Terang Menghampiri Kegelapan

Oleh: Desi Natalia Baru

Masuknya agama di tengah masyarakat Kabupaten Tambrauw, telah mengubah perspektif masyarakat sehingga mereka mengubah gaya hidup mereka menjadi lebih baik. Saat masuknya Misionaris ke tengah-tengah masyarakat, ada masyarakat yang menerimanya dengan baik, namun ada pula yang menolaknya. Namun dengan iman yang membara, mereka (Misionaris) terus menjalankan misi utamanya.

Ada berbagai latar cerita yang berbeda, sehingga mengakibatkan penolakan dan penerimaan terhadap para Misionaris. Karena latar cerita yang berbeda, hal ini mengakibatkan perbedaan agama di dalam 4 suku di Kabupaten Tambrauw ini.

Kabupaten Tambrauw terdiri dari 4 suku, yaitu suku Abun, Ireres, Miyah, dan suku Mpur. Daerah pegunungan ditempati oleh masyarakat suku Ireres dan suku Miyah. Sedangkan, daerah pesisir ditempati oleh masyarakat suku Abun dan suku Mpur. Mayoritas masyarakat Ireres dan Miyah adalah Katolik, sedangkan suku Abun dan suku Mpur mayoritas beragama Kristen Protestan.
Masyarakat Suku Abun, berbeda dari ketiga suku lainnya yang hanya menganut agama Kristen Protestan dan Katolik. Masyarakat suku Abun menganut agama yang berbeda dan beragam, yakni agama Kristen Protestan, Adven, Pentakosta, Katolik, dan Islam.

Sebelum kedatangan para misionaris, kehidupan masyarakat sangat kelam dan jauh dari kedamaian. Masyarakat belum mengenal, mana yang baik dan mana yang buruk seperti yang diajarkan agama. Di mana- mana terdapat pembunuhan, peperangan, kanibal, perbudakan, poligami dan masih banyak kejahatan dan keburukan yang dilakukan oleh mereka. Pada saat itu, hukum Rimba yang berlaku, jadi siapa yang kuat dialah yang dapat hidup.

Dari segi bangunan, belum ada bangunan umum seperti sekarang. Goa merupakan rumah atau tempat kediaman masyarakat. Dengan adanya pemikiran yang lebih maju, masyarakat mulai membuat rumah menggunakan bahan yang mereka temukan di alam sekitar mereka. Rumah yang dibuat oleh masyarakat di daerah pegunungan adalah rumah kaki seribu, sedangkan untuk daerah pesisir mereka membangun rumah panggung. Dengan kekayaan alam berserta pengetahuan lokal, mereka membuat sendiri obat herbal alami untuk mengobati. Pada saat masuknya para Misionaris di tengah-tengah masyarakat, maka berakhirlah semua kehidupan kelam mereka.

Agama Kristen yang pertama masuk ke daerah pesisir yakni ke dalam suku Abun dan suku Mpur yang dibawa oleh guru penginjil yang berkebangsaan Indonesia seperti Bapak Alex Mansumber dan lainnya. Sedangkan agama Katolik dibawa langsung oleh Pater Willem Rombouts yang berkebangsaan Belanda.

Karena keberadaan misionaris Kristen di daerah pesisir sudah diketahui oleh Misionaris Katolik, maka Misionaris Katolik memilih untuk hanya memberitakan injil di daerah pegunungan. Namun, pemberitaan injil tak berjalan dengan baik sebab masyarakat di daerah pegunungan sudah dihasut dengan berbagai alasan oleh masyarakat pesisir yang berpindah ke sana (pegunungan) dan telah memeluk agama Kristen. Karena berkat pekerjaan dari Roh Kudus yang menggerakan hati masyarakat, sehingga sebagian dari mereka mau untuk mendengarkan injil dan mengikuti ajaran agama Katolik.

Sesudah kedatangan para Misionaris yang diikuti oleh pemerintah Belanda dan disusul oleh Pemerintah Indonesia setelah Trikora. Perubahan positif ditinggalkan oleh misionaris dengan beberapa bantuan dari pemerintah Belanda ke dalam kehidupan masyarakat dalam bidang kerohanian, kesehatan, pendidikan dan pembangunan. Pusat pembangunan yang dilakukan oleh Misionaris Gereja Katolik berpusat di kampung Senopi dengan didirikannya Sekolah Dasar berasrama yaitu SD YPPK St.Yosep Senopi, Bandara Thomas Villanova Senopi, Puskesmas Senopi, dan Gereja St. Yosep Senopi.

Para misionaris ini terdiri dari pater dan suster berkebangsaan Belanda dan dibantu dengan orang Indonesia sendiri. Para misionaris melayani umat dalam bentuk mengajar di sekolah, memberi pelatihan keterampilan, merawat pasien, serta mengajak masyarakat untuk membangun fasilitas umum. Kedatangan para Misionaris membawa terang ke dalam kehidupan masyarakat Tambrauw yang dulunya hidup dalam ‘kegelapan’. Mereka menjadikan manusia menjadi manusia baru yang hidup dalam damai dan ketenangan. Kehidupan masyarakat dapat terurus dengan baik dengan adanya fasilitas umum yang dibangun bersama.

Dengan adanya Misionaris, masyarakat dikumpulkan untuk membangun kebersamaan. Kebersamaan itu, diwujudnyatakan dalam pembangunan rumah-rumah ibadah, sarana kesehatan dan sarana pendidikan berupa gedung sekolah. Tempat tersebut untuk membangun sumber daya manusia agar melanjutkan misi pelayanan bagi generasi berikutnya.

*Penulis adalah Pelajar SMA Katolik Villanova

"Obor Untuk Papua"

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Latest Articles

Perempuan Papua Dalam Cengkraman Kapitalisme

DIPTAPAPUA.com - Obor Untuk Papua - Banyak orang menyuarakan tentang pembebasan perempuan dari cengkraman patriarki, kolonial atau bahkan kapitalisme. Terlepas dari semua itu, sebagian orang...

Perusahaan ‘Gelap’ Masuk di Perbatasan Intan Jaya dan Waropen

DIPTAPAPUA.com - Obor Untuk Papua - Beredar di media sosial, terdapat sebuah perusahaan yang masuk secara 'Ilegal' atau tidak mengantongi izin dan mulai beroperasi di...

Puluhan TNI Siksa Warga Sipil di Puncak Jaya

DIPTAPAPUA.com - Obor Untuk Papua - Pada Kamis lalu (13/03/2025), puluhan aparat Tentara Nasional Indonesia (TNI) menyiksa 5 warga sipil di Kota Baru, Mulia, Puncak...

Menjawab Tantangan Kesehatan di Kabupaten Pegunungan Bintang Dengan 4 Jurus

DIPTAPAPUA.com - Obor Untuk Papua - Latar Belakang Kabupaten Pegunungan Bintang, yang beribu kota di Oksibil, merupakan salah satu daerah terpencil di Provinsi Papua...

Buku Karya Nyamuk Karunggu Ditahan Perpusnas RI

DIPTAPAPUA.con - Obor Untuk Papua -Nyamuk Karunggu melayangkan surat protes kepada Presiden Republik Indonesia, Perpusnas Indonesia, Menkopolhukam dan Menteri Hukum dan HAM di Jakarta...