DIPTAPAPUA.com – Obor Untuk Papua –
Dualisme pelantikan sekretaris daerah (Sekda) Provinsi Papua pada Senin (01/03/2021). Wakil Gubernur Papua, Klemen Tinal di Kota Jayapura melantik Doren Wakerkwa sebagai Sekda Provinsi Papua dan pada saat yang bersamaan, menteri dalam negeri (Mendagri) Tito Karnavian di Jakarta juga melantik Dance Yulian Flassy sebagai Sekda Provinsi Papua.
Pegiat masalah Hukum Tata Negara (HTN) di Papua, Thomas Ch. Syufi menjelaskan bahwa penetapan seorang sebagai Sekda merupakan Kewenangan penuh ada di tangan presiden sebagai Ketua Tim Penilai Akhir (TPA).
Hal tersebut sudah diatur dalam peraturan Menteri Pendayahgunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi No. 13 Tahun 2014 tentang Tata Cara Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi secara terbuka di lingkungan instansi pemerintah.
“Secara prosedural bahwa panitia seleksi menyampaikan hasil penilaian jabatan tinggi utama dan madya (setara dengan Ia dan Ia). Dan memilih sebanyak tiga calon sesuai urutan nilai tertinggi untuk disampaikan kepada pejabat pembina kepegawaian (Menteri/ Pimpinan Lembaga/ Gubernur),” papar Thomas Ch. Syufi.
“Pejabat pembina kepegawaian mengusulkan tiga nama calon yang telah dipilih panitia seleksi kepada presiden,” tambahnya.
Lebih lanjut, dia mengatakan bahwa ada dua hal yang harus dicermati dari prosedural memilih seorang Sekretaris Daerah. Yang pertama ialah Panitia Seleksi hanya sebatas menyampaikan hasil penilaian jabatan tinggi utama dan madya. Dan memilih sebanyak tiga calon sesuai urutan nilai tertinggi, bukan untuk menentukan siapa yang diangkat. Kedua, yaitu ketiga (3) calon sesuai urutan nilai tertinggi tersebut diusulkan kepada presiden.
“Maka secara prosedural, dapat dimaknai bahwa presidenlah sebagai ujung dari prosedur ini,” kata Thomas.
Selain itu, dijelaskan juga pada peraturan presiden (Perpres) Republik Indonesia No. 3 Tahun 2018 tentang Penjabat Sekretaris Daerah. Dalam pasal 5 ayat 1 menyebutkan bahwa Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat mengangkat Sekda Provinsi untuk melaksanakan tugas, setelah mendapat persetujuan menteri yang menyelenggara urusan pemerintahan dalam negeri.
“Jelas, penerbitan Keputusan Presiden (Keppres) No. 159/TPA Tahun 2020 tentang Pengangkatan Pejabat Tinggi Madya di Lingkungan Pemerintah Provinsi Papua yang mengangkat seseorang menjadi Sekda Papua memiliki legalitas ditinjau dari hukum administrasi negara,” urainya.
Teradapt dua unsur penilaian, yakni objektif dan subjektif. Objektif adalah penilaian berdasar pada syarat administrasi. Dan penilaian subjektif adalah berdasar pada tes wawancara, pertimbangan persatuan dan kesatuan, serta sosial dan politik.
“Jadi secara prosedur, substansi, dan wewenang, terpenuhi. Dalam pasal 63 ayat 1 UU No. 30/ 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, keputusan hanya dapat dilakukan pencabutan apabila terdapat cacat prosedur, substansi dan wewenang. Dan yang berwenang membatalkan Keppres ini adalah Presiden Joko Widodo dengan berpijak pada asas Contrarius Actus,” terang Thomas.
Thomas Ch. Syufi yang merupakan pegiat masalah hukum tata negara di Papua ini, menghimbau kepada seluruh rakyat Papua agar jangan terpengaruh atas polemik dan isu perpecahan soal dualisme Sekda Provinsi Papua tersebut. “Jaga persatuan dan kesatuan orang Papua,” pungkasnya.