DIPTAPAPUA.com – Obor Untuk Papua –
Juru bicara Internasional Komite Nasional Papua Barat (KNPB), Victor Yeimo dalam postingannya di laman facebook pribadinya, mengatakan otonomi khusus merupakan produk rasialisme Indonesia. Hal itu dikatakan Yeimo karena pembahasan Otsus yang dilakukan dan diputuskan tanpa melibatkan orang Papua. “Jakarta menganggap bangsa Papua hanya objek komoditi politik dan ekonomi yang tidak memiliki otoritas untuk memutuskan nasibnya sendiri,” kata Victor Yeimo.
Rasisme itu ditegaskan juga oleh Yeimo bahwa pada Rabu (26/01) Pemerintah Indonesia membahas kelanjutan dana Otsus 20 tahun hingga 2041 tanpa kesepakatan orang Papua. “Orang Papua yang sedang berdarah-darah dalam konflik politik dianggap tidak pantas, tidak penting berpendapat dan memutuskan nasibnya setelah otsus berakhir. Itu paradigma rasis yang tumbuh subur dalam otak pejabat kolonial,” tegas Yeimo dalam cuitan di laman facebooknya.
“Rasis itu adalah kasih uang Otsus sambil menjajah agar orang Papua tidak maju, berkembang, lalu setelah itu kembali salahkan orang Papua dengan stigma tidak mampu, bodoh, pencuri dan sebagainya, sehingga itu menjadi alasan Jakarta hendak bikin Peraturan Pemerintah (PP) tersendiri untuk kelola dana Otsus. Jakarta anggap soal Papua itu soal uang, setelah kasih uang dan gagal lalu kembali salahkan orang Papua. Itu rasis,” lanjut Yeimo.
Menurutnya Jakarta selalu melihat Papua dengan aroma rasis, menganggap orang Papua tidak bisa bangun dirinya sendiri. Juga mereka (Jakarta) menganggap bahwa jika Papua Merdeka nanti akan sengsara. Yeimo mengatakan itu paradigma yang rasis. “Selalu anggap ras kulit hitam di wilayah melanesia bagian barat ini kuno, terbelakang, tidak beradab (evolusi yang belum selesai). Itu benar-benar pandangan rasis,” terangnya.
Dia menjelaskan bahwa rasis itu merupakan pangkal dari semua kejahatan yang dibuat oleh penjajah terhadap daerah jajahannya. “Kejahatan terstruktur negara itu terbukti ketika kita bandingkan kenapa orang Papua hanya tersisa 2,5 juta jiwa sementara tetangga kami PNG sudah 9 juta jiwa. Itu sebenarnya yang harus kita sikapi dengan revolusi kalau mau selamatkan yang tersisa,” tulis Yeimo.
“Rasis itu ketika Jakarta malas tahu dengan 102 organisasi masyarakat sipil Papua telah nyatakan tolak Otsus melalui Petisi Rakyat Papua. 700 ribu lebih rakyat cap jari basah tolak Otsus. Semua komponen rakyat Papua nyatakan tolak otsus dan menuntut hak penentuan nasib sendiri. Sementara konflik militer dengan korban kemanusiaan dibiarkan dan dipelihara Jakarta tanpa mengambil solusi politik. Itu rasis,” sambung Victor Yeimo.
Rasis itu menurut Victor dilihat dari cara Jakarta memandang orang Papua itu hewan buruan yang harus dimusnahkan. Dirinya menegaskan bahwa jika Jakarta tidak rasis terhadap Papua, pasti orang Papua sudah diajak selesaikan konflik politik dengan memberikan hak orang Papua untuk menentukan nasibnya sendiri, selayaknya manusia dan bangsa lainnya.
“Jadi kesimpulannya, rasisme itu produk kolonial yang akan terus tumbuh terpelihara kalau yang terjajah tidak merdeka sendiri. Ukuran Indonesia tidak lagi rasis itu ketika memberi hak menentukan nasib sendiri bagi bangsa Papua sebagai manifestasi penghormatan pada martabat kemanusiaan Papua,” pungkas Yeimo.