Oleh: Maksimus Sirmbu Syufi
Berbicara tentang agama, tidak hanya soal hubungan manusia dengan Tuhan, tetapi juga soal lembaga atau siapa saja yang terlibat di dalamnya (Imam, pemimpin agama dan masyarakat luas). Secara harafiah, agama merupakan ajaran atau sistem yang mengatur tata keimanan dan peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dengan manusia serta manusia dan lingkungannya.
Meski agama diyakini oleh manusia sebagai sebuah jembatan yang menyelamatkan manusia, tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa, agama juga bisa menjadi penindas terhadap manusia. Ada kian banyak problem yang terjadi karena pengaruh agama, seperti; umat dengan agama, umat dengan pemimpin agama atau sesama umat beragama. Artinya, ini merupakan sesuatu yang mencoreng eksistensi dari kehadiran agama.
Ada berbagai gejolak sosial dan bahkan pertumpahan darah yang terjadi karena persoalan agama. Ada berbagai tipe actor di dalam agama yang mempunyai misi tidak sejalan dengan misi agama sesungguhnya. Banyak di antara mereka yang menggunakan tahta agama untuk kepentingan pribadi, kelompok atau keluarga. Bahkan, ada banyak ditemukan pelayan dalam agama yang merasa dirinya adalah sosok yang harus dihormati umat, yang harus dilayani umat, yang harus mempunyai harta duniawi. Misi agama yang pada awalnya ialah untuk menyelamatkan manusia dari belenggu dosa, namun dimanfaatkan untuk menindas sesama manusia.
Agama tidak hanya bercakap dengan individu, atau hanya bersifat internal, tetapi agama telah menjelma hingga ke budaya, ekonomi dan kehidupan sosial politik. Pada kesempatan ini, saya ingin mengenalkan wajah actor dalam agama atau siapa sesungguhnya agama itu bagi masyarakat Tambrauw.
Ada Apa Dengan Agama Di Tambrauw?
Pada umumnya masyarakat Tambrauw menganut dua agama, yakni Katolik dan Protestan. Ajaran Katolik tersebar ke daerah pegunungan (jauh dari pantai) dan sebagian menyebar ke pesisir pantai. Sedangkan, Protestan mayoritas tersebar di sepanjang pesisir pantai hingga sebagian merambat ke pegunungan. Dua agama ini, dikenalkan oleh para Misionaris dan Sendeling serta dibantu dengan guru agama saat itu.
Ada banyak cerita penyelematan masyarakat Tambrauw dengan adanya agama di negeri Penyu Belimbing tersebut. Yang sangat nampak hingga detik ini ialah pembangunan mutu sumber daya manusia melalui pendidikan. Selain agama yang diajarkan pada masyarakat Tambrauw, pendidikan juga menjadi tonggak awal peradaban orang Tambrauw. Pendidikan mampu mendorong orang Tambrauw menembus kehidupan yang ‘buta’ dari dunia luar.
Pendidikan di wilayah Tambrauw awalnya dikenalkan oleh para Misionaris, Zending dan dibantu juga oleh guru agama yang pada tempo itu menjalankan misi agama Katolik dan juga Kristen Protestan pada wilayah tersebut. Model pendidikan yang diterapkan oleh para pengabar injil ini, awalnya dikemas dalam sifat informal. Namun, perjalanan waktu yang tak terasa lagi, perkembangan pendidikan semakin merambat higga ke seluruh masyarakat yang mendiami wilayah Tambrauw. Kondisi pendidikan juga yang memaksa, akhirya didirikan lembaga pendidikan yang sifatnya formal di bawah naungan YPPK (Yayasan Pendidikan Persekolahan Katolik) dan YPK (Yayasan Pendidikan Kristen).
Hingga saat ini pendidikan yang meliputi SD, SMP dan SMA hampir berada di seluruh wilayah Tambrauw. Ada yang di bawah naungan yayasan katolik, kristen protestan dan juga di bawah naungan pemerintah. Perlu kita ketahui bahwasannya, pendidikan yang berada di bawah naungan pemerintahan, telah hadir pada putera-putri Tambrauw setelah yayasan atau pendidikan swasta berkembang pesat. Jadi, tonggak awal pendidikan di Wilayah Tambrauw ialah berkat para Misionaris, Zending dan juga guru agama.
Pengaruh agama tidak hanya terbatas pada lini pendidikan, namun juga memperhatikan kesehatan masyarakat. Para pastor, pendeta, guru agama dan juga para relawan mendirikan tempat pengobatan gratis bagi masyarakat Tambrauw. Kesehatan masyarakat Tambrauw sangat diperhatikan saat itu. Kehadiran para Laskar Kristus itu sebagai sebuah pembaruan kehidupan bagi manusia Tambrauw. Pesan penting yang ingin saya katakan pada kesempatan emas ini ialah, gereja awalnya hadir pada masyarakat Tambrauw tidak hanya monoton di gereja, namun misi gereja sesungguhnya ialah memperhatikan dan menyelamatkan manusia pada pelbagai lini kehidupan, salah satunya ialah Pendidikan.
Namun, saya pikir pengaruh agama yang sangat nampak dalam kehidupan masyarakat Tambrauw di atas, tidaklah cukup untuk memperkenalkan siapa sosok agama yang sesungguhnya. Pada era ini, banyak cerita pilu di tengah masyarakat yang sumbernya ialah sosok di dalam agama itu sendiri. Ada orang yang datang dengan topeng penyelamatan, namun sesungguhnya ada maksud ‘busuk’ yang terselip. Ketika mereka berhasil meyakinkan masyarakat (umat), di situlah mereka melepaskan topeng agama lalu menjalankan misi yang terselip itu.
Banyak umat atau jemaat di Tambrauw, yang hingga saat ini meneteskan air mata darah, karena kehadiran agama tidak lagi untuk menyelamatkan, namun untuk menindas, memeras umat dan ‘memperbudak’ umat. Ada cerita haru dari sebuah Paroki di pedalaman Tambrauw. Kata salah seorang umat, “pemimpin gereja di paroki kami, membuat banyak umat merasa resah, tidak nyaman dan seakan umat dijadikan pembantu. Imam gereja selalu memeras tenaga umat, mengatasnamakan umat dan gereja untuk kepentingan pribadi,”. Ini merupakan sebuah perilaku yang sangat kontroversial dengan misi utama kehadiran agama di Tambrauw.
Persoalan yang senada! cerita dari teman saya pada sebuah paroki di luar daerah Tambrauw, tentang perilaku seorang Imam gereja yang tidak menunjukkan diri sebagai seorang Laskar Kristus. Seorang Imam di gereja kami,umat tidak menyukai karakternya. Tiap renungan yang ia sampaikan selalu bersifat amoral, tentang hal-hal yang negatif, kadang ia bicara sisi buruk umat, singgung-singgung umat, bahkan ia membicarakan perihal privasi umat secara terbuka di depan muka umum,” cerita teman saya, tentang perilaku seorang Imam tersebut. Artinya, meski agama datang dengan kesan penyelamatan, namun tidak dapat dipungkiri bahwa ‘kebusukan’ dari agama pun akan tercium.
Agama Versus Suku di Tambrauw
Polemik kehadiran agama selalu menjadi persoalan yang krusial dengan suku (budaya). Ada beberapa hal yang diajarkan dalam agama, yang pada hakekatnya bertentangan dengan aturan suku (budaya). Misalnya! dalam ajaran agama, diajarkan bahwa hanya kepada Yesus lah kita menyembah dan Dialah yang lebih tinggi dari segala sesuatu di muka bumi ini. Namun, hal itu bertolak belakang dengan ajaran suku di Tambrauw.
Di dalam tiap suku (budaya) memiliki kepercayaan dan ada sesuatu yang dianggap setara dengan Tuhan. Dan hal itu layak untuk disembah dan dianggap sebagai ‘jembatan’ keselamatan dalam kehidupan. Seperti halnya, masyarakat empat suku di Tambrauw telah memiliki Tuhan yang layak disembah, sebelum ada Tuhan yang diajarkan oleh agama.
Ini sesuatu yang mengganggu logika sebetulnya. Ini tentang ajaran dan keyakinan. Dilihat secara logika, kita tidak dapat menebak mana Tuhan yang benar dan patut untuk disembah. Apakah Tuhan versi adat (suku) atau Tuhan versi ajaran agama. Logika tidak dapat menemukan jawaban atas pertanyaan itu. Agama secara hakekat menentang perihal budaya itu, “Tidak ada yang lebih tinggi dari Tuhan dan hanya kepadaNya lah kita menyembah”.
Agama hadir telah menganggu eksistensi dari budaya. Masyarakat telah terjebak dengan ajaran agama. Agama melampaui nilai budaya itu sendiri. Pada kenyataannya di dalam suku pun memilki ajaran dan kepercayaan tersendiri yang harus dan seharusnya dijaga dan diajarkan kepada generasi berikut. Agama hadir untuk maracuni pikiran kehidupan suku (budaya). Agama hadir dan mencoba meyakini kehidupan masyarakat suku di Tambrauw bahwa, keselamatan hanya terjadi melalui agama.
Di dalam kehidupan masyarakat dahulu, mereka telah memiliki Tuhan, contoh: Pada masyarakat suku Miyah, ada Siway dan Mafis. Siway dan Mafis, dipandang oleh masyarakat suku Miyah sebagai Tuhan bagi mereka. Mereka meyakini bahwa Siway dan Mafis adalah Tuhan yang harus disembah. Mereka meyakini ada hal-hal yang melampaui manusia dilakukan oleh Siway dan Mafis atau ada mukjisat yang dilakukan Siway dan Mafis, seperti halnya yang dilakukan oleh Tuhan.
Tidak jauh berbeda yang dilakukan Siway dan Mafis menurut suku dan dengan yang dilakukan oleh Tuhan menurut agama. Pertanyaanya ialah, mengapa masyarakat Miyah atau masyarakat Tambrauw pada umumnya lebih menonjol menyembah Tuhan yang diajarkan agama ? Mari kita kupas perjalanan Yesus. Yesus lahir di Nasaret. Ia dilahirkan dengan tanda-tanda heran dan diyakini bahwa ia adalah anak Allah. Ia tumbuh di tengah masyarakat, hidup bersama masyarakat, dan membuat mukjisat di tengah masyarakat. Dari situ orang kemudian meyakini bahwa Yesus adalah Tuhan (Anak Allah). AJaran itu kemudian menyebar ke suluruh dunia hingga ke Papua dan masyarakat Tambrauw khususnya.
Satu contoh studi kasus! Semisal dahulu, tanda-tanda yang dilakukan Siway dan Mafis diajarkan ke seluruh dunia dan kita meyakini bahwa dialah Tuhan, maka bisa saja kini orang di seluruh dunia menyembah Siway dan Mafis.
Mengapa hingga saat ini kita setia menyembah Yesus? Sedangkan di negeri tempat kelahiranNya sendiri, ia tidak dipandang bahkan ditolak sebagai nabi palsu. Ini berkaitan dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Perkembangan ilmu pengetahuan awalnya berasal dari dunia Barat, sehingga orang dari Barat dengan mudah meracuni pikiran Timur dengan mengatakan bahwa Yesus sebagai penyelemat abadi.
Kita sudah terlalu jauh menjabarkan tentang konsep ini. Namun inti dari kasus ini ialah tentang ajaran dan kepercayaan. Terkait hal itu, saya bisa menarik sebuah kesimpulan bahwa, masyarakat Tambrauw telah mengikuti ajaran bangsa atau suku lain dan telah percaya dengan ajaran itu. Akhirnya, ajaran dan kepercayaan lokal yang dianut semenjak nenek moyang telah usai. Sesungguhnya masyarakat Tambrauw menyembah apa yang telah lama dipercayai dan disembah oleh nenek moyang secara turun temurun. Tidak seharusnya menggantikan ajaran suku setempat dengan menghadirkan ajaran dan kepercayaan bangsa lain. Ini sebuah perubahan yang harus diintropeksi kembali. Perubahan tidak harus dihadirkan dari luar, namun kita sendiri lah yang menciptakan perubahan itu dengan apa yang telah kita miliki.
Namun, tidak hanya itu pengaruh dari agama yang telah diajarkan. Kita juga harus perlu mengetahui bahwa peran penting agama bagi kehidupan suku di Tambrauw saat itu sangat penting. Ada berbagai kondisi tragis pada kehidupan suku yang berakhir dengan kehadiran agama. Salah satunya ialah perdagangan manusia (budak). Perdagangan manusia atau budak ini, hampir terjadi di mana-mana, salah satunya ialah di Tambrauw.
Perdagangan manusia atau budak yang marak terjadi di daerah Tambrauw telah dianggap sebagai sebuah kebiasan yang telah dilakukan semenjak nenek moyang. Perdagangan manusia ini, tidak hanya terjadi antar orang Tambrauw, namun juga terjadi antar suku-suku di luar Tambrauw. Hal ini telah berlangsung lama di wilayah Tambrauw dan terjadi dari generasi ke generasi, sehingga hal ini dianggap sebagai sesuatu yang wajar di mata masyarakat.
Di tengah kondisi tragis itu, agama hadir dan berhasil mengakhiri memoria passionis itu. Agama berhasil mengubah pikiran masyarkat Tambrauw bahwa hal itu tidak wajar dan tidak manusiawi dilakukan terhadap sesama manusia. Agama hadir untuk membawa masyarakat Tambrauw menuju pembaruan dalam hidup. Agama hadir sebagai awal kehidupan yang ‘terang’ bagi kehidupan masyarakat Tambrauw.
Yang sangat memprihatinkan agama di Tambrauw ialah bukan terletak pada agama secara hakekat, namun soal sosok dibalik agama yang mencoreng aksistensi dari agama itu sendiri. Actor di dalam agama yang mengatasnamakan Laskar Kristus tidak lagi meneruskan perjuangan para misionaris, sendeling dan juga guru agama yang mempertaruh kehidupan mereka untuk sebuah penyelamatan di Tambrauw. Pemimpin gereja era ini telah mengkhianati pengorbanan para perintis agama.
Pemimpin gereja saat ini, hanya menjalankan tugasnya secara fungsional. Fokus mereka ialah memimpin di gereja atau ibadah lainnya di luar agama dan menjalankan tugas itu sebagai sebuah pekerjaan bukan lagi sebagai misi. Hal tersebut bisa dilihat dari kondisi pendidikan dan kesehatan di Tambrauw yang sangat menyedihkan itu. Tidak ada perhatian atau niat mulia dari gereja untuk memperhatikan kondisi pendidikan dan kesehatan ini. Mereka menganggap bahwa mereka hanya melayani dalam lingkaran gereja, persoalan pendidikan, kesehatan, HAM dan sebagainya ialah urusan pemerintah.
Kenyataan itu memperburuk harapan dan kepercayaan umat terhadap kehadiran agama di tengah masyarakat. Gereja tidak lagi membuka ruang harapan bagi umat. Gereja tidak lagi melayani, namun mengharapakan untuk dilayani. Saya sangat yakin bahwa umat di Tambrauw sangat merindukan pengabadian misionaris, zending dan juga guru agama yang saat ini meninggalkan banyak cerita pada masyarakat Tambrauw. Umat sangat mengharapkan kehadiran mereka lagi melalui pemimpin gereja saat ini. Umat sangat berharap agar pengabdian itu diwujudkan pada era ini.
Catatan besar untuk pemimpin gereja saat ini ialah melayani umat dengan hati, mendengar dan menjawab keluh umat dengan pengabdian dan menjalankan misi penyelamatan pada pelbagai lini kehidupan masyarakat. Terutama soal HAM, pendidikan, kesehatan dan yang lainnya. Umat hari ini sangat merindukan sentuhan dari gereja. Semoga Demikian !