Desa Menggerak Pembangunan di Kabupaten Maybrat

DIPTAPAPUA.com – Obor Untuk Papua –

Oleh: Bartolomeus Korain

Meskipun desa tidak memiliki agenda pembangunan berskala nasional dalam RPJMN, tetapi pemerintah tetap masuk ke desa dengan membawa program RPJMDes melalui pemberdayaan masyarakat dalam bidang ekonomi, kesehatan, pendidikan, agama, budaya social dan politik sekalipun. Pendekatan dari pemerintah pusat yang mengalir melalui selokan desentralisasi hingga pada pemerintahan daerah merupakasn sebuah konsep subsisaritas. Dalam pendekatan tersebut akan digerakan  oleh masyarakat desa dalam konteks penggerak pembangunan. Dalam konsep ini, terutama yang kian marak terjadi adalah pemerintah Provinsi Papua Barat, dan saya akan membatasi diri saya pada terlebih khusus Kabupaten Maybrat.

Kurang lebih 40  tahun dalam konteks pemberdayaan desa  pada mulanya Indonesia merdeka. Kontek ini digunakan sebagai sebuah bak penyalur serangan (intervensi) dari pemerintah pusat dan daerah terhadap desa yang bertubi-tubi. Pada otoritas orde baru dengan jelas ini memperpanjang kekuasaan tersebut. Dengan itu pemerintah menyususn UU No. 5 Tahun 1979 sebagi senjata efektif untuk mengunakan desa sebagi obyek pembanggunan.  Dan pada latar waktu yang sedemikian, pemerintah dengan ambisius untuk terus menjadi raja diatas nasib desa makak berhasil menerbitkan UU No. 22 Tahun 1999 dan UU NO. 23 Tahun 2004 dengan tujuan untuk memberi waktu dan ruang terhadap desa gunan meningkatkan pembangunaan secara mandiri, namun segala nyawa masih di pegagng teguh oleh sang raja (Pemerintah pusat dan Daerah).

Dalam kondisi nasib desa yang memprihatinkan demikian, barisan Forum Pengembangan Pembaharuan Desa, menawarkan sebuah konsep terhadap pembaca dalam sebuah buku (Desa Membangun Indonesia), dan konsep villaage driven development tersebut di tawarkan dalam pansus rancangan UU desa baru yang diketuai oleh ahmad Moquwam. Tawaran tersebut pun diaminkan oleh Pansus RUU Desa, dimulai berkisaran 2006/2007 silam.  Selama pembahasan berjalan kurang lebih 2007-2013 RUU Desa pun berhasil di bahas dan ditetapkan  pada siding paripurna Dewan Perwakilan Republik Indonesia, 18 Desember 2013. Dengan pengesahan UU Desa tersebut,  diundangkan menjadi UU Desa No. 4 Tahun 2014. Usai pengesaham UU Desa tersebut menjadi sebuah pintu angina yang di lepaskan dari Surga terhadap desa dan masyarakat desa-nya.

Pemberlakuaan UU Desa di Indonesia pada masa Presiden Sosilo Banbang Yudhoyono periode pertama 2004-2009. Terjang waktu tersebut kabupaten Maybrat sudah memilki kedudukan yang sah secara konstitusional di Kumurke. Usia Maybrat ini meningkat kurang lebih belasan tahun.  Dan sedangkan UU desa No.6 Tahun 2014  ini berusia  7 tahun tepatnya 18 Desember. Dengan ini maka yang lahir  terdahulu adalah Maybrat. Secara otomatis sebagimana mestinya untuk bersiap dalam menerima semua intrukis dari pemerintah baik dalam hal apapun. Bahkan terlebihnya bahwa, kab. Maybrat juga memiliki pemerintah Desa oleh sebab itu secara vertical intruksi Negara maka diwajibkan untuk pemerintah Kab.Maybrat pula ikut melaksanakaan atu Menerapkan UU Desa No.6 Tahun 2014 dan melepaskan UU No. 5 Tahun 1979 sera UU No. 25 Tahun 1999. Dengan alasan mengapa harus di tegaskan untuk melepaskan regulasi lama dan diwajibkan menggunakan regulasi baru tersebut? Agar pemerintah Kab. Maybrat jangan main Hakim sendiri atas mengatur dan mengurus seluruh nasib pedesaan di Kab.Maybrat. Kabupaten Maybrat masih di pegeng teguh oleh resim yang sama, dalam tirani tersebut yang dipimpin oleh bapak. Bupati Drs. Bernad Sagrim M.M. nasib dan roda pemerintahan desa di kabupaten Maybrat masih di dilah dalam kondisi yang terpuruk, karena segala nasib mereka sedemikian penjelasan diatas. Kabupaten Maybrat, merupakan sebuah Kabupaten yang memiliki kurang lebih 24 kecamatan, 1 kelurahan dan 259 desa yang menduduki luas wilayah kurang lebih 5. 461.69 km2 serta mencakup jumblah jiwanya kurang lebih 41.431 jiwa.

Di bawah ini saya akan membantu mepertegaskan  dan membagi batas kewenangan pemeritah Kabupaten-tingkat kecamatan dalam runag lingkup Kab. Maybrat dalam mengatur dan mengurus desa sesuai konstitusional UU Desa No.6 Tahun 2014.  Tentunya aka nada pertanyaan? apakah kewenangan anda dalam mengatur dan mengurus hingga membuat pembagian dalam urusan organisasi pemerintahan di Kab.Maybrat?. Dengan alasan apa anda membagi batasan hak menjalankan roda pemerintahan antara kabupaten-kecamatan dengan tingkat Desa?; didalam pemerintah Kab. Maybrat tentunya saya bukan siapa-siap. Tetapi tentunya saya adalah generasi muda yang tentunya berasal dari Kab. Maybrat yang sedan berstudi di Sekolah Tinggi Pembanggunan Masyarakat Desa Yogyakarta. Oelh sebab itu, tentunya sapula tidak memiliki kewenangan yang dalam mengatur dan menurus pemerintahan. Tetapi saya sebagi anak Maybrat yang berstudi tentang UU Desa tersebut, dan melakukan pengamatan terhadap perkembanagan UU desa di seluruh kabupaten di Pulau Jawa sangatlah subur dibandingkan dengan saya punya Kabupaten sendiri.

Saya secara sadar merefleksikan kembail. Tentang akar permasalahanya dimana? Hingga menyebabakan kondisi terpuruknya perdesaan di daerah kabupaten saya!. Saya mencoba melakukan diskusi bersama dengan beberapa dosen-dosen saya, dan kawan-kawan saya tentang perkembangan  kapan masyarakat saya di satu kab. Maybrat bias merasakan langsun aura segar dari UU Desa No.6 Tahun 2014. Yang mereka merasakan hanyalah system pemerintah Daerah yang masih berpegang teguh pada UU No.5 Tahun 1979 dan UU No.22 Tahun 1999, daerah yang masih menggunakan system politik yang kuat, hingga hanya mengalirkan Unag tanpa ada manajemen pengelolaa yang baik terhadap penggunaan Angaran Dana Desa (ADD), dan juga pemerintah daerah yang sebagimana melepaskan kewenagan desa seibarat di pegang ekor ular dan melepaskan kepalanya yang sedang berusahan ingin melepaskan diri dari  gengaman itu.

Berikut ini, saya akan menampilkan dan beberapa batasan intervensi dari kabupaten-kecematan,terhadap Pemerintah Desa yakni;

  1. Batas kewenangan pemerintah Kabupaten dalam mengintervensi bergulirnya roda pemerintahan desa dibawah naungan tingkat kabupaten adalah sebagi berikut.

UU Desa telah menetapkan desa sebagai kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai kewenangan yang luas dan besar dalam mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat. Kendati demikian, bukan berarti pemerintah desa kemudian secara keseluruhan mengurus desanya sendiri, tetap ada keterlibatan atau kewenangan pemerintah di atasnya dalam kepengurusan desa. Artinya, kewenangan bagi pemerintah di atas pemerintah desa tetap berlaku dan melekat.

Maka, pemerintah Kabupaten atau Kota, tetap terikat dan tidak lepas dalam upaya pengembangan dan pembangunan desa, namun tetap pada koridor dan batas-batas tertentu. Sesuai yang termuat dalam UU Desa jelas adanya pemberian amanat tentang kewenangan Pemerintah Kabupaten atau Kota sebagai berikut:

  • Penataan desa mulai dari penetapan Desa dan Desa Adat, pembentukan, penghapusan, penggabungan, perubahan status, penyesuaian kelurahan. Pemerintah Kabupaten atau Kota harus mengeluarkan Peraturan Daerah.
  • Penyelenggaraan pemilihan kepala desa secara serentak termasuk pembiayaannya, struktur organisasi dan tatalaksana pemerintahan desa, pengangkatan dan pemberhentian kepala desa, penghasilan tetap pemerintah desa, dan pengisian BPD.
  • Alokasi Dana Desa serta bagi hasil pajak dan retribusi daerah
  • Penetapan kawasan perdesaan. Di sisi lain Pemerintah Kabupaten atau Kota tidak berwenang mengatur (mengeluarkan Perda) dalam hal kewenangan desa, musyawarah desa, perencanaan pembangunan desa, pengelolaan keuangan desa, Badan Usaha Milik Desa, peraturan desa, lembaga kemasyarakatan, dan kerja sama desa. Pemerintah Kabupaten atau Kota mempunyai kewenangan dan kewajiban melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap aspek-aspek yang tidak diaturnya itu.

Sebagai contoh, Pemerintah Kabupaten/Kota tidak berwenang atau tidak perlu mengeluarkan Peraturan Daerah tentang BUMDesa, tetapi ia berwenang melakukan pembinaan terhadap pendirian dan pengembangan BUMDesa, baik melalui fasilitasi, asistensi, pengembangan kapasitas, dukungan modal, dukungan jaringan pasar, dan sebagainya. 

Mengacu pada PP No. 43/2014 kewenangan berdasarkan hak asal-usul dan kewenangan lokal masih membutuhkan Peraturan Kepala Daerah. Akan tetapi perlu digaris bawahi bahwa peraturan Bupati atau Walikota tidak bermakna mengatur, melainkan membuat daftar kewenangan berdasarkan hak asal-usul dan kewenangan lokal yang mengantarkan dan memfasilitasi penetapan yang akan dilakukan oleh Desa melalui PERDES atau Peraturan Desa.

Apa itu kewenangan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala desa?

  1. Kewenangan berdasarkan hak asal usul dalam undang-undang desa merupakan kewenangan warisan yang masih hidup dan atas prakarsa Desa atau prakarsa masyarakat Desa sesuai dengan perkembangan kehidupan masyarakat.
  2. Kewenangan lokal berskala Desa dalam undang-undang desa merupakan kewenangan desa untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat Desa yang telah dijalankan oleh Desa atau mampu dan efektif dijalankan oleh Desa yang muncul karena perkembangan Desa dan prakarsa masyarakat Desa.

Kewenangan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala merupakan harapan untuk menjadikan desa berdaulat, mandiri, dan berkepribadian. Dimana kewenangan yang dimiliki oleh desa tersebut bukan kewenangan sisa (residu) yang dilimpahkan oleh Pemerintah Kabupaten atau Kota sebagaimana pernah diatur dalam UU No. 32 Tahun. 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan PP No. 72 Tahun. 2005 tentang Pemerintahan Desa. Melainkan, sesuai dengan asas rekognisi dan subsidiaritas. Dan kedua jenis kewenangan tersebut diakui dan ditetapkan langsung oleh undang-undang dan dijabarkan oleh peraturan pemerintah.

  1. Batas-batas intervensi tingkat ke-Camatan terhadap pemerintah desa sebagi berikut. Di kehendaki dari UU Nom 23Tahun 2014  tersebut maka, tingkat kecematan  hanya di beri batasan untuk sebagai mana mestinya membantu pemerintah daerah tingkat Kabupaten untuk mengawal dan membina seluruh kebutuhan desa. Sekali lagi, tugas camat hanya mengawasi bukan intervensi kedalam geraknya roda pemerintah Desa. Dengan landasaan kehadiran UU diatas sebagai mana mestinya kepanjangan dari aspek desentralisasi atau sebagi konsem pemberdayaan masyarakat di pedesaan. Contoh dari tugas dan fungsi dari kecematan yang di amanahkan oleh konstitusi melalui Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 tahun2018tentang Kecamatan, bahwa Kedudukan, tugas, dan wewenang Camat yaitumenyebutkan sebagai berikut,: (1) Kecamatan merupakan perangkat Daerah Kabupaten sebagai pelaksana teknis kewilayahan yang mempunyai wilayah kerja tertentu dan dipimpin oleh Camat. (2) Camat berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah. Kemudian Pasal 15 menyebutkan Camat menyelenggarakan tugas umum Pemerintahan yang meliputi: (a) mengkoordinasikankegiatan pemberdayaan masyarakat, (b) mengkoordinasikanupaya penyelenggaraan ketenteraman dan ketertiban umum, (c) mengkoordinasikan penerapan dan penegakan peraturan perundang-undangan, (d) mengkoordinasikan pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan umum, (e) mengkoordinasikanpenyelenggaraan kegiatan Pemerintahan di tingkat Kecamatan, (f) membina penyelenggaraan Pemerintahan Desa dan/atau Kelurahan, dan (g) melaksanakan pelayanan masyarakat yang menjadi ruang lingkup tugasnya
  2. Apa sih, hak dan kewenagan desa yang di atur dalam UU Desa No.6 Tahun 2014 itu?. Hak dan kewenangan desa di tetapkan maupun yang bersifat desa adat, tentunya dapat memiliki ketentuan hokum yang mengamalkan kewenagan pemerintah desa sebagi sebuah daerah otonomi yang bertindak dan mengatur dirinya sendiri sesuai kebutuhan rumah tangganya. Kewenaganan ini di muat dalam UU No. 6 Tahun 2014, PP-RI No. 43 Tahun 2014( PP. No 11 Tahun 2019) tentang pelaksanaan UU No.6 Tahun 2014 dan Permendagri No. 20 Tahun 2-18 tentang pengelolaan keuangan Desan.

Dengan demikian, gambaraan saya secara singkat terkait  UU Desa , terlebihnya tulisan ini hanya sekedar tulisan yang bangkit dari hasil diskusi dan mempertimbangkan penyerefleksiaan saya tentang implemtasi UU Desa di dalam lingkup Kab. Maybrat. Dan tentunya tulisan ini tidak memiliki analaiss yang kuat namun, saya hanya ingin membantu pemerintah daerah Kab.Maybrat  sebagi bahan acuaan dalam penerapan UU Desa. Kerinduaan besar saya, sebagaiaman saya ibgin menulis tentang UU Desa. Saya hanya inigin melihat seluruh desa yang berada di atas wilayah administrasi Kab. Maybrat dapat menghirup angina segar dan kepalanya bias jalan tanpa di ada gengamaan ekornya.

Sebuah kerinduaan itu mulai di tamping pada saat melihat secara langsung, terkait keterpurukan pemerintah desa di wilayah Maybrat. Dan begitu banya konfli yang terjadi di dalam pemerintah desa baik dalam bidang ekonomi, politik, budaya, bahkan merambat hingga pada urusan roda pemerintahan desa didalamnya. Dalam kacamata saya terhadap Nasib Desa di Kab. Maybrat. Sayangatlah diprinhatinkan, karena system politik balas budi yang mengakar hingga balas budilah yang akan mampu menjawab seluruh nasib pedesaan di wilayah kab. Maybrat Papua Barat. Ketika di bandingkan dengan pedesaan di daerah pulau jawa, bali, Kalimantan, dan lain-lain, desa mereka sangat produktif. Karena pemerintah daerah telah memberikan kewenagan penuh terhadap UU Desa guna mengatur dan mengurus  Isi dari Rumah tangga Pemerintahan Desa. Hingga kebanyak Desa yang mampu hidup tanpa pemerintahan Daerah sebab mereka mampu memeiliki penghasilan yang memadadi dalam memenuhi kebutuhan pokok serupa ekonomi masyarakat, kesehatan, pendidikan, budaya dan seluruh kearifan lokalanya. Saya pernah malakukan penelitaan di beberapa desa yakni, Purwokinanti, panggungharjo,  dan desa aspen. Saya mengikuti semua parangatdan fungsi pemerintahan desa, ternyata jauh lebih beda hibgga saya memikirkan mengapa di daerah saya tidak bias seperti ini?.

Oleh sebab itu saya, memiliki harapan besar terhadap kepala daerah kab.Maybrat, dan seluruh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah serta seluruh dinas-dinas terkait. Agar dapat bekerja sama guna membuka pintu terhadap masuknya UU Desa No.6 Tahun 2014. Agar memasuki lingkungan maybrat dan menyebar hingga pada desa-desa disana. Agar kita akan sama-sama menata dan memperdayakan masyarakat kita . dengan dampak positifnya bagi kita masyarakat Maybrat adalah kita menciptakan desa yang bertenaga secara social, berdaulat secara politik, berdaya secara ekonomi, dan bermartabat secara Buadaya( Ahmad Muqowam).

“Salam Desa Membangun Maybrat”

Penulis adalah Mahasiswa Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa Yogyakarta**

Yogyakarta, 14 Februari 2021

"Obor Untuk Papua"

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Latest Articles

Mahasiswa Nduga dan Lanny Jaya Kota Malang Sikapi Konflik Horizontal antara Masyarakat Lanny Jaya dan Nduga

DIPTAPAPUA.com - Obor Untuk Papua - Konflik berawal dari kasus perselingkuhan yang berujung konflik saudara di kampung Hilekma, Distrik Napua, Kabupaten Jayawijaya, Provinsi Papua...

IPMK Kota Studi Jayapura Dukung Deklarasi Lembah Kebar Sebagai Tanah Injil dan Keadilan Ekologis

DIPTAPAPUA.com - Obor Untuk Papua - Ikatan Pelajar dan Mahasiswa/i Kebar (IPMK) Kota Studi Jayapura mendukung deklarasi Lembah Kebar sebagai Tanah Injil dan Keadilan Ekologis...

Pernyataan Sikap Mahasiswa dan Pelajar Asal Nduga Terkait Dana Pendidikan

DIPTAPAPUA.com - Obor Untuk Papua - Manusia Membutuhkan Pendidikan dalam kehidupannya. Pendidikan merupakan usaha agar Manusia dapat mengembangkan potensi dirinya melalui proses pembelajaran dan/atau cara...

Teror Terhadap Mahasiswa Papua: Tetap Tenang dan Berbahaya

DIPTAPAPUA.com - Obor Untuk Papua - Poster ini bukan untuk dikriminalisasi, maupun untuk mengganggu psikologis kawan-kawan. Barang kaya begini kita sudah alami dari lama sejak...

Kronologis dan Tuntutan Keluarga Korban Penembakan Thobias Silak

DIPTAPAPUA.com - Obor Untuk Papua - Kronologis dan tuntutan ini dikeluarkan oleh keluarga Thobias Silak, korban penembakan yang mati di Dekai, Yahukimo, Papua Pegunungan pada...