Mahasiswa Papua Se-Malang Raya Kecam Segala Bentuk Kekerasan di Papua

DIPTAPAPUA.com – Obor Untuk Papua –

Seluruh mahasiswa Papua se-Malang Raya yang tergabung dalam Ikatan Pelajar dan Mahasiswa Papua (IPMAPA) Malang, tegas menyatakan sikap bahwa menolak segala bentuk kekerasan yang terjadi di Tanah Papua.Tuntutan tersebut disampaikan dalam pembacaan situasi seputar Tanah Papua pada Jumat, (17/9/2021) di Honai Orang Papua Kota Malang, Jawa Timur.

“Kami mahasiswa Papua se-Malang Raya menuntut segera tarik militer organik dan non-organik dari seluruh Tanah Papua,” tegas ketua IPMAPA Malang, saat membacakan pernyataan sikap.

Pengiriman militer di Papua tersebut, dinilai menimbulkan berbagai kekerasan yang dialami masyarakat sipil. Di antaranya, pengungsian Nduga sejak Desember 2018 hingga kini, pengungsian di Intan Jaya sejak 2020 hingga kini, pengungsian di Puncak Papua 2021 hingga kini, pengungsian di Timika, pengungsian di Maybrat September 2021 hingga kini, dan berbagai pengungsian di atas Tanah Papua yang sedang berlangsung.

Mahasiswa Papua di Kota Malang ini juga, menuntut dan tegas menolak segala operasi perusahaan di Tanah Papua. Mereka menilai, masuknya perusahaan ini akan merusak hutan adat Papua, dan bahkan merenggut ruang kehidupan Orang Asli Papua (OAP).

Dalam pembacaan situasi, Mahasiswa Papua ini mengatakan masuknya perusahaan di Papua tersebut, melibatkan pihak militer untuk mengawasi proses ekspansi hutan adat milik masyarakat pribumi. “Jika ada perusahaan yang masuk di Papua, di situ pula ada campur tangan militer. Sehingga, masyarakat yang mempertahankan hutan adatnya, direpresif bahkan dibunuh demi perusahaan mengobrak-abrik hutan Papua,” ungkap salah seorang Mahasiswa Papua dalam kesempatan tersebut.

“Menolak perusahaan masuk di seluruh Tanah Papua,” tegas Mahasiswa Papua dalam pernyataan sikap.

“Stop perampasan tanah adat di seluruh Tanah Papua,” kata mereka lebih lanjut.

Kemudian, merespon bungkamnya akses jurnalis lokal, nasional maupun internasional yang mencoba masuk untuk meliput kondisi dan fakta persoalan di Papua, para Mahasiswa Papua ini menegaskan agar negara Indonesia harus membuka seluas-luasnya akses jurnalis ke Papua. Mereka juga menyerukan agar negara membuka ruang sebebasnya bagi lembaga kemanusiaan serta lembaga hukum untuk melakukan advokasi terhadap para pengungsi seperti di Nduga, Intan Jaya, Puncak Papua, Maybrat dan di seluruh Tanah Papua.

Baca juga: FOTO: Pengungsian di Maybrat Akibat Operasi Militer

Hal tersebut ditegaskan mahasiswa, karena melihat berbagai persoalan serta kondisi para pengungsi yang luput dari mata media. Dan juga sulitnya akses bantuan hukum, akibat isolasi yang ketat dari pihak militer. “Bantuan hukum, lembaga kemanusiaan serta jurnalis yang mau masuk ke pengungsian Maybrat dan pengungsian di Papua lainnya, sangat susah karena dilarang oleh pihak militer Indonesia,” jelas mahasiswa Papua saat meng-update kondisi di Papua.

“Buka akses Jurnalis dan Advokasi di seluruh wilayah pengungsian di Tanah Papua,” tegas ketua IPMAPA dalam pernyataan sikap.

Lebih lanjut, mereka juga menyerukan agar segala bentuk pembangunan infrastruktur serta pemekaran daerah otonom baru (DOB) di Papua segera dihentikan. Karena, menurut Mahasiswa Papua di Kota Malang ini, bahwa pemekaran daerah akan menciptakan konflik horizontal serta membuat masyarakat pribumi ter-marjinal di negerinya sendiri. Juga, pembangunan infrastruktur yang tak tepat sasaran serta berdampak buruk pada berlangsungnya kehidupan masyarakat Papua.

Para mahasiswa Papua menganggap, pembangunan infrastruktur ini hanya pengalihan isu dari pemerintah pusat yang berusaha menutupi berbagai pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang sudah terjadi dan sedang terjadi di Papua.

“Hentikan infrastruktur dan pemekaran di seluruh Tanah Papua,” tuntut mereka.

Mereka juga menyinggung soal traumatis (memoria passionis) yang diderita masyarakat Papua akibat berbagai operasi militer semenjak 1960-an hingga saat ini. Bagi mereka, pendekatan militer adalah upaya yang ‘gagal’ dilakukan negara Indonesia terhadap orang Papua.
Lalu, para Mahasiswa Papua ini juga mendesak “Segera bebaskan Victor Yeimo dan tahanan politik Papua lainnya. Victor Yeimo bukan pelaku rasis, dia adalah korban rasisme”.

"Obor Untuk Papua"

Maksimus Syufi
Maksimus Syufi
Jurnalis Dipta Papua

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Latest Articles

Mahasiswa Nduga dan Lanny Jaya Kota Malang Sikapi Konflik Horizontal antara Masyarakat Lanny Jaya dan Nduga

DIPTAPAPUA.com - Obor Untuk Papua - Konflik berawal dari kasus perselingkuhan yang berujung konflik saudara di kampung Hilekma, Distrik Napua, Kabupaten Jayawijaya, Provinsi Papua...

IPMK Kota Studi Jayapura Dukung Deklarasi Lembah Kebar Sebagai Tanah Injil dan Keadilan Ekologis

DIPTAPAPUA.com - Obor Untuk Papua - Ikatan Pelajar dan Mahasiswa/i Kebar (IPMK) Kota Studi Jayapura mendukung deklarasi Lembah Kebar sebagai Tanah Injil dan Keadilan Ekologis...

Pernyataan Sikap Mahasiswa dan Pelajar Asal Nduga Terkait Dana Pendidikan

DIPTAPAPUA.com - Obor Untuk Papua - Manusia Membutuhkan Pendidikan dalam kehidupannya. Pendidikan merupakan usaha agar Manusia dapat mengembangkan potensi dirinya melalui proses pembelajaran dan/atau cara...

Teror Terhadap Mahasiswa Papua: Tetap Tenang dan Berbahaya

DIPTAPAPUA.com - Obor Untuk Papua - Poster ini bukan untuk dikriminalisasi, maupun untuk mengganggu psikologis kawan-kawan. Barang kaya begini kita sudah alami dari lama sejak...

Kronologis dan Tuntutan Keluarga Korban Penembakan Thobias Silak

DIPTAPAPUA.com - Obor Untuk Papua - Kronologis dan tuntutan ini dikeluarkan oleh keluarga Thobias Silak, korban penembakan yang mati di Dekai, Yahukimo, Papua Pegunungan pada...