Ulasan Buku: Jejak Kekerasan Negara dan Militerisme di Tanah Papua (Kumpulan Catatan Seorang Gembala – Dr.Socratez S. Yoman)

DIPTAPAPUA.com – Obor Untuk Papua –

Oleh: Midi Villexz Kogoya)

Terlebih dahulu, saya secara pribadi ucapkan terima kasih dan apresiasi setinggi-tingginya kepada bapak Presiden Persekutuan Gereja Baptis West Papua (PGBWP) Dr. Socratez S. Yoman dalam kesibukannya melayani umat Tuhan di west Papua serta luar West Papua, Beliau tak henti-hentinya telah menulis banyak buku tentang persoalan Papua hingga saat ini, bukunya telah mencapai puluhan buku semua adalah hasil karya bapak Dr. Socratez Sofyan Yoman.

Berikut ini, profil bapak Dr. Socratez Sofyan Yoman seperti yang dikutip sampul belakang buku Jejak Kekerasan Negara Dan Militerisme Di Tanah Papua edisi 2021. ”Beliau (Dr. Socratez Sofyan Yoman) adalah Presiden Persekutuan Gereja-Geraja Baptis West Papua (PGPWP). Ia menjabat beberapa periode; sejak 2002 hingga sekarang. Dia dikenal di Indonesia bahkan juga Internasional. Pada tahun 2017, Ia meraih Gelar S3 di Program Doktoral Studi Sejarah dan Budaya Papua di sekolah Tinggi Teologi Walter Pos Jayapura. Ia dikenal sebagai Bapak Gembala sekaligus Penulis Produktif, Berbakat, Kritis dan tajam tentang Hak Asasi Manusia di Tanah Papua”.

Buku dengan judul Jejak Kekerasan Negara dan Militerisme di Tanah Papua, menurut saya buku ini belum pernah dipublikasikan oleh negara bahkan juga oleh lembaga/instansi pendidikan. Walaupun ada buku-buku yang bersumber dari pihak militer dan pemerintah, namun lebih beriorientasi pada kepentingan nasionalisasi Negara Kesatuan Repuplik Indonesia (NKRI) dan kepentingan eko-politik penguasa di Tanah Papua.

Menanggapi judul buku ini bahwa [jejak] arti dalam KBBI adalah: bekas tapak kaki; bekas langkah. Contoh: Ada jejak orang di tanah. Dengan demikian, kekerasan dan operasi militer Indonesia di masa lalu dan masa sekarang telah Bapak Socratez Sofyan Yoman uraikan dalam buku ini. Serta juga lengkap dan kaya dengan berbagai sumber daftar pustaka bahkan juga bersumber melalui saksi-saksi mata atas situasi di tanah Papua.

Melalui buku ini, telah memberikan wawasan baru, informasi baru terhadap negara dan lembaga/instansi formal, agar semua orang tahu persoalan Papua bukan sekedar soal kejanggalan pembangunan insfrastuktur dan kesejahteraan ekonomi bagi West Papua. Namun juga banyak aspek persoalan yang mestinya negara terbuka dan bisa menyelesaikan dengan cara bermartabat, rasional, demokratis dengan pendekatan Hak Asasi Manusia (HAM).

Buku ini terdiri dari bab dan sub bab, dengan 195 halaman. Bab pertama, berbicara perihal Sejarah dan Politik Bangsa West Papua dengan bangsa Indonesia dan juga kerterlibatannya dengan bangsa-bangsa asing Kolonial-Kapitalisme dan Imperialisme atas situasi di West Papua. Bab ke-dua tentang Otonomi Khusus (Otsus), berbicara terkait kenapa adanya otsus di Papua, bagaimana implementasi Otsus sejak tahun 2001 sampai 2020. Bab ke-tiga tentang Militerisme, pembahasan ini juga menjelaskan soal kekerasan aparat negara terhadap warga di Papua, terutama konflik militer Indonesia vs Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB-OPM). Bab ke-empat tentang Diplomasi Papua, bab ini menjelaskan perkembangan perjuangan pembebasan nasional Papua di jalur diplomasi nasional dan internasional terutama fraksi perjuangan yang diperjuangkan oleh United Liberation Movement for West Papua (ULMWP).

Langsung saja kita menengok pada bab 1 atau bab pertama sejarah dan politik bangsa West Papua, dan korelasinya dengan negara kolonial, kapital atau imprial Amerika, Belanda dan sekutunya atas situasi di West Papua.

Menurut saya, buku ini isinya bukan hanya jelaskan opini, tapi juga ditulis berdasarkan peristiwa, tanggal kejadian, objek tempat, nama korban bahkan juga nama pelaku. Salah satunya pada hlm.138 tentang peristiwa, yaitu 3 pedeta yang jadi korban akibat kekerasan militer Indonesia, Pdt.Yeremia Zanambani di Intang Jaya, Pdt.Giyimin Nirigi di Nduga dan Elisa Tabuni di Puncak Jaya. Masing-masing tempat terjadi dengan waktu yang berbeda-beda.

Buku ini juga memulai dengan penjelasan yang sangat berurutan tentang persoalan Papua yaitu sejak 1961 tentang Operasi Militer Tri Komando Rakyat (Trikora), 15 Agustus 1962 tentang “The New York Agreement”, 30 September 1961 “The Roma Agrement”, 1 Mei 1963 “Hari Aneksasi” yang dilakukan secara paksa oleh militer Indonesia di West Papua untuk mengamankan serta bertujuan untuk pengkondisian wilayah dan juga rakyat Papua oleh Militer Indonesia. Juga pada1965, lahir (sejarah) Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM), 07 April 1967 Eksploitasi Sumber Daya Alam Papua melalui perusahaan Kapitalisme Amerika PT. Freeport Indonesia,1969 Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) yang tidak demokratis, penuh dengan teror, intimindasi, bahkan juga pembunuhan yang dilakukan oleh militer kolonialisme Indonesia terhadap rakyat bangsa West Papua.

Namun, dalam buku ini juga tidak dijelaskan secara rinci seperti 1 Juli 1971, 14 April 1988 deklarasi Negara Melanesia Barat oleh Dr. Thomas Wanggai di Holandia, gerakan seniman Arnold Clemens Ap, 14 April 1984 yang kemudian dibunuh oleh militer Kopassus Indonesia di Holandia. Dan Presidium Dewan Papua (PDP) yang dipimpin oleh Dortheys Hiyo Eluay pada tahun 2001-2002, bahkan juga dalam buku ini tidak menjelaskan seperti fraksi-fraksi perjuangan Komite Nasional Papua Barat (KNPB), Aliansi Mahasiswa Papua (AMP), dll. Tapi tulisan ini juga menjelaskan posisi ULWMP sebagai organisasi persatuan dari semua gerakan di Papua Barat yang dipimpin oleh Benny Wenda dkk-nya.

Buku ini lebih mengajak orang lain atau pembaca untuk menyelesaikan persoalan Papua dengan cara dan mekanisme demokratis, menjunjung nilai-nilai kemanusian bahkan juga atau sekaligus ini merekomendasikan melakukan dialog antar ULWMP VS RI dan dimediasi oleh pihak ketiga atau Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk menyelesaikan persoalan West Papua.

Dalam buku ini juga menjelaskan bahwa Nama OPM adalah sebutan oleh pemerintah kolonial Indonesia, seperti GPM, KKB, KKSB dan terakhir teroris. Namun saya berasumsi bahwa TPNPB dalam ber-gerillya, tidak usah pakai kata OPM, tapi cukup pakai TPNPB karena OPM distigma negatif oleh pemerintah kolonial Indonesia.

Demikian ulasan atau refleksi bacaan tentang buku Jejak Kekerasan Negara Dan Militerisme di Tanah Papua yang ditulis oleh Bapak Dr. Socratez S. Yoman 2021. Semoga dapat bermafaat buat kawan-kawan yang membaca.

Salam Pembebasan Nasional West Papua

Wa..wa…

"Obor Untuk Papua"

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Latest Articles

Dianggap Jadi Jembatan Bagi Perusahaan, Mahasiswa Intan Jaya Tolak Pembangunan Wisata Patung Tuhan Yesus di Bilogai

DIPTAPAPUA.com - Obor Untuk Papua - Dalam jumpa pers yang dilakukan oleh Gerakan Mahasiswa dan Pelajar se-Indonesia asal Intan Jaya di Kota Surabaya pada...

Melalui MUBES Ke XI, Yohanes Kogaa Pimpin IPMAPAPARA Malang Raya

DIPTAPAPUA.com - Obor Untuk Papua - Berdasarkan hasil Musyawarah Besar (MUBES) Ikatan Pelajar dan Mahasiswa Papua Paniai Raya (IPMAPAPARA Se-Malang Raya) ke-XI, Yohanes Kogaa terpilih...

Ormas Reaksioner Bubarkan Aksi Damai AMP dan FRI-WP Kota Kupang

DIPTAPAPUA.com - Obor Untuk Papua - Ormas Reaksioner Garuda binaan Polda Kupang bubarkan aksi damai Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) Komite Kota Kupang dan FRI-WP Wilayah...

KNPB Wilayah Kaimana: Roma Agreement Ilegal dan Rasis

DIPTAPAPUA.com - Obor Untuk Papua - 61 tahun bangsa Papua hidup dalam imajinasi kehidupan yang rumit sejak expansi Konglomerat dunia menggunakan kaki tangan negara Indonesia....

61 Tahun Perjanjian Roma Atas Status Papua: Berikut Tuntutan AMP Kk Malang

DIPTAPAPUA.com - Obor Untuk Papua - 61 Tahun Roma Agreement: Tidak Demokratis Dan Ilegal di West Papua Perjanjian Roma/Roma Agrement diadakan di Roma, Ibu Kota Italia...