dilahirkan, ada yang menangis, ada juga yang diam (tidak menangis). Oleh karena itu diambil kesimpulan bahwa tiap manusia memiliki jalan dan karakter hidup yang berbeda satu dengan yang lainnya.
Pada tanggal 29 september 1990, aku dilahirkan di Kampung Jandurauw Distrik Kebar. Menjalani study pada tahun 1996, di Sekolah Dasar (SD) YPK Anjai dan selesai pada 2004. Saat itu juga mendaftar ke Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) Kebar dan selesai pada tahun 2007. Kemudian, melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas (SMA) Persiapan Amberbaken dan selesai pada tahun 2010. Setelah mendengar hasil ujian SMA, saya mencapai hasil yang sangat baik, dengan harapan, saya akan melanjutkan ke Universitas Negeri Papua (Unipa), namun harapan itu sia-sia, karena orang tua tidak mampu membiayai study selanjutnya.
Sia-sia harapan yang terjadi, maka saya mengambil keputusan untuk mencari jodoh, dengan harapan ia pasti membuat aku bahagia selamanya. Akhirnya pada tahun 2013 saya menemui seorang gadis dan membawanya menjadi pendamping istri. Aku selalu merasa bahagia bersamanya. Setahun kemudian kami diberi anugerah Tuhan sehingga mendapat seorang anak laki-laki, kami bersyukur dan merasa bahagia dan selalu tersenyum. Walau kami telah membentuk rumah tangga tersendiri, namun kami selalu diberi nasihat oleh Bapak dan Ibu, sebagai bekal dalam perjalanan hidup.
Awal tahun 2015 bulan Januari, harapan pun lenyap dari pandangan kami karena Bapa yang selalu memberi nasihat dipanggil pulang ke Surga. Setelah bapak meninggal, istriku mulai mempertahankan prinsipnya agar kami harus pergi ke negerinya dan tinggal bersama keluarganya di sana. Sedangkan rasa sedihku karena bapa yang baru saja meninggal, belum berhenti. Namun terpaksa, aku harus meredam kesedihan itu di dalam hati dan merelakan diri untuk pergi, akan tetapi kesedihanku tambah membara karena aku tinggalkan Ibu dan sanak saudara, semuanya.
Sementara menetap di sana, aktivitas dalam keluarga maupun tetangga-tetangga, aku turut mengerjakannya bersama mereka. Dan terjadi kesalah pahaman antara keluarganya, aku ikut serta untuk menyelesaikannya. Sementara menjalani semua dengan tulus hati. Kami diberi Anugerah Tuhan seorang buah hati yang kedua, perempuan pada tahun 2017 yang lalu.
Pada tahun 2019 aku pun ikut serta dalam percaturan politik. Saya mencalonkan diri sebagai calon anggota legislatif. Namun gagal, karena suara tidak mencukupi. Pada bulan september tahun yang sama , Tuhan memberikan kepada kami seorang anak perempuan, akan tetapi Tuhan mengambilnya kembali ke sisinya.
Sementara menetap bersama mereka sejak tahun 2013 hingga 2019, aku selalu merindukan kampung halaman dan orang tua, namun aku tidak bisa berkata-kata kepada siapapun, sehingga aku mengambil keputusan untuk boleh tinggal di sana, tetapi harus menikah di Jemaat/ Kampung halamanku, agar ada keseimbangan antara keluarga kami, akan tetapi semuanya tidak berjalan seturut dengan apa yang aku pikirkan dan inginkan, istri aku pun mempertahankan prinsipnya sehingga terjadi kesalah pahaman dan menyebabkan istri mengambil keputusan untuk berpisah.
Menjalani semua peristiwa yang terjadi, aku tidak menyadari diri dan aku bertanya tanya mengapa harus terjadi demikian? Namun aku kembali merenungkan dan sadar, bahwa setiap manusia memiliki jalan dan karakter hidup yang berbeda.
Pesan saya “jangan pernah menyerah dan mundur sejengkal pun dalam menjalani tantangan dan rintangan dalam hidup”. (**)