SURABAYA, diptapapua.com – Melawan lupa 22 tahun berlangsung tragedi Biak Berdarah yang terjadi pada 6 Juli 1998, Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) Komite Kota Surabaya adakan diskusi dan nonton barang (Nobar) pada Senin (06/07/2020) pukul 18.30 hingga 23.00 WIB di Asrama Papua, Jalan Kalasan no. 10 Kota Surabaya.
Diskusi dan Nobar yang dihadiri oleh kurang lebih 30 Mahasiswa Papua itu, dimulai dengan pemutaran video pengakuan salah seorang korban dalam tragedi Biak Berdarah yaitu Tinike. Dalam pengakuan tersebut, dia menceritakan tentang bagaimana perlakuan aparat militer terhadap masyarakat Biak pada tragedi saat itu.
Dilanjutkan dengan diskusi seputar persoalan kekerasan yang dilakukan oleh aparat militer di Papua atau khususnya yang terjadi di Biak 22 tahun lalu. Diskusi tersebut dipantik oleh Yonas Simbiak dan Richardany Nawipa dan dipandu langsung oleh Ketua AMP Komite Surabaya, Alin Tekege. Usai diskusi dan nobar, diakhiri dengan pambacaan pernyataan sikap yang dibacakan oleh Alin Tekege.
- Negara bertanggung jawab atas tragedi Biak Berdarah 1998 yang telah menewaskan ratusan nyawa manusia dan rentetan pelanggaran HAM lainnya di Papua Barat.
- Buka ruang demokrasi seluas-luasnya dan jaminan kebebasan Jurnalis dan Pers di Papua Barat.
- Tarik Militer (TNI/POLRI) organik dan non organic dari seluruh tanah Papua Barat.
- Tutup dan hentikan aktifitas eksploitasi semua perusahaan MNC milik Negara-negara imperialis; Freeport, BP, LNG Tangguh, Corindo, Kelapa Sawit, Perusahaan Semen dan lain-lain dari seluruh tanah Papua Barat.
- Tolak Otsus Papua jilid II dan Menentukan nasib sendiri sebagai jalan demokratis bagi bangsa Papua Barat.
- Berikan hak menentukan nasib sendiri bagi rakyat bangsa Papua Barat sebagai solusi demokratis dan sebagai jalan keluar dari beragam tragedy berdarah maupun operasi militer selama 58 tahun.
Alin Tekege menutup dengan menegaskan bahwa “Persoalan Biak berdarah adalah persoalan kita bersama jadi mari kita bersuara, jika bukan kita yang bersuara siapa lagi”. (N/F: Maxi)