Yayasan Pusaka Bentala Rakyat mendokumentasikan sepanjang bulan April
2020 hingga saat ini Juni 2020, terjadi kasus-kasus kekerasan, penangkapan, pengrusakan harta benda, pengungsian internal, intimidasi hingga ancaman pembunuhan yang dialami masyarakat adat dan Pembela HAM Lingkungan, yakni: masyarakat adat Moskona di Kabupaten Teluk Bintuni (April 2020), masyarakat adat Aifat di Kabupaten Maybrat (April – Mei 2020), Pembela HAM lingkungan di Kampung Ikana, Kais Darat, Kabupaten Sorong Selatan (Juni 2020), dan di Kali Kao, Distrik Jair, Kabupaten Boven Digoel (Juni 2020), Provinsi Papua. Beberapa kasus diantaranya terjadi pengulangan kekerasan terhadap korban Pembela HAM Lingkungan.
Berdasarkan laporan dan investigasi yang kami lakukan, kasus-kasus kekerasan memprihatinkan dan terjadi pada masa pandemi Covid19 tersebut, diduga berhubungan dengan sikap masyarakat adat dan Pembela HAM Lingkungan untuk menyuarakan, mempertahankan dan membela hak-hak dasar, hak untuk hidup, hak atas tanah, hak atas lingkungan, hak atas pangan, hak atas mata pencaharian mereka, yang terancam hilang dan dirampas untuk kepentingan korporasi dan akumulasi modal dalam usaha perkebunan kelapa sawit dan pembalakan kayu.
Pembela HAM Lingkungan adalah garda depan perjuangan untuk kelestarian
lingkungan dan keberlangsungan hidup manusia di bumi. Negara mempunyai
kewajiban untuk melindungi dan menghormati hak-hak Pembela HAM
Lingkungan, sebagaimana diatur dan dijamin dalam kebijakan internasional dan peraturan perundang-undangan, antara lain: Deklarasi Pembela HAM (Desember 1998); konstitusi UUD 1945, Pasal 28C; Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Pasal 100; Undang-Undang No. 11 Tahun 2005tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya ; Undang-Undang No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, Pasal 10; Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2008 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pasal 66; Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, Pasal 4; Undang-Undang No. 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum, Pasal 9 dan 11.
Demikian pula, korporasi mempunyai kewajiban dan tanggung jawab untuk
menghormati hak-hak Pembela HAM Lingkungan, sebagaimana ketentuan
kebijakan internasional tentang Deklarasi Pembela HAM (1998); Prinsip
Panduan PBB tentang Bisnis dan HAM (2011); standar terbaik dan komitmen
korporasi tentang pengelolaan berkelanjutan.
Guna mencegah kekerasan dan memberikan keadilan terhadap masyarakat adat dan Pembela HAM Lingkungan di Papua, maka kami meminta dan mendesak kepada:
(1) Kepolisian RI memastikan perlindungan hukum bagi warga dan Pembela
HAM Lingkungan, mengupayakan penegakan hukum secara serius dan adil
atas berbagai laporan masyarakat adat dan Pembela HAM;
(2) Komisi Nasional Hak Asasi Manusia melaksanakan fungsinya sesuai Pasal 8, Pasal 9 dan Pasal 10 Peraturan Nomor Komisi Nasional Hak Asasi Manusia
No 5 Tahun 2015 tentang Prosuder Perlindungan Terhadap Pembela HAM,
untuk melakukan pemantauan dan mencegah berbagai potensi ancaman
maupun pelanggaran HAM pada berbagai aktifitas bisnis di Tanah Papua,
serta mendesak lembaga hukum memastikan perlindungan hukum bagi
warga dan Pembela HAM Lingkungan;
(3) Pemerintah nasional dan daerah semaksimal mungkin menjalankan
kewajibannya mencegah dan memberikan perlindungan kepada setiap
orang dari ancaman / tindakan kekerasan;
(4) Korporasi untuk menghormati hak Pembela HAM Lingkungan untuk
menyuarakan haknya, tidak melakukan tindakan-tindakan yang
mengancam keselamatan Pembela HAM Lingkungan, bertanggungjawab
atas peristiwa kekerasan yang terjadi baik yang secara langsung dilakukan
atau memamfaatkan pihak lain.
Laporan Singkat Dokumentasi Kasus Kekerasan dan Pelanggaran HAM Dialami Pembela HAM Lingkungan di Papua, Periode April – Juni 2020
Kasus kekerasan dan intimidasi terhadap warga dan aktifis sebagai impak dari operasi pengejaran dan menyusul kasus meninggalnya anggota Brimob di areal perusahaan kayu PT. Wana Galang Utama.
16 April – 07 Mei 2020
Aparat gabungan TNI dan Polri melakukan operasi mengejar orang yang diduga sebagai pelaku dan membawa lari senjata milik anggota polisi Brimob Briptu Mesak Viktor Pulung (alm) yang meninggal (14/04/2020) saat bertugas dilokasi basecamp perusahaan kayu PT. Wana Galang Utama (WGU), Distrik Moskona Selatan, Kabupaten Teluk Bintuni. Operasi dilakukan pada wilayah adaministrasi pemerintahan Distrik Moskona Selatan, Kabupaten Teluk Bintuni dan Distrik Aifat Selatan, dan Distrik Aifat Timur Jauh, Kabupaten Maybrat.
Operasi ini membuat warga kampung setempat mengungsi dan menghindar ke dusun dalam hutan, mereka ketakutan dan merasa tidak aman. Operasi ini juga dilaporkan membuat warga mengalami penyiksaan, rumah warga dirusak dan terjadi penangkapan.
Piter Masakoda, Pembela HAM Lingkungan yang aktif menyuarakan keberadaan dan hak-hak dari Suku Moskona di Kabupaten Teluk Bintuni yang terdampak dari aktifitas perusahaan, terkena dampak dari operasi tersebut. Piter Masakoda diawasi dan merasa ditekan secara tidak langsung oleh anggota kepolisian setempat.
Pada 07 Mei 2020, Pemda Maybrat, tokoh masyarakat dan agama, pimpinan
Polres Sorong Selatan dan Dandim Sorong, membuat kesepakatan bersama
terkait dengan operasi pengejaran pelaku yang membawa senjata.
Kasus Kekerasan Terhadap Onesimus Wetaku dan Keluarga
Senin, 01 Juni 2020
Martinus Ohee, warga Kampung Ikana, melakukan kekerasan dan pemukulan
dengan parang terhadap Isak Ky (umur 60 tahun) dan keluarga. Korban lainnya, Dorkas Ky (anak Isak Ky dan isteri dari Onesimus Wetaku), dipukul sebanyak 3 (tiga) kali dan memukul Safira (anak Dorkas Ky, umur 10 tahun). Martinus Ohee juga menyerang Ones Wetaku dengan parang hingga tangan kiri luka terbelah dan memukul Ariance Wetaku (umur 39 tahun) dengan parang hingga mengenai punggung dan kepala korban. Pada pukulan keempat, Ariance melindungi kepalanya hingga terpotong parang. Saat kejadian, terdapat Kepala Kampung Ikana, Sadrak Wetaku (umur sekitar 50 tahun), Baltasar Ky, Herman Sowe dan Yance Gerewas, namun mereka tidak melakukan tindakan berarti mencegah dan melarang pelaku. Mereka justeru mengeluarkan kata-kata provokatif. Ones Wetaku telah melaporkan kasus penganiayaan ini kepada Polres Sorong Selatan (20 Juni 2020). Polres Sorsel telah mengirimkan surat memanggil terhadap pelaku.
Ones Wetaku menduga serangan tersebut berhubungan dengan konflik dan
ketegangan antara warga yang pro dan kontra dengan keberadaan perusahaan perkebunan kelapa sawit PT. Putera Manunggal Perkasa, anak perusahaan ANJ Group, yang beroperasi di wilayah adat mereka. Selama ini Ones Wetaku dan Yakob Sowe, aktif menuntut haknya atas tanah yang dijadikan perkebunan kelapa sawit dan pabrik minyak sawit.
Pada Juli 2019, warga yang pro perusahaan melakukan penyerangan terhadap Yakob Sowe, merusak rumah tinggal dan harta benda milik Yakob Sowe di Kampung Ikana. Kasus ini telah dilaporkan ke pihak Polres setempat dan bahkan melakukan pemeriksaan dikampung, namaun tidak ada penyelesaian kasus berarti. Pelaku penyerangan tidak pernah dihukum dan ditahan.
Ones Wetaku beberapa kali diancam dibunuh dan mengalami teror. Pada Maret 2018, isteri Onesimus Wetaku diserang dengan menggunakan parang oleh salah seorang warga (HS) yang diketahui bekerja sebagai Humas perusahaan. HS juga memotong tanaman hias milik keluarga YS dan mengucapkan kata-kata caci maki yang merendahkan martabat keluarga YS dan OW.
Kasus Serangan Terhadap Petrus Kinggo dan Keluarga
Minggu, 21 Juni 2020
Sebanyak empat orang yang bekerja dan tinggal di areal perusahaan perkebunan kelapa sawit PT. Tunas Sawa Erma POP A, (Korindo Group), Camp19, menggunakan kendaraan truk, mendatangi Dusun Kali Kao, Distrik Jair, Kabupaten Boven Digoel. Dua orang diantaranya, memasuki rumah kediaman Petrus Kinggo (PK), sambil mencari menanyakan PK dengan nada kasar hendak menyerang. Dua orang lainnya berdiri dipinggir jalan sambil mengawasi warga dan menunjukkan wajah tidak bersahabat.
Mereka berdua juga memasuki rumah beberapa warga sambil menanyakan
keberadaan PK dan membuat ancaman. Mereka mengambil busur dan anak
panah, serta parang di rumah keluarga Wiro Gonekasan dan rumah Natalis,
sambil mengancam melakukan kekerasan. Kaca jendela rumah Wiro dipukul
dengan parang hingga pecah. Namun PK sedang tidak berada ditempat.
Kejadian tersebut membuat warga Kali Kao, PK dan keluarga cemas dan merasa tidak aman. PK sudah melaporkan kejadian tersebut kepada Pos Polisi di Camp19. Anggota Pospol sudah mengumpulkan keterangan dari saksi dan mendokumentasikan barang bukti.
PK pernah mengalami kejadian serupa melibatkan anggota TNI (berinisial R) dan beberapa orang tidak jelas namanya pada Juni 2019. Anggota TNI dan orang tidak dikenal dalam keadaan mabuk mendatangi dan mengetuk rumah PK dengan keras saat tengah malam. Mereka menanyakan keberadaan PK yang saat itu tidak sedang di rumah dan sedang berada dirumah mertua di Kali Kao.
PK menemui anggota TNI tersebut dan dengan sikap mengintimidasi, menuduh dan menanyakan hubungan PK terhadap kasus kematian seseorang yang tidak diketahui. PK merasa sikap dan tindakan tersebut dilakukan untuk
mengintimidasi PK dan keluarga.
Pada Agustus 2018, PK menemukan foto dirinya disebar pada areal perusahaan PT. Berkat Cipta Abadi (milik Korindo Group) dan diduga disebar oleh pihak perusahaan Korindo. Pada September 2018, PK bertemu manager perusahaan Korindo untuk menanyakan tujuan penyebaran foto diri tersebut, namun tidak ada penjelasan ataupun klarfikasi atas penyebaran foto tersebut hingga saat ini. Penyebaran foto diri ini kembali terjadi pada Mei 2020, beberapa waktu setelah PK membantu keluarga korban MB yang meninggal setelah terjadi pemukulan oleh anggota Polisi di Kantor Umum PT. Tunas Sawa Erma POP A, Camp 19, Asiki, Boven Digoel (16 Mei 2020).
Kontak Person
Franky Samperante, +62 813 1728 6019
Tigor G Hutapea, +62 812-8729-6684