DIPTAPAPUA.com – Obor Untuk Papua –
Oleh: Siorus Degei)
Bangsa Papua secara bertubi-tubi digunturi berita duka atas berpulangnya pejuang-pejuang kemanusiaan, keadilan, kebenaran dan kedamaiannya, yang oleh penulis dalam tulisan ini disebut sebagai Martir dan Patriot Sejati Bangsa Papua. “Martir” adalah seseorang atau sekelompok orang yang berani berjuang hingga mati demi membela iman dan kepercayaannya terhadap Yesus Kristus. Ada dua istilah Martir, yakni Martir Merah dan Martir Putih. Martir Merah adalah mereka yang demi iman akan Yesus Kristus dan Kebenaran-Nya relah mengorbankan diri dan bernasib sama dengan Yesus yang Menderita, Sengsara, dan Wafat di Kayu Salib. Ada pula Martir Putih yaitu seseorang atau sekelompok orang yang menjadi saksi Kristus tetapi tidak harus mati seperti Martir Merah (https://id.wikipedia.org/wiki, 23/10/2022, Pkl. 20:52 WIT). Sementara Patriot dan atau Patriotisme merupakan sikap seseorang yang bersedia mengorbankan segala-galanya untuk kejayaan dan kemakmuran tanah airnya, semangat cinta tanah air. Patriotisme adalah sikap yang berani, pantang menyerah, dan rela berkorban demi bangsa dan negara.
Penulis merefleksikan bahwa semua pejuang kebenaran, keadilan dan kedamaian di bumi cendrawasih yang sudah gugur sejak Papua terintegrasi secara cacat moral, hukum, demokrasi dan HAM dalam bingkai NKRI sejak 1960-an hingga detik ini tidak lain dan tidak bukan adalah manifestasi konkret dari Para Martir Kudus dan Para Patriot Sejati, bahkan mereka adalah manifestasi konkrit Wajah Yesus Kristus Menderita, Sengsara, Wafat dan Bangkit, (https://diptapapua.com/yesus-itu-orang-asli-papua/, 20/10/2022, Pkl. 20:59 WIT).
Pasalnya, setelah Papua diguncang berita duka atas berpulangnya Puan Leoni Tanggahma, putri kedua dari pasangan mendiang Benny Tanggahma dan Sofie Komber, Koordinator Diplomat OPM International, Mantan Pelobi United Liberation Movement for West Papua (ULMWP), salah satu Juru Runding West Papua dalam Konverensi Perdamaian Papua (KPP) tahun 2011 di Jayapura, dan staf pada kantor Mahkamah Internasional di Den Hague, pada Hari Jumat Tanggal 07 Oktober 2022, tepat jam 10:00 Waktu Belanda, (https://jubi.id/nasional-internasional/2022/, 23/10/2022, Pkl. 20:40 WIT). Menjelang tiga malam perginya perempuan Papua yang sangat mahir dalam bahasa Perancis, Belanda, Inggris, Indonesia, Jerman dan Spanyol itu Bangsa, Tanah, Alam dan Leluhur Papua juga kembali kehilangan salah satu Martir dan Patriot sejatinya, yaitu Tuan Yonah Wenda, Ketua Eksekutif WPNCL dan Ketua I Legislatif Council United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) legislatif Andy Ayamiseba yang telah meninggal, juga tutup usia pada Senin, 10 Oktober 2022.
Dua pekan setelah Bangsa, Tanah, Alam dan Leluhur Papua kehilangan permatanya yang adalah Patriot dan Martir sejatinya, kini Papua juga kehilangan Zode Hilapok, Salah Satu Tapol Mahasiswa Pengibar Bendera Bintang Fajar di GOR Cenderawasih Jayapura (01 Desember 2021) Meninggal Dunia pada Minggu, 23 Oktober 2022.
Passion Zode Hilapok: Sebuah Patriotisme Mahasiswa Papua
Paul Zode Hilapok adalah Salah satu dari 8 Orang Mahasiswa Yang mengibarkan Bintang Fajar di Gedung Olahraga (GOR) Cenderawasih, Jayapura pada 01 Desember 2021. Zode ditangkap dan ditahan di Rumah Tahanan Kepolisian Daerah Papua (Rutan Polda Papua) sejak 01 Desember 2021. Dia (Zode) merupakan calon imam keuskupan Jayapura. Statusnya masih aktif sebagai mahasiswa aktif Sekolah Tinggi Filsafat Teologi (STFT) “Fajar Timur”, Padang Bulan, Abepura.
Berikut Riwayat Sakit Zode Hilapok Sejak Menjadi Tahanan Polda Papua dan Kejati Papua
Pertama, Minggu, 12 Desember 2021 malam. Gejala yang dialami Zode mula-mula merasa lemas dan mengantuk. Kemudian kalau buang air besar dengan campuran darah dan nanah.
Jika makan nasi kosong, atau dengan sayur tapi kalau dengan porsi yang sedikit “kekeringan”, tidak maksimal, maksimal membuat perutnya sakit, rasa mual, dan lemas.Hal ini membuat muka Zode pucat dan mengalami penurunan Berat Badan (BB) secara signifikan, dalam kurung waktu 5 hari ini.
Kedua, Di LP Abe Kondisi Kesehatan Tahanan Politik, Paul Sode Hilapok Memburuk (11 April 2022)
Sejak, 01 April 2022, 8 Mahasiswa Tahanan Politik Papua menjadi Tahanan Kejaksaan Tinggi Papua. Mereka dari Rumah Tahanan Kepolisian Daerah (Polda) Papua dipindahkan ke Lembaga Pemasyarakatan Abepura (LP Abe).
Terhitung sejak tanggal 01 April – 11 April 2022, sudah 11 hari mereka di LP Abe dalam ruangan isolasi khusus. Dalam catatan kesehatan sebelumnya, Tahanan Politik Papua atas nama Zode Hilapok mengalami sakit penyakit. Sejak pemeriksaan di Rumah Sakit Bhayangkara sampai saat ini, pihak Rumah Sakit belum memberikan keterangan medis hasil pemeriksaan.
Kondisi kesehatan Zode Hilapok saat ini di LP Abe semakin memburuk. Badannya demam-demam dan sesak nafas. Pihak Kejaksaan Tinggi Papua dan Pihak LP Abe membiarkan kondisi tersebut dalam arti tidak memberikan jaminan / hak atas kesehatan bagi Zode Hilapok.
Ketiga, pada 4 April 2022, Kabar tentang Penyakit Yang diderita salah satu Mahasiswa Tahanan Politik, atas nama Paul Zode Hilapok telah diketahui oleh pihak Lembaga Pemasyarakatan (LP) Abepura – Jayapura dan para Advokat.
Mereka telah memberitahukan kepada Pihak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Papua untuk memperhatikan Kondisi Kesehatan Zode. (Mingggu, 24 April 2022) belum ada kejelasan dari pihak Kejati Papua. Sementara kondisi kesehatan Zode Hilapok terus memburuk.
Zode Hilapok mengalami sesak nafas, demam dan kesulitan makan-minum. Kondisi ini telah mendorong beberapa pihak, terutama 7 Tahanan Politik Mahasiswa lainnya Mendesak pihak LP dan Kejati agar memberikan akses pelayanan kesehatan bagi Zode Hilapok. Perlu diketahui, bahwa rencana Sidang Perdana dengan agenda Pembacaan dakwaan pada 19 April 2022 tertunda karena salah satu Tahanan Politik, atas nama Zode Hilapok sedang sakit.
Keempat, Senin, 25 April 2022, keadaan Zode Hilapok semakin memburuk. Pihak Pengacara Hukum dan 7 Tahanan Politik telah meminta kepada Kepala Lembaga Pemasyarakatan (LP) Abepura untuk Zode Hilapok segera berobat. Permintaan itu pun juga merupakan rekomendasi dokter (Dr. Evelien J. Kailalo) dan sudah disampaikan kepada Kejati Papua serta sudah tertera dalam Surat Penetapan No: 132/Pid.B/2022/PN Jap; pada poin Menimbang.
Kelima, Terhintung sejak 26 April 2022 sampai 10 Mei 2022, Zode Hilapok berobat di rumah keluarga. Sudah 13 hari di rumah keluarga.
Terkait dengan penyakit yang diderita oleh Zode Hilapok, belum diketahui secara pasti. Pihak rumah sakit belum memberikan keterangan.
Pada hari Selasa, 10 Mei 2022, dari rumah keluarga Pihak Kejati Papua membawa Zode Hilapok ke LP Abepura.
Di LP Abe, Zode melakukan pemeriksaan sweb dan hasilnya reaktif. Dari LP Abe, Zode langsung diarahkan ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dok II, Jayapura. Hingga saat ini Zode Hilapok berada di RSUD Dok II Jayapura, di ruang Isolasi. Saat ini, pihak Kejati Papua masih menutupi akses kunjungan. Belum diketahui apa alasan pihak Kejati Papua menutup akses kunjungan bagi Zode Hilapok.
Keenam, Zode Hilapok, Mahasiswa Pengibar Bintang Fajar di GOR Cenderawasih Jayapura (01 Desember 2021) Meninggal Dunia
Pada, malam Sabtu pukul 00.12 Waktu Papua di Rumah Sakit Umum Yowari, Zode Hilapok menghembus nafas terakhir.
Saat ini, jenazah Zode Hilapok sudah dikirim ke rumah duka di Wamena.
Informasi tambahan, karena Sakit, berkas perkara Makar Zode Hilapok tidak dilanjutkan/dibatalkan. Sehingga yang menjalani Proses Sidang adalah 7 Orang Mahasiswa.
Pertama, Sejak di Rutan Polda Papua, Zode sempat menjalani pemeriksaan dan menginap di Rumah Sakit Bhayangkara selama 1 Minggu
Kedua, Di LP Abe, Zode dibawa ke RSUD Dok II Jayapura selama 2 Minggu. Di RSUD Dok II, Akses Kunjungan ditutupi
Ketiga, Setelah keluar dari RSUD Dok II Jayapura, Zode tinggal bersama keluarga di Sentani. Di Sentani, Zode mengalami kesakitan yang sama sehingga dibawa ke Rumah Sakit Yowari kurang lebih selama 1 bulan lebih.
Zode Hilapok di Mata Tujuh Mahasiswa Tapol Papua
Malvin Yobee, salah mahasiswa tahanan Politik Papua dan juga sebagai Koordinator Aksi Pengibaran Bintang Fajar pada 01 Desember 2021 di Depan Gedung Olahraga Cenderawasih Jayapura, mewakili kedelapan Tapol sebenarnya sudah siap menjadi jaminan demi kesehatan dan keselamatan Zode Hilapok di Rutan Polda Papua. Berikut penulis hendak menarasikan curhatan Saudara Malvin Yobee terkait kondisi Almarhum Zode Hilapok kala menjalani proses penahanan di Rutan Polda Papua.
Hemat Malvin kondisi kesehatan Zode Hilapok di dalam Rumah Tahanan (Rutan) Kepolisian Daerah (Polda) Papua tidak baik-baik saja. Dia sakit dan menderita parah. Saat ini dia butuh pengobatan intensif di Rumah Sakit.
Malvin Yobe juga sakit, menderita paru-paru, Tuberkulosis (TB). Tetapi yang lebih parah adalah Zode Hilapok. Dia benar-benar butuh pertolongan dan perhatian khusus untuk menjalani pemeriksaan.
Saat itu kondisi Zode Hilapok tidak stabil. Mukanya pucat sekali. Berat badannya turun secara drastis. Buang air besar dengan campuran darah dan nanah.
Badanya lemas, tidak kuat berdiri, jalan dan ingin tidur terus. Sampai giginya sakit. Dia tidak bisa tidur baik dalam Rutan Polda Papua yang tidak ada tempat sirkulasi udara itu.
Pada, Kamis, 16 Desember 2021, Zode ke toilet untuk buang air. Ia kira bisa jalan sendiri dan kuat. Tapi sampai di depan kamar mandi, dia jatuh pingsan sampai tidak sadarkan diri selama 1 jam lebih.
Untung ada tahanan lain dari anak-anak PNG di dalam. Mereka lihat langsung tolong tahan dia, angkat dia dan baringkan dia di tempat dimana Malvin Yobe dan kawan-kawan menjalani proses hukum.
Malvin dan kawan-kawan tidak mengeluh, dan tidak juga mengharapkan belas kasihan. Karena mereka tahu dan sadar akan konsekuensi yang harus mereka lakukan dan tanggung.
Malvin dan kawan-kawan membeberkan bahwa mereka laki-laki. Laki-laki yang mengibarkan bendera “Bintang Fajar” pada 1 Desember 2021 untuk memperingati hari kemerdekaan West Papua ke-60. Jadi, siap bertanggung jawab secara moril dan hukum dalam peradilan Indonesia.
Tetapi mereka hanya minta kepada pihak berwenang agar kesehatan dan keselamatan dirinya, terutama Zode Hilapok lebih diprioritaskan. Karena itu berhubungan dengan nyawa dan untuk saat ini Zode membutuhkan keselamatan demi nyawanya. Mereka minta agar penyidik membuka akses pelayanan kesehatan bagi Zode Hilapok.
Sebelumnya, Zode sudah beritahu kepada penyidik kondisi yg yang semakin memburuk, akan tetapi hingga saat ini dia belum mendapat pelayanan kesehatan sebagaimana dia harus mendapatkan sesuai dengan haknya sebagai manusia dan warga negara.
Malvin dan kawan-kawan Tapol lainnya mengatakan dirinya dan/atau bersama rekan-rekannya siap menjadi jaminan demi kesehatan dan keselamatan Zode Hilapok. Sebab kalau tidak–tidak tertolong cepat, maka nyawa dia, Zode Hilapok makin terancam hingga bisa saja menimbulkan “kematian” baginya di Rutan Polda Papua.
Secara terpisah Malvin Yobe dan Tapol lainnya mengatakan sekaligus mengharapkan supaya pihak penyidik mempertimbangkan untuk memulangkan/membebaskan Zode karena dia sedang sakit dan tidak cocok tinggal di ruangan yang sirkulasi udara tidak ada.
Malvin menawarkan diri dengan tanggung jawab moral agar menjadi jaminan guna membebaskan Zode Hilapok dengan mempertimbangkan kesehatan.
Yobee berharap agar demi dan atas nama kemanusiaan, dan karena kesehatannya tidak memungkinkan, maka dia dibebaskan saja. Ini merupakan sebuah usul hati nurani untuk dipertimbangkan sebagaimana mestinya.
Quo Vadis Hak Sehat Zode Hilapok? ‘RIP’ Hukum NKRI?
Melihat kondisi fisik Zode yang semakin kritis, maka sudah seyogyanya aparat kepolisian dan kejaksaan memberikan jaminan kesehatan yang memadai sebagai hak asasi kesehatannya. Pada lingkup nasional, Pasal 28 H ayat (1) UUD 1945 menyatakan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
Selain itu, UU 36 tahun 2009 tentang Kesehatan menyatakan bahwa kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Setiap orang berhak atas kesehatan.
Berdasarkan Pasal 28 H (1) UUD 1945 dan UU 36 tahun 2009 di atas, maka nyatalah bahwa kesehatan Zode tidak bisa dan memang tidak bisa dipreteli oleh aparat kepolisian maupun kejaksaan, apalagi delapan tahanan politik pengibar Bintang Fajar berstatus Tahanan Jaksa, belum ada proses sidangnya, juga mereka hanya masih terancam Makar. Bahkan, sekalipun memang status mereka adalah tahanan tetap, itu pun tidak bisa menjadi legal standing aparat kepolisian dan kejaksaan untuk tidak memenuhi hak-hak dasar dari kedelapan Tapol tersebut, terutama saudara Zode Hilapok. Sehingga hemat penulis Zode perlu dijadikan sebagai tahanan rumah Sakit, dimana ia bisa memperoleh pelayanan kesehatan yang kompleks dan komprehensif sebagimana amanah UUD dasa. Bahwa seperti jaminan yang diberikan kepada Saudara Victor Yeimo, Juru Bicara Komite Nasional Papua Barat (Jubir KNPB) untuk memulihkan sakitnya di rumah Sakit Dok-2 Jayapura, saudara Zode juga bisa diprioritaskan untuk memperoleh jaminan yang serupa. Jangan sampai seluruh bangsa Papua kembali berdemonstrasi di Mapolda Papua, lantaran pihak kepolisian dan kejaksaan terkesan sengaja getol mempertahankan Zode menderita dan sengsara di dalam Penjara.
Memang patut kita akui bahwa hak kesehatan Zode Hilapok sudah diberikan, namun terkesan terlambat, sebab sepertinya sakit yang diderita oleh Zode itu sudah lebih dulu mengikis dan melahap sebagian besar energi dan tenaga Zode yang masih tersisa. Di sini terkesan kuat adanya unsur pembiaran dan atau kesenjangan. Namun apalah daya? Sebab rupanya Zode bukanlah satu-satunya korban lalainya Hakim, Polisi, Jaksa singkatnya Aparat Yudikatif dalam menegakkan hukum dan HAM bagi bangsa Papua, terutama bagi para Martir dan Patriot Sejati yang memperjuangkan kebenaran, keadilan dan kedamaian bangsa Papua.
Zode Hilapok telah berpulang menghadap Allah Bapa di dalam kerajaan Surga menyusul Puan Leoni Tanggahma, Tuan Yonah Wenda dan para pejuang kemanusiaan lainnya. Terlebih khusus sebagai Seorang Calon Gembala Umat di Tanah Papua (Frater Calon Imam) Frater Paulus Zode Hilapok sudah bersama, bersatu dan berdamai bersama mediang Mgr. Herman Muningof OFM, Mgr. John Pilip Saklil, Pastor Frans Lieshouet OFM Bapak Agus Alue Alua, Pastor Neles Kebadabi Tebai, Pastor Jack Mote, Natalis Hanepitia Gobay, Pastor Yulianus Bidau Mote, Pastor Mikael Tekege, Pastor Santon Tekege, Frater Silvester Hisage, Bapak Hengky Kegou dan rombongan para berjubah Kudus lainnya dari Papua yang telah bersatu padu bersama para Kudus di dalam Kerajaan Surga Abadi.
Sebagai makhluk beriman, beragama dan ber-Tuhan kita hanya bisa mendoakan mereka dan mengharapkan doa dari mereka. Bahwa dengan iman, harapan dan kasih yang kuat akan kebenaran Allah atas sejarah bangsa Papua pasti dengan, dalam dan melalui darah dan perjuangan para Martir dan Patriot kita yang sudah tertumpah menyuburkan persada perjalanan perjuangan bangsa Papua itu pasti suatu saat di dalam waktu dekat yang sudah ditentukan dalam kehendak dan rencana Tuhan, Alam dan Leluhur pasti Visi dan Misi Besar bersama, yakni Papua Tanah Damai, Papua Baru dan Papua Penuh Kemuliaan Tuhan itu niscaya tercipta di seluruh teritori West Papua sampai Samarai.
Penulis Adalah Mahasiswa Sekolah Tinggi Filsafat-Teologi (STFT “FT”) Abepura-Papua)*