diptapapua.com, TAMBRAUW- “Semenjak Kepala kampung ke dalam hutan atau ada masyarakat yang ke hutan untuk cari bahan makanan, anggota koramil selalu datang cek, mereka datang tanya dari rumah ke rumah. Kalau datang terus-menerus itu buat kami takut, rasa tidak nyaman, tidak tahu apa maksud mereka, kami takut,” cerita Agustina Syufi, warga kampung Ayae, Distrik Miyah (9/05).
Penempatan pos Komando Rayon Militer (Koramil) pada 8 distrik di kabupaten Tambrauw, antaranya Distrik Sausapor, Miyah, Fef, Moraid, Sausapor, Kebar, Mubrani dan Distrik Amberbaken. Pos Koramil itu ditempatkan sebagai pemenuhan syarat pendirian Kodim di Sausapor, Kabupaten Tambrauw.
Namun, kehadiran Koramil itu justru menciptakan ketakutan di tengah masyarakat. Hal itu yang dirasakan oleh masyarakat kampung Ayae, Distrik Miyah akhir ini.
Wakil Ketua komisi III DPRD Kabupaten Tambrauw, Norbertus Hae yang juga tinggal bersama dengan masyarakat di kampung Ayae, mengatakan dirinya mendapat laporan langsung dari masyarakat bahwa ada kecurigaan dari pihak koramil terhadap masyarakat yang mencari makanan atau berburu di hutan dalam menghadapi wabah ini.
“Saat saya datang ke kampung Ayae, saya mendapat laporan bahwa berkaitan dengan kondisi Covid-19 yang memaksa masyarakat untuk harus memproduksi atau mencari pangan lokal di hutan seperti berkebun, mengolah sagu dan sebagainya, aktivitas masyarakat itulah muncul kecurigaan dari pihak koramil,” jelas Hae saat dihubungi via telepon, sabtu (9/05).
Hae menuturkan, yang kini sangat nampak terjadi ialah di kampung Ayae. “Saat masyarakat ke Kebun atau ke dusun mencari makanan atau berburu, selalu dicek oleh anggota Koramil, bahkan mereka (Koramil) menunggu hingga pastikan masyarakat tadi pulang dari hutan, ini sangat vatal,” bebernya.
“Hal ini menciptakan warga kampung Ayae, juga Kampung Siakwa, Aifair dan kampung Sayam yang berada di Distrik Miyah merasa takut atau tidak nyaman,” lanjutnya kepada media ini.
Saat dikonfirmasi diptapapua.com melalui telepon selulernya, sabtu (9/05) anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) fraksi Perindo ini, mengatakan bahwa atas tindakan anggota Koramil itu, warga kampung Ayae ingin mengungsi ke kota atau desa lain.
“Sekarang masyarakat ingin mengungsi ke kota, terutama warga Ayae, karena jika tetap di kampung mereka tidak rasa nyaman,” ucapnya.
Ia menegaskan dengan nada kesal, bahwa Koramil yang bertugas di Distrik Miyah tidak menjalankan tugas sesuai dengan tugas atau fungsi utamanya. Seolah-olah mereka mengambil alih wewenang kepolisian.
“Koramil yang ditugaskan di Distrik Miyah tidak mengedepankan tugas dan fungsi pokok mereka, tetapi seolah-olah mereka mengambil alih fungsi dan tugas kepolisian yang seharusnya menangani masalah keamanan, stabilitas masyarakat dan masalah internal dalam masyarakat,” urai anggota DPRD Kab. Tambrauw ini.
“Mereka (koramil) itu menjaga keamanan Negara dalam skala yang sangat kecil seperti di daerah atau distrik, sehingga jangan campuri tugas polisi,” tambahnya.
Wakil Ketua komisi III DPRD ini, meminta kepada pemerintah Kabupaten Tambrauw untuk menyurati pimpinan pos Koramil di Distrik Miyah atau kepada atasan Koramil, agar segera memberi teguran atas tindakan anggotanya di Distrik Miyah, terutama terhadap warga Kampung Ayae.
“Pemerintah Tambrauw segera menyurati atasan Koramil atau pimpinan pos Koramil di Distrik Miyah untuk tegur anggotanya agar bekerja sesuai dengan tugas dan fungsi pokok mereka,” tegasnya.
Hae membeberkan bahwa kehidupan masyarakat Tambrauw atau Papua pada umumnya tidak terlepas dari hutan, selalu berinteraksi dengan hutan, menjadikan hutan sebagai tempat untuk bertahan hidup.
“Masyarakat Papua khususnya Tambrauw, hidupnya selalu berinteraksi dengan hutan, hutan menjadi ibu, masih ketergantungan dengan hutan, berkebun, berburu dan sebagainya di hutan, jadi jangan curiga kalau masyarakat selalu ke hutan,” terangnya kepada media ini, (9/05).
Dirinya juga mengatakan bahwa sesuai dengan deklarasi Bupati Tambrauw setahun lalu saat terjadi masalah rasisme di Surabaya, Agustus 2019, wilayah Kabupaten Tambrauw adalah seutuhnya NKRI sehingga tidak ada indikasi atau kecurigaan negatif apapun.
“Di Tambrauw sesuai dengan deklarasi Bupati pada saat peristiwa rasisme di Surabaya Agustus 2019 lalu, bahwa Tambrauw adalah kabupaten murni NKRI, jadi, tidak perlu ada indikasi negatif atau kecurigaan apapun,” urainya.
Hae berharap pemerintah segera perintahkan Kapolres untuk fungsikan tugas kepolisian di tiap distrik di Tambrauw, sehingga ada persoalan di tengah masyarakat pihak polisi langsung tangani.
“Kami berharap pemerintah menyurati Kapolres agar segera fungsikan tugas polisi lagi, sehingga jika ada masalah di tengah masyarakat maka polisi bisa menyelesaikan. Jika, tidak maka akan terjadi seperti yang kini terjadi di Kampung Ayae, Distrik Miyah,” harapnya.
“Ada masalah horizontal di masyarakat pihak koramil yang di pos langsung tangani sehingga proses penyelesaiannya beda dengan yang sebenarnya, akhirnya membuat masyarakat tertekan,” tutup Norbertus Hae melalui telepon selulernya kepada redaksi diptapapua.com saat dikonfirmasi. (N/F: maxi)