DIPTAPAPUA.com – Obor Untuk Papua –
Kasus diskriminasi terhadap mahasiswa asal Papua kerap terjadi, termasuk di Kabupaten Jember. Salah satunya dialami oleh Kostantina (24), pada Agustus 2019 lalu. Saat itu, Mahasiswa Papua yang berkuliah di Kabupaten Jember diundang untuk mengikuti kegiatan Karnaval Agustus-san di Kecamatan untuk menampilkan budaya Papua di panggung.
Yang membawakan budaya Papua di panggung festival adalah salah satunya yang mendapatkan rasis bernama Kostantina menari bersama enam orang lainnya yang bukan dari Papua. Panitia sempat mengarahkan Kostantina untuk memegang tangan dengan Bupati Jember dan mengajak menari bersama-sama.
Namun, tiba-tiba tangan Kostantina ditarik diminta keluar dari kegiatan karnaval tersebut dengan alasan mengenakan pakaian yang tak sopan budaya pornografi dll. Padahal saat itu Kostantina mengenakan pakaian adat khas Papua yang sudah dimodifikasi.
“Polisi tarik saya tangan lalu di suruh keluar karena pakaian dianggap kurang sopan dan tidak pantas. Hal itu dikatakan setelah saya ditarik keluar. Saya merasa tersingung karena budaya saya seperti itu, “kata Kostantina saat ditemuisuaracendrawasih.com pada hari sabtu, (15/04/2023), tepatnya di Dabelway Unej, pukul 12.00 WIB.
“Saat itu, saya merasakan diskriminasi. Seharusnya kita sebagai manusia menghargai, melestarikan, merawat tradisi dan adat bukan malah dilecekan,” jelas Kostantina.
Ia mengaku ikut kegiatan karnaval dan menampilkan budaya Papua karena menghargai undangan. Namun tindakan yang dialami membuat Kostantina kecewa.
“Tindakan aparat itu membuat saya benar-benar kecewa, dan banyak teman-teman Papua juga ikut kecewa. Seharusnya sebelum menampilkan tarian, mereka bisa bicara apa yang boleh dan tidak boleh kita kenakan, termasuk urusan kostum. Bukan menarik tangan saya yang sedang menari di hadapan banyak orang. Saya benar-benar kecewa dan malu bahkan menyesal kenapa ikut kegiatan ini,” tutur Konstantina.
Kasus ini, secara organisasi PERMAPPA Jember tidak menanggapi dikarenakan bersamaan dengan kasus RASISME di Surabaya waktu itu. Tetapi kami tanggapi secara tulisan kepada oknumnya.
Apropriasi “Kultur Papua”?
Mengenakan budaya wilayah lain tanpa memahami maknanya. Dari itulah kami orang Papua di Jember sadari bahwa seperti yang telah dilakukan oleh warga Rambipuji, Jember, Jawa Timur, Sabtu 16 September 2023 adalah Pemalsuan budaya Papua, dengan kata lain pelecehan budaya secara serius.
Perilaku semacam Ini adalah murni Program ‘KOLONIALISME’ yang meng-Indonesiakan orang Papua secara paksa.
Baca juga: Anak Presiden Jokowi Pakai Pakaian Adat Asal Papua: Apropriasi Kultur ?
Dalam memory ingatan Rakyat Papua bahwa negara Indonesia telah memanipulasi sejarah politik bangsa Papua dan kini budaya pun sedang di-Apropriasi dengan jargon budaya Nusantara milik warga negara Nusantara Indonesia.
Semua demi melegalkan kedudukan ‘aneksasi’ Indonesia di Papua. Tidak ada alasan menghormati budaya orang hanya dengan kenakan pakaian adat suku wilayah lain tanpa memahaminya.