DIPTAPAPUA.com – Obor Untuk Papua –
Oleh: Siorus Degei)
Jika kita lihat sedikit ke belakang, maka sebenarnya sejarah hidup Yesus merupakan sebuah “Sejarah Salib” itu sendiri. Bahwa sejarah hidup Yesus adalah sejarah penderitaan layaknya peristiwa peyanliban. Pertama, Yesus dilahirkan oleh seorang perawan Maria yang mana hal ini amat kontra dengan hukum bangsa Yahudi saat itu, Hamil diluar Nikah, hukumannya adalah rajam, dilempari batu sampai mati, (Bdk. Yoh:53-8:11). Kedua, Yesus lahir ditengah pengungsian ke Bethlehem, Ia walau Anak Allah, Raja di atas segalah Raja, sedia lahir di kendang hina, (Bdk. Luk. 2:6-7). Ketiga, Nasip hidup-Nya terancam dengan kebijakan bejak Herodes yang hendak membantai anak kecil di bawah umur dua tahun, (Mat. 2:16-18). Keempat, pada umur 12 tahun ia hilang di Yerusalem dan membuat hawatir Maria dan St. Yusuf orang tua-Nya, (Luk. 2:48-49).
Kelima, Ia dimusuhi oleh kaum aristokrat di zamannya, (Bdk. Mat. 22:15-40; Mrk. 12: 13-34; Luk. 20:20-40). Keenam, Ia ditolak dikampung halaman-Nya sendiri, (Mat. 13:53-58). Ketujuh, Ia dihujat sebagai titisan Beelzebul (Penghulu Setan), (Mat. 12: 22-37; Mrk. 3:20-30; Luk. 11:14-23). Kedelapan, Ia dihianati oleh Yudas Izkariot, muridnya yang ke-12, (Mat. 26-47-56; Mrk. 14:34-52; Luk. 22:47-53; Yoh. 18:2-12). Kesembilan, Ia dijatuhi hukuman mati secara tidak adil, (Mat. 27:11-25; Mrk. 15:1-15; Luk. 23:1-12; Yoh. 18:28-38). Kesepuluh, Ia menderita sepanjang perjalanan penyaliban, (Mat. 26:27-31; Mrk. 15: 16-20; Luk. 23:26-31). Dan Kesebelas, Ia wafat secara mengerikan di Kayu Salib, lambang penghinaan paling ekstrim saat itu, (Mat. 27: 50; Mrk. 15: 37; Luk. 23: 46; Yoh. 19:30).
Inilah beberapa persitiwa yang menunjukkan bahwa memang sudah sedari awal jalan hidup Yesus itu berlika-liku, bahwa sudah dari awal pula Ia mengalami penderitaan atau “Peristiwa Salib” itu. Sehingga tidak heran pula bahwa syarat untuk mengikuti Kristus lumayan gampang-gampang susah atau sebaliknya susah-susah gampang, yakni Menyangkal Diri, Memikul Salib dan Mengikuti Dia, (Mat. 16:24. Maka apa yang dialami oleh Yesus di atas, mesti dengan siap sedia mau dialami pula oleh siapa saja yang mau mengikutinya.
Bilur Jalan Salib Dalam Kompleksitas Konflik Papua
Berdasarkan 11 “Sejarah Salib” dalam kehidupan Yesus yang telah dipaparkan di muka, maka sedikit banyaknya kita bisa menggunakan itu sebagai barometer, apakah memang sejarah salib kehidupan Yesus itu identik juga dengan sejarah penindasan dan penderitaan yang di alami oleh bangsa Papua?
Pertama, sama seperti Yesus yang dikandung oleh seorang perawan Maria yang dikandung tanpa hubungan biologis, terdapat banyak perempuan Papua yang hamil muda pada saat operasi militer bergulir, sejak 1984 hingga 1993 di Wilayah Timur Kabupaten Jayapura, yaitu dari Dsitrik Bonggo hingga Distrik Sarmi, lantaran diperkosa secara tidak manusiawai, (https://suarapapua.com/2020/03/17/, Kamis, 30 Jun 2022, Pkl. 22:19 WIT).
Hal serupa juga terjadi pada saat operasi Baratayudha pada 1967 hingga 1969 di Biak. Sebagian dari mereka adalah gadil-gadis muda yang masih murni, lantaran menjadi buruan para militer di medan operasi, maka kemurnian mereka menjadi pemuas dahaga seksual para militer bejat (https://suarapapua.com/2020/03/03/, Kam 30 Jun 2022, Pkl. 22:21 WIT).
Kedua, serupa Yesus yang dilahirkan dalam kendang hina, walau ayahnya St. Yusuf adalah pemilik ulayat di Betlehem. Hal ini juga marak dialami oleh bangsa Papau semenjak 1962 saat operasi militer digerakkan besar-besaran di Papua dan terjadi pengungsian. Kita juga jangan lupa, bahwa mayoritas orang-orang yang mengungsi itu terdiri ada atas anak-anak kecil, ibu-ibu hamil dan para lansia. Bahwa banyak juga anak-anak bayi yang dilahirkan di Kamp Pengunsian yang hina. Contoh paling dekat ialah bayi-bayi yang lahir di tempat pengungsian di Ndugama, (mereka sangat mengalami peristiwa kelahiran Yesus di Kandang Betlehem.
Ketiga, sama seperti bayi Yesus yang terancam oleh kebijakan brutal Herodes yang hendak membantai habis anak-anak kecil di bawah umur 2 tahun. Bayi-bayi asli Papua juga terancam hidupnya atas regulasi pendekatakan represif-militeristik yang dikeluarkan oleh penguasa di negara ini (pihak keamanan). Hal ini menjadi Memoria Panssionis yang mengkristal dalam sanubari orang Papua, ketika dua orang anak kecil yang tak bersalah dan berdosa tertembak dalam kontak senjata antara TPNPB/OPM dan TNI/Polri di Dsitri Sugapa, Kabupaten Intan Jaya pada 26 Oktober 2021 malam.
Keempat, seperti Yesus yang menghilang di Yerusalem dan mengundang kehawatiran Bunda Maria dan St. Yuusf. Banyak orang Papua, terlebih mereka yang vocal memperjuangkan nilai-nilai injili, seperti kebenaran, keadilan, dan perdamain selaluh dan senantiasa menjadi target negara (BIN, BAIS, dan sekutunya) untuk kemudian diculik, dihilangkan dan dibunuh. Kita sebut saja kasus seperti pemubunhan dua tokoh kahrismatik orang Papua, yakni Arnold Ap, seniman serba bisa asal Papua, juga pendiri Groub Musik dan Tari bernama Mambesak, yang ducilik dan dibunuh oleh Kopasus. Juga Ketua Presidium Dewan Papua, tuan Dosterys Hiyo Eluai, yang mana juga diculik dan dibunuh oleh Kopasus. Sepertinya, Teknik penculikan, penghilangan dan pembunuhan terencana seperti inilah yang masih dipraktekkan oleh oknum-oknum tertentu terhadap sosok-sosok kritis di Papua, dan di Indonesia secara umum.
Kelima, serupa Yesus yang dimusuhi oleh kaum aristokrat yang merasa status quonya terganggu lantaran ajaran Yesus yang super kritis, tegas, bahkan karas. Banyak tokoh intelektual Papua yang acapkali menjadi ancaman besar di mata penguasa dan pegusaha yang hendak memeras kekayaan alam di Papua. Kita sebut saja tokoh-tokoh kharismatik Papua yang telah berpulang ke hadirat Allah seperti Dr. Thommas Wainggai, Arnold Ap, Tehys Hiyo Eluai, Agus Alue Alua, Pastor Neles Kebadabi Tebai, Pastor Natalis Henepitia Gobai, Mgr. John Pilip Saklil. Dan tokoh-tokoh Papua yang masih hidup seperti Pdt. Benny Giyai, Pdt. Socrates Sofyan Yoman, Pdt. Dorman Wandikbo, Benny Wenda, Victor Yeimo, Buctar Tabuni, Filip Karma dan lainnya. Orang-orang kritis yang berusaha mewujudkan nilai-nilai injil di tanah Papua ini selaluh dan senantiasa menjadi musuh bubuyutan penguasa dan pengusaha yang hendak menguasai kekayaan alam Papua. Potret ini, hemat penulis ini amat serupa juga seperti konfrontasi intelektual yang sering bahkan selaluh terjadi antara Yesus Kritus dan para aristocrat di Yerusalem kal itu.
Keenam, seperti halnya Yesus yang ditolak, bahkan terkesan diusir secara paksa dari Kampung halaman-Nya. Hal tersebut juga dialami oleh orang asli Papua sejak 1962 dalam rangka operasi militer, orang asli Papua terkesan seakan-akan diusir secara paksa dan membabi-buta oleh aparat militer. Hingga hari ini orang asli Papua terasa seperti tamu di atas tanah ulayatnya sendiri. Berkaitan dengan pengunsi saat ini sudah hamper 6000-an lebih orang berdasarkan data yang di-upload oleh Dewan Gereja Papua per 2019 hingga 2021 di Papua dan Papua Barat.
Ketujuh, dalam perjalanan perwataan-Nya demi menegakkan nilai-nilai injili di dunia Yesus tidak serta-merta diterima baik oleh orang-orang disekitar-Nya, terlebih musuh bubuyutan-Nya, kaum Farisi dan para ahli Taurat. Supaya mudah menghasut masyarakat dan menjerat Yesus mereka menggunakan stigma-stigma vulgar terhdap Yesus. Salah satunya Yesus distigma sebagai titisan Beelzebul (Penghulu Setan). Hemat penulis, stigma-stigma vulgar dengan tujuan menghambat terciptanya kebenaran, keadilan, dan perdamain dalam kehidupan bersama ini senantiasa juga dialami oleh orang-orang Papua atau orang-orang non Papua yang berbicara krtis soal Papua. Banyak sekali stigma-stigma vulgar yang dilebelkan oleh penguasa negara terhadap orang-orang kritis di Papua, semisal Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB), Separatis, Pelaku Makar, Pemberontak, Kelompok Kriminal Separatis Bersenjata (KKSB), ( https://normshedpapua.com/dalam-buku-kami-bukan-bangsa-teroris-karya-dr-socratez-s-yoman-2021119-terungkap/, Minggu, 30 Januari 2022, Pukul. 14:22 WIT) , secara realistis kita sendiri bisa menilai dengan modal terang akal budi dan hati Nurani sebenarnya siapa A dan siapa yang B.
Kedelapan, Yesus dihianati oleh murid-Nya yang ke-12, Yudas Izkariot dengan 30 keping perak. Sosok-sosok seperti Yudas Izkariot ini dalam realita penderitaan dan penindasan orang dan alam Papua tak dapat dihitung lagi. Para elite dan aktor intekltual baik lokal, nasional maupun internasional yang meloloskan Anekasasi 1962, PEPERA 1969, OTDA 1969-2001, OTSUS JILID I 2001-2021, OTSUS JILID II 2021 hingga usai, PON XX 2020 dan PAPERNAS XVI, SMELTER, dan Pemekaran 6 Provinsi Baru tidak lain dan tidak bukan dapat dikatakan sebagai “Yudas Izkariot” bagi orang, leluhur dan alam Papua. Di sisi lain, kebijakan-kebijakan di atas dihasilkan sepihak oleh peguasa tanpa sepegetahuan orang Papua sebagai objek utuma kebijakan dan juga semuanya tidak dilahirkan dalam dan melalui sebuah dialog yang komprehensif antara pihak peguasa dan orang asli Papua sendiri sebagai tuan atas tanah leluhurnya. Semisal rencana Pemekaran, padahal di lapangan rakyat tolak total, tapi masih diupayakan oleh kalangan para elit korup yang memiliki kepentingan, (https://tirto.id/pemekaran-papua-ambisi-jakarta-yang-ditolak-warga-f4Hh, Minggu, 30 Januari 2022, Pukul. 14:40 WIT.)
Kesepuluh, Yesus dijatuhi hukuman Salib secara tidak adil atau penuh rekayasa dan manipulasi kaum farisi dan para ahli taurat, yang notabenenya mau agar Yesus segera musnah secara biadap dari muka bumi. Jika diperhatikan secara saksama dan direfelksin secara mendalam berdasarkan konteks penerapan hukum di Indonesia, terutama bagaimana hukum itu ditegakkan di Papua guna menggadili orang-orang yang kritis menyuarakan kebenaran, keadilan, dan perdamaian, maka kita akan menemukan sebuah benang merah atau paralelismenya. Bahwa jurus “Rekayasa Hukum” atau “Manipulasi Hukum” itu selaluh digunakan oleh pihak-pihak atau okunum-oknum tertentu untuk menjerat orang-orang kritis di Papua. Kita sebut saja beberapa kasus besar di Papua yang mana permainan “Catur Hukum” itu dominan terlihat dimainkan oleh mereka yang mau menguasasi Papua. Pertama, Kasus Penangkapan dan Penahanan Sdr. Victor Yeimo, Juru Bicara Internasional Komite Nasional Papua Barat (Jubir KNPB) dengan dalil bahwa ia adalah “Aktor” atau “Otak” di balik aksi tolak Rasisime di Kota Jayapura pada 19 Agustus 2019 yang berunjung anarkis, (https://regional.kompas.com/read/2021/05/10/r, Minggu, 30 Januari 2022, Pukul. 14:47 WIT). Padahal, tokoh-tokoh atau “Dalang” aksi tersebut, yakni Tujug Tapol, sudah mengalami proses peradilan yang fair di Kalimantan Timur dan dengan begitu penangkapan dan penahanan Victor Yeimo itu dinilai oleh kahlayak luas di Papua, bahkan di dunia Internasional sebagai sebuah masalah baru dan tidak masuk akal. Bahwa ada dugaan kuat pihak kepolisian dan kejaksaan “Mengkapitalisir dan Memonopolisir Hukum” untuk menjebloskan Victor di penjara, karena berdasarkan rekam jejaknya sebagai seorang aktivis HAM Papua, beliau dinilai berbahaya bagi keutuhan dan kedaulatan integrasi bangsa. Lagi pula, saat itu bukan atas dasar kehendaknya sendiri ia pegan maik dan berorasi, melainkan ia diminta oleh rakyat Papua sendiri, (https://jubi.co.id/papua-victor-yeimo-saya-pegang-mik-pada-aksi-tolak-rasisme-atas-permintaan-rakyat/, Minggu, 30 Januari 2022, Pukul. 14:56 WIT.)
Kesebelas, Yesus Mati di Kayu Salib. Sejak Aneksasi 1962 dan ketika Operasi Militer itu menjadi pilihan alternative pemerintah untuk mendekati konflik Papua, maka semenjak itu pula korban jiwa jatuh secara berangsur-angsur di Papua. Data terkahir yang dikeluarkan. Semisal pada masa Orde Lama, jumblah korban pelanggaran HAM selama proses PEPERA 1969 banyak orang Papua yang menjadi korban pelanggaran HAM, seperti penculikan, penghilangan, penyiksaan, pemerkosaan, dan pembunuhan. Antara 1963-1969, korban diperkirakan berkisar 2.000 sampai 3.000 jiwa. Sementara menurut, Elieser Bonay, mantan Gubernur Papua, korbannya mencapai 30.000 jiwa, “Pertama saya percaya bahwa rakyat Papua mempunyai Hak untuk memutuskan nasip mereka tahun 1969 sesuai dengan perjanjian New York. Tetapi, secepatnya orang Indonesia tibah di negeri kami (Papua) sama sekali sesuatu yang menakutkan mulai terjadi. Ada kekejaman, pencurian, penculikan, penyiksaan, penganiayaan, banyak hal yang terjadi yang tidak pernah terjadi sebelumnya dalam kehidupan orang Papua”, (https://www.youtube.com/watch?v=mKXIyr9w2bI, Papua Sudah Siap Merdeka Sebelum 2024, Minggu, 30 Januari 2022, Pukul. 15:07 WIT.)
Yesus Kristus Itu OAP Dalam Misteri Jalan Salib
Sebagai penegasan bahwa penderitaan Kristus identik penderitaan orang asli Papua. Penulis hendak menyentil dua perstiwa memiluhkan yang sangat relevan dengan dua peristiwa pulih Kristus di jalan Salib, yakni Pertemuan Victor Yeimo bersama ibunya di Rumah Sakit (Jalan Salib, Perhentian Ke-IV: Yesus Berjumpa Dengan Ibu-Nya) dan Peristiwa Nopelius Sondegau, anak kecil korban kontak temabk yang dipangku oleh ibunya (Jalan Salib, Perhentain Ke-XIII: Yesus Diturunkan Dari Kayu Salib).
Pertama, ketika Ibu kandung Victor Yeimo datang menjenguknya di Rumah Sakit, di mana saat itu Victor terbaring dalam keadaan sekarat. Hal ini serupa dengan peristiwa perjumpaan Yesus bersama ibu, Sta. Perawan Maria di Jalan Salib, tepatnya dalam perhentian ke-IV. Kita bisa bayangkan bagaimana perasaan dua orang perempuan hebat ini, apa yang mereka rasakan ketika melihat putra yang sudah susah mereka kandung selam 9 bulan, lahirkan, rawat, dan besarkan diperlakukan layaknya “Binatan Buas”. Coba kita berandai-andai kita berada di sisi dua Ibu ini, kira-kira apa yang akan kita alami?
Berikutnya, salah satu peristiwa juga yang cukup relevan dengan kisah sengsara Yesus di Salib itu terlihat saat dua orang anak kecil tertembak serpihan peluruh sasar dari aparat TNI/Polri yang beroperasi di Intan Jaya, yaitu Yokim Majau (6/7thn) dan Nopelius Sondegau (2thn). Anak kecil atas Nopelius Sondegau dinyatakan tewas ketika bedil panas berhasil merobek perutnya hingga seluruh isi perut bungilnya keluar, ia terpangku pasrah di pangkuan ibunya. Potret miris ini sangat persik dengan peristiwa ketika mayat Yesus diurunkan dari Kayu Salib dan diletakkan tepat di atas pangkuan Bunda Maria, Ibu Kandung-Nya.Coba sekali lagi kita bernadai-andai jika kita berada di sisi dua wanita Tangguh ini, kira-kira apa yang akan kita alami dan perbuat? Sebagai manusia yang berakal Budi, berhati Nurani, terlebih makluk yang beriman dan ber-Tuhan pasti kita bisa merasakan kira-kira apa yang dirasakan oleh dua Perempuan Hebat itu, mereka hanya diam, pasrah, setia, tidak protes dan menyerahkan semua perkara dan pergumulan tersebut ke hadirat Allah Bapa sebagai penyelenggara kehidupan kedua Putra-Nya.
Fenomena-fenomena penderitaan dan penindasan orang asli Papua dan Kristus seperti seperti di atas inilah yang menggerakkan penulis untuk memaknai Penderitaan Yesus Kristus Dalam Terang Penderitaan Orang Asli Papua atau sebaliknya penulis hendak merefleksikan Penderitaan Orang Asli Papua Dalam Terang Penderitaan Yesus Kristus. Bahwa memang Yesus Kristus itu adalah OAP dalam Misteri Jalan Salib. OAP mesti tampil sebagai Imam (menguduskan diri, sesama, alam dan leluhur), Nabi (mewartakan Injil), Raja (Menjadi Tuan di atas tanah sendiri; Merdeka) dan Martir ( berjiwa revolusioner sejati Bak Kristus).
)* Penulis Adalah Mahasiswa STFT “Fajar Timur” Abepura-Papua