Marsinah: Mengenang 30 Tahun Rezim yang Tak Bertanggungjawab

DIPTAPAPUA.com – Obor Untuk Papua –

[Oleh: Puantimur]

Bulan Mei merupakan bulan perjuangan, bukan hanya kalangan Buruh, melainkan juga kalangan perempuan. Bulan yang disebut-sebuat sebagai bulan Perlawanan yang dimulai dengan peringatan 1 Mei sebagai Hari Buruh Seluruh Dunia, atau yang kita kenal dengan International Labor Day. May Day sangat akrab dengan kalangan komunitas-komunitas buruh bersatu, baik yang ada di Luar negeri maupun yang ada di Indonesia. Mereka bersatu untuk menuntut hak-hak mereka yang sedari dulu tidak pernah dipenuhi atau bahkan sedikit demi sedikit mulai dirampas oleh kalangan kelas kapitalis.

9 Mei 2023 genap sudah 30 Tahun Tragedi Malang yang menimpa seorang buruh pabrik perempuan pada PT Catur Putra Surya (PT. CPS) Porong, Sidoarjo. Marsinah dan kawan-kawan pada PT. CPS telah mendengar kabar adanya kenaikkan upah yang tersebar. Surat Keputusan dari Menteri Tenaga Kerja No. 50 tahun 1992, edaran yang mana naiknya gaji yang tadinya 1.700 rupiah/ hari menjadi 2.250 rupiah/hari. Kenaikan sebesar 20% itu tidak kabulkan oleh penguasa termasuk oleh PT. CPS dan menjadikan gaji tersebut sebagai tunjangan bukan pada tataran gaji pokok.

Dalam rencana unjuk rasa mogok kerja yang akan digelar esok hari oleh PT. CPS yaitu 3 Mei 1993, Marsinah merupakan satu diantara buruh pabrik perempuan yang tergabung, namun usai melakukan unjuk rasa dengan membawa 12 tuntuan poin yang mana mulai dari paling krusial terkait Kenaikan upah buruh 20% sesuai dengan Surat keputusan Menteri Tenaga Kerja, tunjangan kesejahteraan sosial, cuti hamil, cuti haid, upah lembur, tunjangan hari raya, jaminan kesehatan buruh, kenaikan uang makan dan transportasi.

Pada tanggal 4 Mei sehari setelah melakukan mogok kerja tesebut, Marsinah yang diamanahkan unutk mengambil alih seruan tersebut datang bersama 15 orang karyawan pabrik yang lain untuk bernegosiasi dengan membawa tuntutan yang sudah di siapkan, mereka menghadap ke pihak pabrik untuk mempertanyakan Surat Keputusan dan tuntutan yang lain. Setelah itu keesokan harinya pada tanggal 5 Mei 1993 diduga 13 orang menjadi dalang atas aksi pemogokan tersebut, kemudian dipanggil oleh Kodim Sidoarjo. Padahal sebanarnya dalam aksi unjuk rasa yang digelar pada hari tersebut sudah ada kesepakatan untuk para buruh yang mengikuti aksi tersebut tidak akan ditahan atau dimutasi dari pabrik namun hal tersebut tetap terjadi pada orang-orang yang melakukan aksi dan diberikan surat pemecatan dari PT. CPS. Setelah mengetahui rekan-rekannya ditahan di Kodim Sidoarjo Marsinah tidak tinggal diam dan langsung menuju kesana untuk mempertanyakan keadaan rekanya yang mendekam di Kodim Sidoarjo.

Kemudian usai dari kodim Sidoarjo sekitar jam 22:00 malam, rekan-rekan Marsinah pun balik menuju tempat kediaman masing-masing. Keesokan harinya Ketika rekan kerjanya bertemu satu sama lain di pabrik, mereka mempertanyakan keadaan Marsinah yang belum juga datang di pabrik. Mereka beranggapan bahwasannya kemungkinan Marsinah balik ke kampung halamannya di Nganjuk selama tiga hari, hal itu membuat rekan-rekan pabrik beberapa ada yang mempertanyakan keberadaan Marsinah pada kodim yang menjadi tempat terkahir mereka bertemu. Sehingga kabar mengejutkan dari Uus seorang buruh pabrik mengabarkan Marsinah ditemukan dalam keadaan meninggal dengan penuh luka di sebuah pamatang sawah Dusun Jegong, Desa Wilangan, kab.Nganjuk. Mendengar kabar tersebut, rekan-rekan kerja hanya bisa sedih dan menangis, untuk mengetahui berita tersebut benar adanya keesokan harinya mereka memastikan berita tersebut sekaligus melayat di kampung halaman Marsinah yang terletak di Desa Ngludo, Kecamatan Sukomoro, Kab. Nganjuk,Jawa Timur.

Sangat malang nasib yang terjadi pada Buruh perempuan PT. CPS ini, setelah di visum hasilnya terdapat luka sebesar 3cm yang tersebar dalam seluruh tubuh Marsinah, bagian alat vagina Marsinah yang semula awalnya dituduh terkena sodokkan balok, lalu luka pada kelamin, dan ada 3 orang pelaku yang tega memperkosa kemudian dibuang begitu saja. Namun, pemeriksaan visum terjadi lagi di RS Soetomo di Surabaya, dokter mengatakan bahwa luka yang terjadi pada Tubuh Marsinah bukan hanya di vagina, melainkan luka robek yang yang beraturan sepanjang 3cm dalam tubuhnya menjalar dari lubang kemaluan-rongga perut, terdapat juga sepihan tulang, tulang panggul bagian depan hancur, selaput darah sobek, kandung kencing dan usus bagian bawah memar, rongga perut mengalami pendarahan sebanyak 1liter, tulang kemaluan kiri patah berkeping-keping, tulang kemaluan kanan patah, usus kanan patah sampai perpisah, tuang selangkangan patah seluruhnya, labia minora kiri robek, terdapat serpihan tulang.

Jika dilihat yang dugaan sementara yaitu yang menyebabkan luka pada bagian vagina Marsinah 3cm disebabkan atas sodokkan balok, maka sangatlah tidak mungkin, sehingga luka 3cm dan hancurnya kemaluan hingga perut tidak lain disebabkan karena Tembakan Senjata Api oleh pihak yang tidak bertanggungjawab, dan hanya dibayar untuk melenyapkan Butuh perempuan itu. Yang kita tahun di zaman Orde baru militer aktif dalam mengintimidasi buruh pabrik yang sekali berani melawan rezim. Sehingga perlunya kita tahu bahwasannya di Zaman Orde baru, merupakan zaman rezim yang paling keji pada negara ini, bukan hanya larangan menghilangkan kebebasan berserikat, Pemerintah Orde baru juga mengatur tentang hubungan industrial antara buruh, penguasa dan pemerintah dalam konsep Hubungan Industrial Pancasila (HIP). Sehingga Pemerintah Orde baru menginginkan hubungan buruh, penguasa, dan pemerintah menjadi harmonis yang mana ketiga pihak tersebut saling mendukung dan bukan saling bertentangan.

Awalnya kasus pembunuhan marsinah ini menjadi konsumsi lokal yang tak kunjung diselesaikan oleh orang-orang yang tak bertanggungjawab sehingga kabar ini menjadi sorotan publik dan serikat buruh Internasional mengecam pemerintahan Indoensia segara mencari tahu siapa dalang dibalik kasus ini, bahkan kasus Marsinah dikategorikan sebagai Pelanggaran HAM Berat yang harus diselesaikan oleh Negara Indonesia. Beberapa kali pengadilan melakukan peradilan dan menangkap petinggi PT.CPS, namun tak sesuai dengan proseur hukum. Sehingga Rezim Orde baru tidak serius untuk menyelesaikan kasus Marsinah. Bukan hanya itu, institusi pabrik atau perusahaan besar sebaiknya dan tidak perlu melibatkan militer Polisi atau TNI untk mencapuri urusan yang bertentangan dengan Hak-Hak para buruh yang tidak pernah terakomodir oleh kaum borjuasi.

Wajar saja hari ini, dalam koteks ini pihak militer selalu mengedepankan kepentingan  pengusaha dari pada membela kepentingan kaum buruh, dengan demikian jika ada buruh yang berani protes dan kritis terhadap instusi maka kita tahu pihak militer sering sekali menggunakan kekerasan, intimidasi, penculikan, pembungkaman bahkan pembunuhan untuk menghentikan sikap kritis buruh yang sadar bahwa hak-hak yang semstinya didapatkan malah di abaikan oleh perusahaan.

Arloji yang Tak Berdetak

Marsinah merupakan seorang buruh pabrik dari sekian banyak buruh yang menjadi korban atas memperjuangkan hak dan mengalami kekerasan dari rezim Orde baru. Sebagai orang yang seharusnya mendapatkan hak atas kerja, wajar bagi marsinah untuk melawan atas segala kebenaran yang ada, sekalipun nyawa adalah taruhan. Kematian dari Marsinah menunjukkan Perjuangan kaum buruh akan terus berlanjut sekalipun arloji itu sudah dimatikan Oleh sang Penguasa Rezim Orde Baru, akan ada dan selalu ada arloji-arloji lain yang akan terus berdetak berdampingan dengan penguasa yang rakus akan kekuasaan dan penindasan.

Atas tragedi yang terjadi pada Marsinah, maka jelas pelaku merupakan seorang yang memiliki akses terhadap senjata api di zaman Rezim Orde Baru dan dia adalah simbol dari koban kekerasan dari negara yang kasusnya tak kunjung diselesaikan. Sunguh amat disayangkan ratusan dari mereka yang turun hendak meminta keadilan dan hak berujung mengenaskan. Kaum buruh di Indonesia semakin sadar bawa ketidakdilan yang menimpa harus di lawan, kaum butuh semakin berani untuk menuntut hak-hak dasar mereka sebagai kaum buruh walaupun banyak menghadapi resiko besar. Di sinilah Tugas dan Fungsi negara, mereka harus hadir bukan hanya sekedar melindungi hak-hak pekerja, namun menjamin kehidupan kaum buruh.

Padahal 25 tahun reformasi punya enam mandat, salah satunya adalah cabut dwi fungsi abri, tuntaskan pelanggaran HAM berat yang sampai hari belum juga selesai. Negara gagal, negara gagap dan negara tidak bisa menghadirkan demokrasi di Negara ini.

"Obor Untuk Papua"

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Latest Articles

Mahasiswa Nduga dan Lanny Jaya Kota Malang Sikapi Konflik Horizontal antara Masyarakat Lanny Jaya dan Nduga

DIPTAPAPUA.com - Obor Untuk Papua - Konflik berawal dari kasus perselingkuhan yang berujung konflik saudara di kampung Hilekma, Distrik Napua, Kabupaten Jayawijaya, Provinsi Papua...

IPMK Kota Studi Jayapura Dukung Deklarasi Lembah Kebar Sebagai Tanah Injil dan Keadilan Ekologis

DIPTAPAPUA.com - Obor Untuk Papua - Ikatan Pelajar dan Mahasiswa/i Kebar (IPMK) Kota Studi Jayapura mendukung deklarasi Lembah Kebar sebagai Tanah Injil dan Keadilan Ekologis...

Pernyataan Sikap Mahasiswa dan Pelajar Asal Nduga Terkait Dana Pendidikan

DIPTAPAPUA.com - Obor Untuk Papua - Manusia Membutuhkan Pendidikan dalam kehidupannya. Pendidikan merupakan usaha agar Manusia dapat mengembangkan potensi dirinya melalui proses pembelajaran dan/atau cara...

Teror Terhadap Mahasiswa Papua: Tetap Tenang dan Berbahaya

DIPTAPAPUA.com - Obor Untuk Papua - Poster ini bukan untuk dikriminalisasi, maupun untuk mengganggu psikologis kawan-kawan. Barang kaya begini kita sudah alami dari lama sejak...

Kronologis dan Tuntutan Keluarga Korban Penembakan Thobias Silak

DIPTAPAPUA.com - Obor Untuk Papua - Kronologis dan tuntutan ini dikeluarkan oleh keluarga Thobias Silak, korban penembakan yang mati di Dekai, Yahukimo, Papua Pegunungan pada...