DIPTAPAPUA.com – Obor Untuk Papua –
Oleh: Siorus Degei)
(Potret Persidangan 8 Tapol Papua)
Sebelum menjelaskan proses persidangan delapan tapol Papua yang sarat “ambiguitas dan absurditas” penulis hendak menunjukkan beberapa hal “sandiwara kocak” yang dipertontonkan pihak polisi, hakim dan jaksa.
Pertama, harus diketahui bahwa Polisi, Hakim dan Jaksa tidak punya bukti dan saksi yang kuat untuk menyatakan bahwa delapan mahasiswa pengibar bintang fajar itu salah, pantas dikenai pasal makar, dituduh tapol dan dihukum penjara seumur hidup. Hal ini ditandai dengan tidak hormatnya aparat penegak hukum terhadap asas Praduga Tidak Bersalah dari Delapan Tersangka Makar, (https://jubi.co.id/koalisi-penegak-hukum-dan-ham-papua-dampingi-8-pengibar-bintang-kejora/, Rab. 03-08-2022, Pkl. 14:51 WIT).
Selain itu juga, Koalisi Penegak Hukum dan HAM Papua juga menyatakan bahwa dakwaan Jaksa Penuntut Umum itu tidak cermat, tidak jelas, dan tidak lengkap dalam menguraikan peristiwa pengibaran Bintang Kejora yang didakwakan sebagai makar atau permufakatan untuk melakukan makar, sehingga mereka meminta pembatalan dakwaan demi hukum, ( https://staging.jubi.id/tanah-papua/2022/eksepsi-7-pengibar-bintang-kejora-minta-dakwaan-dinyatakan-batal-demi-hukum/, Rab. 03-08-2022, Pkl. 14:58 WIT).
Kedua, karena tidak punya banyak bukti dan saksi yang mendukung maka pihak kepolisian, kehakiman dan kejaksaan mulai melakoni beberapa opera yang cukup kocak terhadapa kedelapan tapol dalam rangka mencari saksi dan bukti, maka polisi, hakim dan jaksa mulai Menyerang psikologis dan mengkriminalisasi kedelapan mahasiswa itu.
Ketiga, langkah pertama yang mereka (polisi, hakim, dan jakasa) lakukan adalah melalaikan hak hidup sehat dari dua mahasiswa, yakni Malvin Yobee dan Zode Hilapok. Kedua Tapol ini memiliki riwayat sakit yang mengharuskan mereka mengikuti program pengobatan.
Namun sayang aspek ini dilalaikan oleh pihak kepolisian, kehakiman dan kejakasaan. Nanti ketika keudanya sudah mulai kritis barulah pelayanan kesehatan yang memadai itu datang (hal ini sangat persis juga dengan yang dilakukan terhadapa Jubir KNPB Pusat, Victor Yeimo). Yang mengalami sakit parah dan hampir kehilangan nyawa di sini adalah Zode Hilapok, ia sampai munta darah hingga banyak busa dan nana yang keluar dari lida dan bibirnya, (https://suarameepago.com/uncategorized/2022/01/22/quo-vadis-hak-kesehatan-zode-hilapok/, Rab. 3-08-2022, Pkl. 15:01 WIT).
Puji Tuhan, sebab dengan dukung doa dan solidaritas di kalangan akivis HAM, Mahasiswa dan rakyat Papua ia mampus memperoleh pelayanan kesehatan yang intens, (https://jubitv.id/salah-satu-pengibar-bintang-kejora-didepan-gor-cendrawasih-dirawat-di-rumah-sakit/, Rab. 03-08-2022, Pkl. 15:02 WIT). Alhasil sampai saat ini, Malvin Yobee dan khususnya Zode Hilapok masih baik-baik saja (begitu pun Sang Patriot Sejati, Victor Yeimo).
Keempat, ketika merasa upayanya gagal, maka pihak kepolisian, kehakiman dan kejaksaan dengan bekerja sama dengan sekutunya mulai menyiasati “sandiwara kocak” lainnya, yakni Menghilangkan Alat Makan (Opreng) Para Tapol.
Tepat pada 27 April sampai 07 Mei 2022 Opreng atau Piring Makan milik Malvin Yobee, Jenderal Aksi Pengibaran Bintang Fajar hilang tanpa diketahui satu pun siapa pelakunya, hal ini menyebabkan Sdr. Malvin tidak mendapatkan jatah makan selama beberapa hari, padalah kondisinya masih dalam proses penyembuhan dari sakit.
Kelima, selain buat onar di dalam Lapas Abe, rupanya dengan bekerja sama dengan aktor luar, opera selanjutnya dibuat pula dalam rangka menyerang psikologis dan pencaharian barang bukti dan saksi, yakni membongkaran dan Pemalangan Kamar Malvin Yobee di Asrama Putra Katolik “Taboria”.
Pada Selasa, 24 Mei 2022, Pastor Rektor Asrama Taboria berserta beberapa penghunia Asrama mulai membongkar Kamr Milik Malvin Yobee, membuang barang-barang miliknya, dan memalang pintu kamarnya. Peristiwa ini sempat viral dan mengundang banyak “perang mulut’ di media sosial, lantaran pelakunya adalah seorang Pastor, Gembala Umat, tapi kelakuannya tidak mencermingkan statusnya.
Keesokan harinya Rabu, 25 Mei 2022, beberapa mantan penghuni asrama mendatangi asrama Taboria. Kemudian mereka bertemu Pastor Rektor dan meminta agar palang pintu kamar dibuka.
Pastor Rektor awalnya “ngotot” untuk tidak membuka palang tersebut, namun karena desakan maka ia mengijinkannya. Setelah membuka palang, beberapa mantan penghuni itu kembali. Beberapa saat kemudian ada polisi yang datang dan memeriksa seputaran asrama.
Ada Apa Dengan Hukum NKRI?
Dari sinilah muncul pertanyaan Ada Apa Dengan Pastor Rektor dan Polisi? Perluh diketahui juga bahwa kedelapan Mahasiswa Pengibar Bintang Fajar itu adalah penghuni Asrama Putra Katolik “Taboria”, jadi tidak mengherankan juga terjadi hal seperti itu.
Karena mungkin sudah habis kesabaran dan hilang kesadaran salah satu petugas Lapas Abe dalam keadaan mabuk menganiaya seorang Tapol atas nama Maksimus You pada Jumat, 29 Juli 2022.
Pasalnya setelah menuaikan ibadah Sore, Maksi dan seorang Tapol lainya (Devio Tekege) masuk ke kamar Sel. Setelah itu tanpa diundang datang seorang petugas LP dalam keadaam mabuk mulai menegur keduanya dengan tuduham bahwa keduanya selalu mengisap ganja.
Namun keduanya menampik tuduha tanpa dasar itu dengan mengatakan bahwa mereka tidak tahu apa-apa terkiat ganja, karena sudah naik pitam tanpa basi-basi Petugas LP tersebut langsung menganiaya Maksi.
Maksi pun mengalami cidera yang cukup serius; pelipis mata kanannya bengkak dan bibirnya pecah luka. Peristiwa ini mendapat respon yang luas dari masyarakat, mereka menyayangkan intansi Lapas Abe dan Petugas yang melakukan penganiyaan tanpa dasar itu, (https://www.odiyaiwuu.com/2022/07/30/mahasiwa-pengibar-dianiaya/, Rab. 03-08-2022, Pkl. 15:06 WIT).
Kepala LP Abepura Sulistyo Wibowo juga membenarkan hal ini bahwa memang ada pengawainya yang dalam keadaan mabuk sempat memukul salah satu Tapol Papua atas nama Maksimus Youw. Dirinya juga akan memastikan apakah petugasnya itu melakukan penganiyaan dalam keadaan beralkohol atau tidak dan akan memperlakukan tegas.
Di sisi lain pada 1 Agustus 2022, Ketua Senat Mahasiswa Universitas Sain Teknologi Jayapura (USTJ), Ronny Tigi melayangkan Laporan Menindak Lanjut Kasus Penganiyaan Saudara Maximus You dengan tiga sikap; 1). Segera menindaklanjuti oknum pengawai yang tidak etis dalam jalankan tugasnya; 2).
Tim kesehatan segera lakukan visum dan memintah pihak Lembaga merawat kesehatan kawan Maxi You; 3). Keterbukaan informasi dalam proses tindakan tegas pelaku untuk memastikan pihak korban puas akan proses ini, (https://jubi.id/tanah-papua/2022/petugas-lp-abepura-yang-memukul-maksimus-you-harus-dihukum/, Rab. 03-08-2022, Pkl. 15:06 WIT).
Tunda Sidang Sebagai Bentuk “Matinya Hukum NKRI” di Papua
Sebenarnya pada Rabu, 30 Mater 2022, masa penahanan 8 Mahasiswa Tapol sudah berakhir. Polda Papua memperpanjang masa tahanan 8 Tapol mulai dari 02 Maret sampai 30 Maret 2022.
Terhitung sudah tiga kali terjadi penambahan masa tahanan; 1). Setelah menjalani 20 hari masa tahanan. Polda Papua menambah masa tahanan pertama selama 40 hari mulai terhitung dari 22 Desember sampai 30 Januari 2022.
Dengan demikian 8 Tapol telah menjalani 60 hari masa tahanan di rumah tanahan Polda Papua; 2). Pada 30 Januari 2022, setelah menjalani 60 hari masa tahanan.
Pihak Polda Papua kembali memperpanjang masa penahanan 8 Tapol selama 30 hari, terhitung mulai dari 31 Januair sampai 02 Maret 2022. Itu berar mereka akam kembali menjalani masa tahanan selama 30 hari ke depan di Rutan Polda Papua; 3). Pada 01 Maret 2022, pihak Polda Papua memperpanjang masa penahanan 8 Tapol lagi, terhitung sejak tanggal 02 Maret 2022-30 Maret 2022.
Jadi jika digabung dari ketiga penambahan masa tahanan ini, maka 8 Tapol sudah menjalani masa penahanan selama 119 har di Rutan Polda Papua. Alasan penahananny adalah; 1). Berkas Berita Acara Pemerikasaan (BAP) belum lengkap, terutama Barang Bukti dugaan makar (BB Makar).
Pada Kamis, 31 Maret 2022, 8 Tapol dipindahkan ke LP Abepura. Meraka sekarang menjadi Tahanan Politik dan di bawah tanggung jawab Kejaksaan Tinggi Papua (Kejati Papua). Mereka akan ditahan selama 14 hari sebelum menjelang proses perisdangan.
Rupanya penyakit Polda Papua sudah tertular ke Kejati Papua. Pasalnya, Kejati memperpanjang masa tahanan 8 Tapol sebanyak dua kali; 1). Sejak 11 April sampai 10 Mei 2022; 2). Sejak 11 Mei sampai 9 Juli 2022. Kedunya ada 60 hari. Berikut beberapa proses siding yanh hemat penulis berlansung “cacat”, (https://jubi.id/tanah-papua/2022/8-pengibar-bintang-kejora-kini-ditahan-di-lp-abepura/, 03-08-2022, Pkl. 15:36 WIT).
Rentetan Sidang 8 Tapol Papua: Sebuah “Anomali Maraton”?
Pertama, pada Selasa, 19 April 2022 berlasung sidang perdana 8 Tapol. Kesan dari Sidang ini adalah bahwa semua tuduhan dan sanksi terhadap para mahasiswa yang akan diganjar seumur hidup yang disiarkan oleh beberapa media online merupakan pembohongan publik. Pasalnya, polisi tidak berwenang memvonis seseorang bermasalah hukum, tetapi hakim di pengadilan setempat, di mana perkara itu diproses.
Pengadilan Negeri Jayapura juga menunda Sidang pembacaan dakwaan bagi delapn Tapol. Sidang ditunda karena kesehatan Tapol tidak memungkinakn, ((https://jubitv.id/pengadilan-negeri-jayapura-tunda-sidang-pembacaan-dakwaan-para-pengibar-bintang-kejora/, Rab. 03-08-2022, Pkl. 15: 19 WIT).
Kedua, Minggu, 15 Mei 2022, sidang 8 Tapol tertunda tanpa alasan jelas, mungking karena alasan kesehatan, namun sepertinya ada upaya untuk “memnyembunyikan” informasi terkait proses perisidangan 8 Tapol dari liputan publik itu masih dominan.
Ketiga, pada Selasa, 17 Mei 2022, Sidang dengan agenda Pembacaan Dakwaan dilakukan secara Virtual. Tujuh Tapol dipanggil ke ruangan khusus di LP AB untuk pembacaan Dakwaan. Sementara Zode Hilapok mengikutinya dari Rumah Sakit Dok II. Meraka membacakan Biodatanya masing-masing dan kronologi aksi 1 Desember.
Sempat terjadi keanehan; 1). Terjadi tolak-menolak antara antara hakim dan jaksa terkait berkas perkara; 2). Hakim dan Jaksa sulit memutuskan apakah Zode disidangkan atau tidak, lantaran ia sakit; 3). Sidang dikrosing sebanyak dua kali, (https://jubi.id/tanah-papua/2022/satu-terdakwa-pengibar-bintang-kejora-sakit-pemeriksaannya-ditangguhkan/, Rab. 03-08-2022, Pkl. 15:42 WIT).
Keempat, Selasa, 24 Mei 2022, sidang kedua dengan agenda Penyampaian Eksepsi dari Koalisi Penegak Hukum dan Hak Asasi Manusia selaku penasehat hukum ketujuh tapol. Eksepsi atau nota keberatan itu dibacakan oleh Helmi SH dan Yustina Haluk.
Koalisi mendalilkan bahwa dakwaan jaksa Penuntut Umum itu tidak cermat, tidak jelas, dan tidak lengkap dalam menguraikan persitiwa pengibaran bintang kejora atau pemufakatan untuk melakukan makar, (https://jubitv.id/koalisi-penegak-hukum-dan-ham-nilai-penangkapan-7-pengibar-bendera-bintang-kejora-tidak-sesuai-aturan/, Rab. -3-08-2022, Pkl. 15:21 WIT).
Kelima, pada Selasa, 7 Juni 2022, Sidang pembacaan putusan sela atas eksepsi tujuh terdakwa pengibaran Bintang Kejora di Pengadilan Negeri Jayapura tidak jadi digelar. Karena majelis hakim yang memeriksa perkara itu belum selesai menyusun putusan sela, (https://jubi.id/tanah-papua/2022/sidang-putusan-sela-7-pengibar-bintang-kejora-ditunda/, Rab. 03-08-2022, Pkl. 15:37 WIT).
Keenam, pada Selasa, 05 Juli 2022, Sidang 7 Tapol ditunda lagi dengan alasan; 1). Uang Negara sudah habis sehingga tidak dapat menghadirkan 7 tapol ke pengadilan tinggi; 2). Kondisi siding yang kemungkinan akan dihadiri oleh massa rakyat Papua.
Ketujuh, Selasa, 12 Juli 2022, Sidang lanjutan 7 tapol ditunda. Alasannya adalah belum ada surat masuk dari Panitera Sidang kepada Pihak Lembaga Pemasyarakatan (LP) Abepura.
Perluh diketahui juga bahwa Agenda Sidang adalah Mendengarkan Keterangan Saksi dari Jaksa yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Sementara tu masih ada 16 saksi lain yang belum dihadirkan.
Kedelapan, pada Kamis, 14 Juli, Hakim memutuskan Sidang terhadap 7 Tapol ditunda dan akan dilanjutkan pada Kamis, 21 Juli 2022. Anehnya lagi, rencana Sidang akan dilakukan pada pukul, 13.00 waktu Papua. Tetapi itu dimajukan pada pukul. 12.00 WP.
Sehingga pihak pengacara 7 Tapol tidak sempat mengikuti acara persidangan yang tidak sesuai dengan jadwal. Pihak pengacara datang ke LP Abe pukul. 12.45 WP. Tetapi hakim sudah putuskan Sidang ditunda dengan dua alasan;1). Saksi dari Polri Tidak Hadri, 2). Pengacara Tidak Hadir.
Kesembilan, pada Kamis, 21 Juli 2022, Sidang terhadap 7 Tapol dilakukan di LP Abe. Agenda Sidang Mendengarkan Keterangan Saksi Pihak JPU dari Kepolisian Daerah Papua, 2 orang, (https://jubitv.id/jpu-hadirkan-2-polisi-sebagai-saksi-saat-sidang-lanjutan-pengibaran-bintang-kejora/, Rab. 03-08-2022, Pkl. 15:23 WIT).
Kesepuluh, pada Kamis, 28 Juli 2022, Sidang Lanjutan 7 Tapol ditunda karena saksi tidak hadir.
Saksi yang dimaksud adalah dari pihak kepolisian Polda Papau dan masyarakat, (https://jubi.id/tanah-papua/2022/jpu-tidak-hadirkan-saksi-sidang-7-pengibar-bintang-kejora-ditunda/, Rab. 03-08-2022, Pkl. 15:39 WIT).
Kesebelas, pada Selasa, 2 Agustus 2022, Sidang 7 Tapol ditunda lagi karena Jaksa Penuntut Umum tidak menghadiri Sidang, (https://jubi.id/tanah-papua/2022/sidang-pemeriksaan-saksi-7-pengibar-bintang-kejora-kembali-ditunda/, Rab. 03-08-2022, Pkl. 15: 28 WIT).
Keduabelas, sidang lanjutan perkara dugaan makar di Pengadilan Negeri Jayapura pada Kamis (11/8/2022). Ketujuh Tapol dituntut 1 tahun penjara, https://jubi.id/tanah-papua/2022/7-, Kam, 18-08-2022, Pkl. 23:44 WIT).
Ketigabelas, pada Kamis, 18 Agustus 2022, sidang tujuh Tapol Papua ditunda.
Keempatbelas, pada Senin 29 Agustus 2022, sidang terhadap 7 Tahanan Politik Mahasiswa West Papua. Sidang hari ini menjahtukan Vonis 10 Bulan, terhitung sejak tanggal 01 Desember 2021.
Dengan demikian sudah 14 kali proses perisdangan tujuh Tapol mengalami pasang surut yang ambigu dan absurd. Kita semua tidak tahu apa gerangan yang menyebabkan semuanya ini.
Bebaskan Semua Tapol Papua, Gelar Dialog Damai
Namun yang jelas dan pasti bahwa semua ini adalah bukti nyata bahwa tujuh mahasiswa Papua yang mengibarkan Bintang Fajar itu tidak salah dan adalah benar. Bahwa Polisi, Hakim dan Jaksa tidak punya cukup bukti dan saksi untuk menjerat ketujuh Tapol Papua tersebut.
Hal ini semakin menegaskan bahwa kebenaran sejarah Papua tidak bisa dibungkam sekalipun aparat penegak hukum bangsa ini pusing tujuh keliling dunia untuk menyalahkan yang benar dan membenarkan yang salah.
Sekarang Pemerintah tinggal tanpa syarat membebaskan Delapan Tapol, Victor Yeimo, Franky Edowai dan semua Tapol Papua.
Membentuk KKR, Menggelar Dialog Damai Jakarta-Papua sesusia konsep dan mekanisme Almarhum Pastor Neles Kebadabi Tebai dalam bukunya “Dialog Jakarta-Papua: Sebuah Perspektif Papua” yang terbit 2009 silam dan buku Papua Road Map: Negotiating the Past, Improving the Present, and Securing the Future. Dua buku ini bisa menjadi “Peta Jalan” menuju “Papua Tanah Damai” dan “Papua Baru.”
Pada akhirnya pemerintah Indonesia mesti secara sadar, tahu dan mau untuk menghargai dan menghormati aspirasi rakyat Papua untuk menentukan nasibnya sendiri melalui Referendum serta mengadvokasi masalah status politik dan pelanggaran HAM Papua di Mahkamah Konstitusi Internasional dan Dewan Pengadilan Tinggi HAM PBB.
)* Penulis Adalah Mahasiswa Sekolah Tinggi Teologi Filsafat “Fajar Timur” Abepura-Papua